Sejak kedatangan Leci Seira, kafe ini selalu ramai setiap hari Jumat. Mereka berbondong-bondong cicipi menu Samyang level 20. Saya tidak menyangka sebegitu berpengaruh seorang selebgram terhadap bisnis. Akibat hal itu, saya nyaris nggak ada istirahatnya. Bolak-balik layanin pelanggan dan ke dapur.
Untungnya aturan kafe ini harus tutup satu jam saat azan Dzuhur dan Ashar. Konon katanya aturan ini dibuat oleh Pak Adrish. Saya akui dia keren. Terlebih jabatannya. Namun, dia berbahaya untuk saya. Dan saya harus hati-hati dengannya.
Ting!
Ponsel saya di celana bergetar. Saya merogoh sakunya untuk mengambil benda itu. Ada notifikasi pesan Whatsapp.
Yth. Nasabah Akulaku / Lazada AYDEN RENALDY
Perihal : PENYAMPAIAN KETERLAMBATAN PEMBAYARAN
Sifat : SEGERA DIRESPON
Saya Aria dari AKUBOKEK
Dengan ini saya mengingatkan kepada Bapak/Ibu, mohon untuk segera melakukan PEMBAYARAN PALING LAMBAT HARI INI SEBELUM PUKUL 18.30
Harap lakukan pembayaran agar menghindari kedepannya :
1. Data Blacklist (SLIK OJK/Fintech Data Centre) sehingga akan membuat pengajuan kredit Anda dimanapun dan dalam bentuk apapun akan terkendala, seperti pinjaman ke perbankan atau kredit yang lain
2. Akan menghubungi nomer bapak/ibu, referensi/kontak darurat yang tercantum dan telp kantor
3. Akan di proses pihak ketiga yang akan melakukan kunjungan ke rumah
NOTE: Mohon jika sudah melakukan pembayaran, UNTUK KIRIM BUKTI BAYAR MELALUI WA INI, agar kami proses melalui sistem.
Entah ke berapa kalinya saya mendapat chat seperti ini dari pinjol. Berhubung sudah biasa, jadi saya abaikan. Setelah dirasa meja sudah bersih, saya melangkah ke ruang ganti.
Sesampai di ruang ganti, seluruh karyawan A2T Cafebook menatap saya tajam bak raja hutan siap menerkam mangsa.
"Eh, Nak Baru. Aku capek banget nih. Gantiin tugasku cuci piring dong," ucap Imel.
"Gantiin tugas saya juga. Kamu bisa bikin kopi, kan?"
Sialan. Emang saya babu mesti kerjakan tugas mereka juga? Namun, saya mencoba tenang.
"Maaf nih Mbak-mbak semuanya. Saya rasa kita punya tugas masing-masing. Mengapa saya harus mengerjakan tugas kalian semua?" jawab saya santai.
Imel berdiri. Tatapannya makin garang. "Oh, jadi udah berani sama aku? Mau tak laporin ke dua Pak Bos ben dipecat?"
"Laporin aja. Toh, saya nggak salah apa-apa."
"Ngegoda Bos Allura bukan sebuah kesalahan buat kamu?" sahut Diani.
"Bukankah setiap orang berhak mencintai siapa pun? Begitu pula saya berhak memiliki perasaan spesial ke Mbak Allura. Kalaupun kalian laporin ke dua Pak Bos. Nggak masalah. Toh, saya juga udah ditolak Mbak Allura."
Saya meletakkan lap meja. Lalu ganti celana memakai sarung. Saya bersiap salat Dzuhur terlebih dahulu.
Ketika saya keluar dari ruang ganti, saya berpapasan dengan Pak Bos Taqi. Dia masuk ke ruang ganti, lalu berbicara dengan karyawan A2T. Satu hal yang saya rasakan. Firasat saya tidak enak. Pasti akan terjadi sesuatu setelah ini.
***
Deg!
Ada dua orang berbadan kekar dan tatoan depan kos saya. Itu pasti tim Debt. Collector menagih utang saya. Saya tidak menyangka pinjol benar mendatangi rumah peminjam. Saya kira cuma gertak sambal.
Tiba-tiba ada Ibu Kos lewat. "Bu, dua orang itu siapa?" tanya saya memastikan. Siapa tau dua orang itu bukan menagih saya, tapi menagih anak kos yang lain.
