Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bus dan Bekal
MENU
About Us  

Mentari baru saja menceritakan kejadian dirinya bertemu Raka saat di perpustakaan tadi pada Angel. Sekarang sudah jam pulang. Namun, kedua cewek itu sengaja menunda kepulangan mereka karena Mentari ingin menceritakan kejadian dengan Raka itu. Di kelas tersebut tinggal mereka berdua.

‘’Menurut lo gimana, Ngel? Apa sih maksud Raka itu?”

Angel mengembuskan napas panjang dulu sebelum menggeleng. “Gue bingung deh kalo sama dia ini. Dia itu nggak jelas banget. Dia punya dugaan kalo kalo Satria bohong, tapi buktinya nggak ada. Kalo Cuma yang Satria nggak cerita yang dia ngerokok ke elo sih nggak bisa dijadiin dugaan, Ri.”

“Iya, makanya itu. Cuma gue ngerasa, lama-lama Raka itu kayak mau nyampein sesuatu ke gue.’’ Mentari mengungkapkan perasaannya.

‘’Mau nyampein apa?’’ Angel bertanya dengan kening berkerut tajam.

‘’Sesuatu yang dia tau?’’

Angel menjadi bertambah bingung. Ia menegakkan badannya sambil memosisikan diri menghadap sepenuhnya pada Mentari. Kerutan di kening cewek itu semakin kentara.

‘’Kenapa dia punya kemungkinan tau?’’ tanya Angel.

‘’Karena dulu dia sama Satria pernah temenan.’’

‘’Dulunya itu kapan, Ri? Kayaknya udah lama banget dan mereka juga nggak deket-deket amat.’’

Mentari tidak bisa menjawab pertanyaan kapan tepatnya Raka dan Satria pernah berteman. Ia diam dengan wajah bingung dengan banyak dugaan dan kecurigaan yang ada di kepalanya. Hal itu membuat ia merasa ada pintalan benang kusut di dalam otaknya.

“Jadi, menurut lo, Raka itu cuma mau ngesasut lo biar curiga sama Satria, apa emang mau nyampein sesuatu yang dia tau ke lo?”

Mentari tidak langsung menjawab. Ia diam sambil berpikir selama beberapa saat. “Kalo cuma mau ngehasut gue, kayaknya usaha dia terlalu besar, deh. Jadi gue merasa kalo dia itu mau nyampein sesuatu di balik kata-katanya itu.’’

‘’Apa?’’ tanya Angel sambil mengangkat alisnya.

‘’Kemungkinan kalo Satria bohong.’’

‘’Lo percaya?’’

‘’Nggak, cuma hal itu nggak bisa gue abaiin.’’

Tanpa kedua cewek itu ketahui, sejak beberapa menit yang lalu Satria sudah ada di ambang pintu kelas. Posisi keduanya yang tidak menghadap ke sana membuat mereka tidak menyadarinya. Mereka baru sadar saat mendengar langkah kaki Satria ke bangku cowok itu.

Mentari menatap terkejut Satria yang duduk di kursinya dengan ekspresi wajah datar. Ia memanggilnya. Namun, cowok itu diam saja. Mentari menoleh pada Angel yang langsung menggelengkan kepala, langsung tahu apa yang maksud tatapan temannya itu padanya. Apakah Satria mendengar apa yang mereka bicarakan tadi?

“Kukira kamu udah pulang,” kata Mentari. Ia gelisah dengan kebisuan Satria. Apa yang dirasakan cowok itu jika mendengar apa yang tadi ia dan Angel bicarakan?

Mentari terus menatap Satria sampai akhirnya cowok itu bangkit dari bangkunya dan berjalan keluar kelas. Tidak salah lagi, pasti cowok itu mendengar pembicaraannya dengan Angel tadi. Mentari menyusul dan memanggilnya, tetapi Satria terus berjalan dan menulikan pendengaran. Bahkan sampai memasang earphhone di telinganya.

‘’Sat, tolong berhenti dulu,’’ pinta Mentari untuk entah yang keberapa kalinya. Ia sampai menarik baju Satria supaya cowok itu berhenti.

