"Ichallll … bangun dong! Saya butuh bantuan kamu."
Sebelum berangkat kerja ke A2T Cafebook, saya mampir ke kos Rizaldi dulu. Saya panik. Pak Bos dan semua karyawan sudah mulai curiga dengan status palsu saya di CV.
Saya lihat sekeliling kos Rizaldi lumayan mewah. Ada AC, meja, lemari dan kamar mandi di dalam. Sejatuh-jatuhnya keluarga Rizaldi, tapi tidak semiskin keluarga saya.
Rizaldi menggeliat serta mengucek matanya. "Apa sih? Berisik banget!"
"Saya butuh bantuanmu."
"Bantuan apa sih jadi lu pagi-pagi banget ke sini?" gerutunya dengan mata terpejam.
Saya duduk di sebelahnya. Lalu mulai bercerita awal mula menuliskan CV yang dihiperbola agar terlihat keren serta cepat diterima. Cerita berlanjut kejadian kemarin para bos dan karyawan memojokkan saya.
Mata Rizaldi yang tadi terpejam langsung terbuka lebar. "What? Serius lo ngaku dosen di CV?"
Saya mengangguk.
"Duh, bego banget sih. Nggak mikir efeknya. Kalau ngibul mbok yo pinteran dikit."
Heh? Dia nggak sadar, saya kayak gini efek terlalu sering direndahkan keluarganya. Saya diam saja. Sekarang lagi butuh bantuannya.
"Terus saya harus gimana?"
"Bos utama di tempat lo kerja itu yang cewek atau cowok?"
"Cewek. Dua cowok itu mantannya Allura. Mereka nurut Allura."
"Berarti lo mesti naklukkin Allura. Kalau Allura ngebucin ke lo, mereka nggak bisa berbuat apa-apa."
"Caranya?"
Rizaldi mengacak rambutnya. "Lo cupu amat sih jadi cowok, masa nggak ngerti cara naklukkin cewek?" Dia menguap lebar. "Nih, gue kasih tau ya kasih perhatian full, selalu ada buat dia saat butuh, lo sering curhat kisah sedih lo buat mancing rasa iba bos itu, kalau perlu lo keluar modal buat kasih hadiah dan terakhir, lo cabut dari kosan gue. Buruan ke tempat kerja lo biar tuh cewek menilai lo sebagai karyawan terrajin."
"Gitu ya? Ya udah saya berangkat kerja dulu."
"Bye. Jangan lupa tutup pagar kosnya."
Saya keluar dari kos Rizaldi.
***
Saya kaget Mbak Allura menghampiriku.
"Kamu sibuk nggak?"
"Nggak sih. Kenapa, Mbak?"
"Boleh minta tolong bikinin banner infor kelas antologi senandika? Soalnya kata Adrish kamu di CV bilang jago manage Instagram biar rame dan rapi."
Saya berdehem. Sial, Pak Adrish menambah beban kerjaan saya aja. Sengaja banget ingin menunjukkan kemampuan saya. Padahal di CV itu saya asal masukkan keahlian, biar terlihat keren aja.
"Baik, Mbak. Syarat dan ketentuannya apa aja ya?"
Ya, saya tidak bisa menolak permintaan Mbak Allura. Nanti gampang desainnya memakai template Canva saja.
"Nanti gue WA lu tulisin syarat dan ketentuan info kelas antologi senandikanya."
"Siap, Mbak. Saya permisi ke belakang dulu."
***
Saya terheran-heran soalnya A2T Cafebook ramai sekali. Banyak kamera. Saya mencoba menerobos kerumunan. Seketika berbinar melihat Leci Seira. Selebgram spesial mukbang. Dia lebih imut daripada di Instagram.
"Assalamualaikum semuanya. Kembali lagi bareng Seira Asa. Kali ini saya kembali ke A2T Cafebook, mau nyoba menu terbaru mereka. So, pantengin sampai habis ya."
Aruna menyajikan menu baru ke depan Leci Seira. "Wah, Samyang level 20 toping Telor, Cumi, Udang."
Dia menghidu aromanya dulu. "Hmmm … baunya aja udah bikin ngiler, Gaes."
Leci mulai mencicipi menu Samyangnya. "Sumpah, enak banget. Bumbunya itu pas di lidah, beda dari Samyang-samyang yang lain. Mana pedesnya itu nggak maksa. Yang penasaran buruan deh ke A2T Cafebook sekarang juga. Lokasinya di Yogyakarta deket Teras Malioboro. Menu ini hanya ada di Hari Jumat loh."
"Oh iya, mulai sekarang A2T Cafebook bukan cuma bisa makan, minum dan minjem buku doang loh. Bisa jadi wadah penulis pemula buat belajar menulis. Kebetulan banget A2T Cafebook mengadakan kelas antologi senandika, alhamdulillah saya jadi mentornya. Bagi kalian yang ingin belajar senandika atau ingin satu buku dengan saya, buruan daftar kelasnya. Swipe up ya."
Seketika muncul bayangan betap indahnya kalau saya bisa pacaran dengan Leci. Selalu makan enak, terkenal, otomatis utang saya cepat lunas. Jadi kalau ditendang dari kafe ini nggak masalah.
Ajaibnya satu per satu berdatangan pembeli di kafe ini. Hingga tiba-tiba full.
"Oiiii … Renaldy. Ngapain kamu bengong. Bantu akulah layanin pembeli!" teriak Aruna.
