Loading...
Logo TinLit
Read Story - Call Me if U Dare
MENU
About Us  

Ketika Delta menatap jendela kelas XI MIPA 4 yang berdebu, Lika muncul dari balik pintu dengan wajah masam. Cewek itu bertubuh mungil dan berpakaian rapi. Rambut panjangnya berwarna hitam legam, tanpa ada ikal-ikal kecil sama sekali dan dibiarkan tergerai. Semua itu tampak selaras dengan wajahnya yang kecil.

Beberapa meter di belakang, ada seorang cowok menatap Delta penuh selidik. Cowok itu bersandar ke tembok kelas, terlihat santai tetapi memantau dengan tajam. Delta mengabaikan keberadaannya dan melirik Lika. Cewek itu berdiri tanpa niat memulai percakapan.

Delta mengulurkan tangan. "Gue Delta."

Lika melirik tangan Delta lalu menatapnya lekat-lekat. Cewek itu mengatur napas sebagai teknik mempersiapkan diri. "Tahu," katanya judes.

Delta menyipit, melirik uluran tangannya yang tidak dibalas. Cowok itu menatap wajah sinis Lika. Dua detik berikutnya, sudut bibir cowok itu terangkat sinis, ikut serta mencemooh.

Alis Lika menukik dan pandangannya semakin tajam. Jelas tidak suka atas kedatangan Delta. Meski begitu, Delta tidak peduli. Lika harus setuju dengan tawaran yang akan diajukannya. Harus.

Sejak keluar dari ruang kesiswaan tadi, Delta memberi jeda satu jam untuk menemui Lika. Dia sengaja melakukan hal tersebut agar cewek itu mendengar gosip tentangnya yang tidak bersalah. Namun, melihat respons cewek itu sekarang, Delta punya dua spekulasi. Pertama, cewek itu belum mendengarnya. Kedua, cewek itu tidak mempercayainya. Jadi, Cowok itu mengangkat bahu dan merubah gestur tubuhnya agar terlihat santai. Dia meyakinkan Lika. "Gue nggak mencuri ponsel lo," katanya penuh penekanan.

Lika tidak terpengaruh dengan gestur tubuhnya. Tubuh cewek itu masih tegap seperti patung. Suaranya dingin saat berkata, "Kenapa gue harus percaya?"

Delta membalas ucapannya dengan santai. "Karena kesiswaan menyatakan gue nggak bersalah."

Lika mencebikkan bibir. "Lo bisa saja lepas dari kesiswaan. Tapi mungkin sebenarnya lo si pelaku."

"Kenapa lo masih mengira gue pelakunya?" tantang Delta.

"Karena lo terekam kamera CCTV di tempat kejadian," katanya tegas. "Lo juga buang ponsel gue sampe retak layarnya."

"Menemukan bukan berarti mencuri," tegas Delta.

Lika mendelik. "Tuh, kan, lo lagi ngeles. Gue heran kenapa kesiswaan percaya kalau lo bukan pelakunya?"

Delta tersentak dan cepat-cepat mengendalikan diri. Jawaban dari pertanyaan itu tidak boleh ada yang tahu. "Karena mereka meneliti dengan detail," kilahnya.

"Oh ya?" cibir Lika.

Delta mengangkat bahu. "Iya," katanya. Tidak berniat berdebat dengan Lika lebih banyak. Delta bahkan tidak berbicara apa pun lagi walau Lika mengangkat satu alisnya. Cowok itu ingin tahu apakah Lika mau bertindak sebagai pembuka pembicaraan atau tidak. Ketika dua detik berlalu dalam keheningan dan Delta hendak menyimpulkan jawaban tidak, cewek itu akhirnya bersuara, "kenapa lo ke sini?"

Delta tersenyum puas. "Kita nggak mungkin terlibat urusan kecuali tentang kasus ponsel lo yang hilang,"

Lika mendelik dan mengangkat ponsel di tangannya. "Sudah ketemu."

Delta mundur selangkah. Segera menelan saliva untuk menenangkan diri, lalu berkata dengan santai, "Bagus," katanya, "kalau begitu sekarang saatnya menemukan si pelaku."

Lika menyipitkan mata. Agak diam beberapa saat. Kepalanya mengolah ucapan Delta kemudian mendengus, "Lo ngomong apa, sih? Jangan berbelat-belit, deh. Apa tujuan utama lo ke sini? To the point aja."

Gestur santainya hilang. Delta menatap cewek itu serius. "Lo harus bantu gue temuin si pelaku."

"Hah?"

Delta mengabaikan mata terbelalak Lika dan kembali menegaskan. "Lo dan gue harus menemukan si pelaku."

Lika mengerjap lalu mengibaskan tangan. "Kenapa harus gue?" pekiknya. "Ogah!"

Delta menyipitkan mata curiga. "Lo nggak mau tahu si pelaku?"

Lika mengangguk dengan tegas. "Iya."

"Kenapa?"

"Nggak mau aja! Jangan paksa gue!"

Setelah respons histeris Lika, suasana hening sejenak. Delta melirik jendela kelas sudah dipenuhi mata-mata yang ingin tahu. Mereka segera bersembunyi saat ketahuan. Cowok di belakang Lika sudah berdiri tegap. Ekspresinya siap siaga. Dia mendekat beberapa meter tetapi, membiarkan Lika tetap berbicara lebih jauh dengan Delta.