Satria akhirnya mau berhenti dan menatap Mentari. Tatapannya dingin, benar-benar tatapan yang belum pernah Mentari lihat sebelumnya.

‘’Jadi, menurutmu aku bohong?’’ tanyanya.

‘’Nggak.”

“Terus?”

“Ya, aku lagi nyari tau maksud omongan Raka tuh apa.’’

‘’Dengan menyimpan dugaan sementara kalo aku bohong?”

“Nggak. Nggak gitu.” Mentari menggeleng. ‘’Aku bukannya percaya sama omongan Raka, Sat.”

Satria mengembuskan napas keras. Ia menggelengkan kepala seolah tak habis pikir, lalu berbalik dari Mentari dan mulai berjalan pergi lagi. Kali ini langkahnya lebih cepat. Ia sampai menepis tangan Mentari saat cewek itu meraih lengannya.

“Kalo nggak percaya, seharusnya kamu nggak perlu punya dugaan aku bohong kayak Raka.’’ Satria mengatakan itu tanpa berhenti berjalan. Di sampingnya, Mentari mati-matian menjajari langkahnya.

‘’Iya, nggak, Sat.’’

Satria tiba-tiba berhenti berjalan. Di sampingnya Mentari juga ikut berhenti. Terdengar deru napas keduanya yang memburu karena berjalan cepat barusan. Satria menghadap Mentari, menatap wajah cewek itu.

 ‘’Tapi tadi kamu bilang ada kemungkinan aku bohong.’’

“Tapi kan aku nggak percaya gitu aja,” balas Mentari.

“Padahal aku udah bilang dari awal kan, Ri. Aku udah bilang sama kamu. Aku juga udah buktiin kalo aku nggak salah, dan udah terbukti. Tapi kenapa kamu malah kayak gini? Kita tadinya mau nyari pelakunya bareng, kan? Terus kalo kamu malah nyurigai aku, jadinya gimana?’’

Mentari bingung harus menjawab apa. Ia hanya mampu membalas tatapan Satria dalam diam.

Satria kembali membalikkan badannya dari Mentari. Kakinya mulai melangkah meninggalkan Mentari yang masih terdiam di tempatnya. Semakin lama langkahnya semakin cepat, hingga akhirnya sosoknya tak dapat lagi dilihat oleh Mentari karena ia berbelok dari lorong kelas itu.

Mentari menghapus air matanya yang turun ke pipi dengan punggung tangan. Ia merasa pikirannya sekarang seperti benang kusut yang sulit diurai. Dirinya seolah disesatkan oleh dugaan-dugaan yang tak terpikirkan akan ia duga sebelumnya.

Rasa bersalah pada Satria menggerogoti hatinya. Kini ia menyesal telah menduga hal yang buruk pada Satria. Ia menyesal termakan omongan Raka. Ia menyesal tidak mencari tahu maksud omongan Raka dulu dan malah membuat dugaan sendiri. Sekarang ia baru sadar, yang patut dicurigai di sini adalah Raka. Mungkin cowok itu bukan pelakunya, tetapi mungkin ia tahu sesuatu tentang seseorang yang menjebak Satria.

“Ri.” Angel yang diam-diam menyusul Mentari dan Satria menghampirinya. Cewek itu menggandeng lengan Mentari untuk duduk di teras depan kelas itu.

“Kalo jadi Satria, gue juga bakal marah banget sama lo,’’ ujar Angel beberapa saat setelahnya. Ia menunggu raut wajah Mentari lebih tenang, tidak lagi menangis lagi dulu sebelum berbicara.

‘’Iya, gue salah,’’ aku Mentari. ‘’Gue kurang mikir. Sekarang gue baru sadar,’’ lanjutnya.

‘’Apa?’’

‘’Raka yang seharusnya gue curigain,’’ ungkap Mentari.

‘’ Apa dia yang jebak Satria?’’

‘’Mungkin dia. Tapi kalo bukan dia, mungkin dia tau siapa yang jebak Satria, makanya dia bilang kayak gitu.’’