Bayangan jadi pacar Leci buyar dihantam kenyataan harus kerja. Sambil melayani pembeli, mata saya hanya tertuju ke Leci. Dia sedang berpelukan dengan Mbak Allura. Sepertinya dia mau pulang. Buru-buru saya menghampiri Leci.
"Maaf Mbak Leci, saya fans berat Mbak Leci. Selalu mantengin live mukbang Mbak Leci. Boleh minta nomor Mbak Leci nggak?"
Dia mengernyit heran. "Duh, saya buru-buru nih. Kamu minta ke Allura aja ya."
Dia pun berlari pergi. Takut dikejar fans.
Yah, gagal dapat nomor Leci.
***
Saya sibuk mengelap meja-meja kotor. Seketika saya melihat Mbak Allura di depan laptop dengan ekspresi panik sambil menelepon seseorang. Sesaat dia terlihat semakin panik. Saya pun menghampirinya.
"Ada apa ya Mbak Allura? Saya liat Mbak lagi panik?"
"Iya nih, laptopku tiba-tiba nggak mau nyala. Kenapa ya? Mana saya telepon Adris dan Taqi, nggak ada yang angkat."
"Bentar, saya lihat dulu."
Saya geser laptopnya Mbak Allura, lalu sok mikir keras. Iseng klik tombok on bersamaan dengan tombol F1. Cling. Laptonya langsung menyala.
Wajah Mbak Allura berbinar. "Hore… nyala. Kamu apain tadi langsung bisa gini?"
"Itu hasil belajar di SMA."
"Berkat kamu saya hari ini bisa posting tiga bab awal di AT Menulis. Hari ini pendaftaran terakhir. Makasih banget ya."
"Sama-sama. Saya balik kerja ya."
"Tunggu. Kamu di sini aja dong. Lagi sepi juga kan? Saya mau nanya-nanya tentangmu lagi buat perkuat karakter novel saya."
"Nanya apa ya, Mbak?"
"Ceritain dong kisahmu dari kecil sampai jadi dosen gitu. Terutama di kampung."
Yes. Masuk umpan saya. Saya duduk di sebelah Mbak Allura.
"Saya dari kecil selalu diremehkan orang-orang terutama keluarga sendiri. Mamak sudah janda sejak saya umur lima tahun. Dari awal Mamak dan Bapak menikah karena silariang, nggak direstui keluarga Bapak gegara status sosial Mamak yang miskin."
Selanjutnya bercerita sesuai arahan Rizaldi yang katanya fokus menjual kisah sedih untuk memancing rasa iba Mbak Allura.
"Ya ampun, kisahmu nyesek banget. Saya salut kamu bisa bertahan, berjuang sampai sekarang bisa sukses dosen."
Saya tersipu malu. "Ah, Mbak bisa aja. Saya belum sesukses Mbak Allura."
***
Usaha saya mendekati Mbak Allura selama satu minggu ini berhasil. Terlebih Pak Bos Adrish pulang ke Kalimantan buat urus sekolah mamanya dan Taqi sibuk lembur di rumah sakit. Alhasil, tidak sempat ke kafe.
Selama mereka tidak ada, Mbak Allura sering cerita soal apa pun. Baik tentang kafe maupun pribadi. Apakah dia mulai nyaman dengan saya?
"Mbak Allura, saya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi …" Saya sengaja menggantungkan kalimat biar dia penasaran. "Tapi saya malu dan takut dicap lancang serta tidak tahu diri oleh yang lain," lanjut saya.
"Mau menyampaikan apa? Udah, bilang aja. Nggak usah sungkan," jawabnya santai. Mata Mbak Allura terus terpaku ke laptopnya seraya mengetik novelnya.
"Saya mencintai Mbak Allura. Mbak Allura mau nggak jadi pacar saya?"
Dia langsung menghentikan aktivitasnya mengetik novel. "Hah? Aku nggak salah denger kan? Kita kan baru kenal."
"Mbak memang baru mengenal saya. Namun, saya sudah lama mengagumi Mbak. Saya selalu setia ngeliat status-status Mbak di Story Instagram. Maaf banget kalau terkesan lancang dan nggak tau diri. Saya hanya menyampaikan isi hati. Jika Mbak nggak berkenan, anggap ucapan tadi nggak pernah ada."
Saya langsung kabur. Takut ditolak mentah-mentah dan dipergoki karyawan A2T Cafebook. Bisa mati saya diledekin sama mereka.
Benar saja, begitu saya menuju dapur, sudah ada Imel yang berkacak pinggang. "Wah, gila. Nyalimu gede tenan wani nembak Bu Bos. Tak laporin dua Pak Bos kapok."
Karena suara Imel nyaring banget, karyawan yang lain pada berdatangan. "Hah? Serius Renaldy nembak Bu Bos Allura?"
Wajah saya memucat. "Mbak-mbak yang ada di sini, saya mohon banget jangan kasih tau Pak Bos Adrish dan Pak Bos Taqi ya." Saya menangkup dua tangan disertai wajah memelas.
Seluruh karyawan A2T Cafebook saling berpandangan. "Kami sih bisa aja jaga rahasiamu. Asal kamu nurut apa yang kami perintahkan. Iya, nggak, Mel?" timpal Diani tersenyum licik.
Satu kata buat saya, mampus. Hari-hari selanjutnya mereka pasti memeras dan memperlakukan saya seenaknya.
Sukses, Mbak Arini
Comment on chapter Chapter 1 (Kinari Allura)