Mendapat perilaku semacam ini, Delta mengangkat bahu. Ekspresi seriusnya kembali hilang diganti ekspresi santai. Kalau dia mamaksa Lika, yang didapatkannya hanya masalah. Dia harus membuat Lika setuju melalui jalur aman. "Lo aneh," katanya kemudian.

Lika mengernyit. "Maksudnya?"

"Korban biasanya ingin tahu siapa si pelaku dan memakinya sampai puas."

Lika terdiam. Seolah baru sadar akan satu kesalahan. Cewek itu hendak bersuara. Bibirnya sudah terbuka tetapi kembali tertutup. Dia tidak mengatakan apa-apa. Kedua tangannya saling memilin. Bola matanya menatap ke sana kemari. Dia akhirnya menatap ke belakang kepala Delta tanpa mengatakan apa pun.

Delta melihat gerak-gerik Lika, dan menyimpulkan, "Lo nggak normal."

Mata Lika membulat. Apa Delta tahu? Apa barusan omongan gue putus-putus? Milka menahan napas. Bibirnya gemetar dan segera ditutupi dengan lumatan singkat. "Maksud lo?"

"Gue heran kenapa lo nggak mau tahu si pelaku dan menangkapnya. Kenapa lo mencabut laporan soal pencurian ini ke kesiswaan? Kenapa lo kayak ketakutan kalau gue ajak mencari si pelaku? Lo mungkin—“

"Oke," pekik Lika. Dia memejamkan mata lalu berbisik pelan, "ayo temukan si pelaku."

Delta berhenti berbicara lalu mengangkat satu alis. "Apa?" tanyanya meminta Lika kembali menegaskan.

Cewek itu terdiam lagi. Frekuensi pilinan di jemarinya semakin cepat sampai kulitnya memerah. Dia berpikir sangat lama—mungkin setengah menit—sampai akhirnya berkata, "Gue mau bantu lo cari si pelaku."

Delta tersenyum miring. "Bagus."

Lika menelan saliva. "Jadi, gue sekarang harus apa?"

"Jelasin ke gue gimana kondisi dan posisi lo saat ponsel lo hilang."

Lika tidak langsung menjawab. Dia berbalik, menatap cowok yang menungguinya lalu mengangkat tangan. Memberi sebuah kode. Saat kembali menatap Delta, dia menunjuk kursi panjang di samping kelas.

"Duduk di sana."

Delta menurut dan duduk di bangku itu. Mereka duduk bersebelahan. "Jadi?"

Lika menatap Delta serius. "Sebelum jawab, gue boleh tanya?"

"Ya?"

"Kenapa lo yang harus cari si pelaku? Lo, kan, bukan pelakunya? Lo juga sudah bebas dari tuduhan."

Delta mendesah. "Karena kalau enggak, orang lain akan tetap menuduh gue."

"Kalau lo gagal menangkap si pelaku?" Lika menatap wajah Delta lekat-lakat. Seolah sedang mencari senjata di wajah cowok itu.

Delta menerawang sejenak sebelum berkata, "Kehidupan SMA gue bisa hancur."

Lika tersenyum miris, lalu memalingkan muka. Ternyata Delta sama sepertinya. Kalau pelaku pencurian ponsel tertangkap, hidup gue juga bisa hancur.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tembak, Jangan?
263      220     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
God's Blessings : Jaws
1883      857     9     
Fantasy
"Gue mau tinggal di rumah lu!". Ia memang tampan, seumuran juga dengan si gadis kecil di hadapannya, sama-sama 16 tahun. Namun beberapa saat yang lalu ia adalah seekor lembu putih dengan sembilan mata dan enam tanduk!! Gila!!!
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
127      100     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Laci Meja
500      338     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
I'il Find You, LOVE
6219      1697     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
Penantian
4111      1750     16     
Romance
Asa. Jika hanya sekali saja, maka...
Man in a Green Hoodie
5092      1261     7     
Romance
Kirana, seorang gadis SMA yang supel dan ceria, telah memiliki jalan hidup yang terencana dengan matang, bahkan dari sejak ia baru dilahirkan ke dunia. Siapa yang menyangka, pertemuan singkat dan tak terduga dirinya dengan Dirga di taman sebuah rumah sakit, membuat dirinya berani untuk melangkah dan memilih jalan yang baru. Sanggupkah Kirana bertahan dengan pilihannya? Atau menyerah dan kem...
Luka atau bahagia?
5030      1458     4     
Romance
trauma itu sangatlah melekat di diriku, ku pikir setelah rumah pertama itu hancur dia akan menjadi rumah keduaku untuk kembali merangkai serpihan kaca yang sejak kecil sudah bertaburan,nyatanya semua hanyalah haluan mimpi yang di mana aku akan terbangun,dan mendapati tidak ada kesembuhan sama sekali. dia bukan kehancuran pertama ku,tapi dia adalah kelanjutan dari kisah kehancuran dan trauma yang...
Havana
886      450     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
Tersembunyi
824      508     4     
Horror
Menceritakan pertualangan seorang anak dengan temannya menelusuri gedung sekolah yang banyak menyimpan misteri yang belum terpecahkan dan terjebak dalam dimensi lain.