‘’Tapi kalo dia emang tau siapa yang jebak Satria, kenapa dia sampe seolah ngehasut lo biar curiga sama Satria?”

“Kalo itu, gue nggak tau. Apa karena dia nggak suka sama Satria? Apa karena dia cuma pengen memperumit keadaan? Ya, kalo kayak gitu balik lagi alasannya karena dia nggak suka sama Satria, sih.’’

Angel memegang kepalanya. Pusing dengan berbagai dugaan yang ada.

“Kalo Raka tau siapa pelakunya, berarti orang itu semacam orang kayak dia, dong. Maksudnya, orang itu nggak suka juga sama Satria juga." Angel mengungkapkan pemikirannya, yang disetujui dengan anggukan oleh Mentari.

“Iyaa,’’ sahut Mentari.

Mereka berdua terdiam sambil berpikir kemudian. Angin sore menerbangkan rambut mereka. Sekolah yang sepi membuat suara sekecil apa pun terdengar jelas di telinga. Keduanya secara bersamaan melihat ke depan saat mendengar suara celoteh orang-orang yang melintas di lapangan.

 

Itu anak-anak member Horizon. Keempat cowok tersebut tengah mengobrol seru dan seolah tidak memperhatikan sekitar. Mentari dan Angel menatap mereka sampai sosoknya hilang di balik gedung kelas.

"Ri, apa lo lagi mikirin apa yang lagi gue pikirin?"

Pertanyaan Angel yang cukup aneh itu membuat Mentari menoleh padanya. Cewek itu tertawa. "Apa sih, Ngel?"

"Lo harus nemuin Raka dan tanya maksud dia sebenernya," usul Angel.

"Oh, iya, kalo itu. Kira-kira dia udah pulang apa belum, ya?"

"Emm, kalo itu gue bener-bener nggak tau." Angel menggeleng. "Lo mau nyari dia sekarang?"

"Iya, belum sore banget juga."

"Mau gue temenin?"

"Nggak usah, deh. Kayaknya lebih mudah juga kalo gue sendirian."

"Oke. Kasih tau gimana nantinya, ya."

"Nggak usah diminta kalo itu, mah." Mentari berdiri, diikuti Angel.

Keduanya berpisah. Angel berjalan menuju gerbang, sedangkan Mentari ke arah ruang musik. Sebenarnya ia tidak tahu harus mencari Raka di mana, karena ia tidak tahu persis tempat nongkrong cowok itu di jika sekolah. Namun, berhubung ia anak band yang biasanya ada di sana, maka itulah tempat yang pertama Mentari datangi.

Ruang musik kosong melompong saat Mentari melongok ke dalamnya. Tak ada satu pun manusia di sana. Mentari menunggu selama beberapa menit siapa tahu ada yang datang. Namun, hasilnya nihil.

Ia memutuskan untuk mendatangi aula dan GSG. Hasilnya sama, ia tidak menemukan Raka. Tempat yang berikutnya didatangi Mentari adalah kelas Raka. XI MIA 1. Dan yang dirinya temukan adalah kekosongan belaka.

Mentari sampai berkeliling sekolah untuk mencari Raka, tetapi ia tetap tidak menemukannya. Sepertinya cowok itu sudah tidak berada di sekolah. Dengan berat hati, karena sebenarnya ia tidak rela menghentikan pencarian, tatapi hari sudah sore, Mentari memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang di dalam bus, ia mengirimkan pesan pada Angel. Mengabarkan apa yang didapatnya sore itu.

Saat tengah berjalan di depan rumah Satria, ia melihat cowok itu sedang menyetandarkan sepeda di pekarangan rumahnya. Mentari berhenti dan pandangan mereka bertemu. Hanya sebentar, dan ia tak menemui wajah ramah Satria seperti biasa.

"Satria!" panggilnya. Namun, Satria mengabaikannya. Cowok itu masuk ke rumahnya dan menutup pintu. Meninggalkan Mentari yang berdiri dengan wajah merah karena menahan tangis. Maaf, ucap Mentari dalam hati.