"Debt. Collector nyari kamu. Kamu ke mana aja sih?"
Tuh, kan. Benar dugaan saya. Jika seperti ini, jelas saya tidak aman lagi di kos. Akhirnya saya putar balik menuju rumah Rizaldi.
***
"Lo ngapain ke sini?" tanya Rizaldi begitu dia pulang.
"Ichal, saya beberapa hari nebeng kosmu dulu ya. Soalnya di kos saya mulai tidak aman. Ada Debt. Collector mulai ngejar saya sampai ke kos."
"Ya itu derita lo. Siapa suruh ngutang. Kalau lo nebeng di sini, ntar gue keseret-seret masalah utang lo."
"Kalau gitu tolong pinjamin saya uang buat bayar di Akubokek aja dulu. Cuma lima ratus ribu."
"Dih, ogah. Dikira gue pohon duit."
"Tapi kan dulu mamamu pas jatuh, minjem uangnya Mamak saya. Mamak sampai pinjem uang lagi ke orang lain."
"Ya salahin mamakmu lah. Siapa suruh, kere, tapi belagak kaya minjemin orang duit."
Rasanya pengen marah dan meninju dia. Sudah dibantu malah menghina mama saya. Saya mengelus dada mencoba sabar. Gimana pun saya butuh dia sekarang untuk tumpangan tempat tinggal. Sayang jika harus cari kos baru.
"Minta ke bos lo sana. Udah ada perkembangan pedekatenya?" sambungnya lagi.
"Baru jadian ya nggak enak lah tau-tau ngutang. Ntar modus saya kecium."
"Ya pakai strategi dong. Lo pasang muka melas, jual cerita sedih, pasti dia langsung luluh karena nggak tega."
"Gitu? Etapi saya nggak tega."
"Makan tuh nggak tega. Mau utang lunas atau memilih nggak tega?"
"Saya mohon izinkan saya nginep di sini. Sehari aja Besok saya minjem ke Mbak Allura. Selam saya di sini, saya tidur di bawah dan rela kamu suruh-suruh deh."
Aslinya tidak tega, tapi berhubung saya benar lagi butuh sepertinya mau tak mau saya harus mengikuti saran Rizaldi besok.
"Bener nih mau gue suruh-suruh? Hmmm … okelah boleh nginep. Tapi malam ini aja. Besok kudu harus cabut."
Huft. Setidaknya malam ini saya tidak perlu tidur di emperan toko orang atau pelataran masjid.
***
Saya sengaja datang lebih awal tiga puluh menit biar ada waktu mengobrol berdua dengan Mbak Allura.
Tin!
Mbak Allura datang. Pucuk dicinta ulam tiba. Saya langsung memulai aksi, memasang tampang melas dan lesu.
"Loh, Renaldy kok lesu banget pagi ini. Lagi nggak enak badan? Kalau nggak enak badan, cuti aja."
"Nggak kok, Mbak. Cuma lagi ada masalah aja."
Mbak Allura duduk di depan saya dengan memandangi saya serius. "Masalah apa? Coba cerita. Siapa tau bisa bantu."
"Duh, saya tidak enak ngomongnya." Saya ragu mau bilang atau tidak. Saya tarik napas lalu embuskan perlahan.
"Udah bilang aja. Semua karyawan di sini kalau ada masalah apa pun cerita ke saya kok."
"Jadi gini, saya lagi diteror Debt. Collector pinjol sampai ke kos. Sumpah, saya takut banget."
"Kamu utang ke pinjol? Berapa? Terus buat apa?"
"Pas di kampung, Mamak saya sakit-sakitan. Jadi saya terpaksa minjem ke pinjol buat biaya berobat dan kebutuhan sehari-hari."
Mbak Allura sepertinya kemakan ekspresiku. "Berapa?"
"Nggak banyak kok. Enam ratus ribu aja. Jika Mbak Allura berkenan minjemin, saya janji bakal bayar pas gajian. Langsung potong pas gajian."
Mbak Allura berpikir keras. Dia mengambil HP-nya. Kayaknya cek saldo di Mbanking dulu. "Oke. Nanti saya transfer."
Wajah saya segar lagi. Saya tidak menyangka, begitu cepat Mbak Allura mengabulkan permohonan saya.
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)