 

 

***

 

 

"Dia pasti maafin elo, kok, Ri. Percaya deh sama gue." Angel berkata yakin pada Mentari yang berurai air mata pagi ini.

Semalaman Mentari sudah menangis karena perasaan bersalah itu. Satria tidak membalas pesannya, tidak mengangkat teleponnya, tidak juga membukakan pintu saat dirinya mengirimkan  sayur yang dibuat sendiri, dan membiarkan ibu cowok itu yang menerimanya.

Bagaimana kalau ia dan Satria tidak akan berteman lagi? Bagaimana kalau kesalahan dengan membuat dugaan bahwa Satria berbohong itu memutus hubungan mereka selama-lamanya? Membuat hubungan mereka berdua tidak seperti semula lagi. Mentari sungguh tidak mau itu terjadi.

"Yang lain boleh musuhin dan nggak suka gue, tapi lo sama Satria jangan," kata Mentari sambil mengelap air matanya.

"Iya, nggak, Ri," balas Angel menenangkan.

Hal yang membuat Mentari semakin sedih adalah Satria tidak berangkat hari ini tanpa ada keterangan. Apa yang terjadi dengan cowok itu? Apakah dia sakit? Atau tidak ingin berangkat karena malas belajar seperti biasanya? Atau karena tidak mau bertemu orang-orang termasuk dirinya?

"Ini bukan pertama kalinya dia masuk tanpa ada keterangan yang jelas, kan? Nggak usah mikir aneh-aneh. Mungkin dia lagi males aja." Angel mencoba berpikir positif.

"Males ketemu gue?" duga Mentari dengan sedih.

"Nggak ...." Angel menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bingung mau merespon apa lagi.

Baiklah, sudah cukup Mentari menangisi keadaan ini. Waktunya kembali mencari pelaku yang menjebak Satria, yang mana petunjuknya kemungkinan besar ada di Raka. Pencariannya mencari Raka di sekolah dilanjutkan hari itu juga. Namun, sayang sekali, ternyata Raka tidak masuk sekolah.

Tak habis akal, Mentari meminta nomor WhatsApp Raka pada salah satu teman sekelasnya. Ia langsung mengirimkan pesan pada cowok itu begitu mendapatkan nomor. Tak juga kunjung dibalas. Kemudian, walaupun merasa tidak sopan, Mentari memutuskan meneleponnya, tetapi tidak juga diangkat.

"Padahal lagi on, tapi nggak diangkat!" seru Mentari. Ia barusan menelepon Raka untuk entah yang ke berapa kalinya, dan mengirimkan pesan-pesan bahwa itu dirinya dan bilang bahwa mereka harus bicara.

"Coba gue yang ganti chat sama telepon." Angel memberikan ide yang langsung disetujui oleh Mentari.

Namun, hal yang sama juga terjadi pada Angel. Baik pesan maupun telepon tidak ada yang direspon oleh Raka, padahal ponsel cowok itu sedang aktif.

 

"Gimana?" tanya Angel, meminta pendapat apa langkah selanjutnya.

"Ya udah, nanti lagi aja, deh."

Mereka berdua sampai menunggu di sekolah hingga sore, karena kata teman-teman satu band Raka cowok itu akan datang untuk latihan di ruang musik. Namun, batang hidung Raka tak juga kelihatan sampai teman-teman satu band-nya pulang.

Mentari tahu betul kalau menunggu itu sungguh tidak enak dan terkadang menyiksa. Namun, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan p hari itu adalah menunggu. Menunggu Raka mengangkat balik atau membala pesannya, dan menunggu balasan permintaan maafnya pada Satria.

 

 

***

 

Esok harinya, Satria masuk sekolah dan hal itu cukup membuat Mentari senang, walaupun cowok itu masih marah padanya. Pesannya tidak dibalas begitu juga dengan sapaannya. Sepertinya juga Satria tidak berangkat naik bus karena Mentari tidak melihatnya di kendaraan itu.

Benar-benar sepertinya, cowok itu malas bertemu dengannya. Sedih sekali memikirkan hal itu. Namun, Mentari tidak bissa berlarut-larut di sana. Ia harus terus bergerak untuk mencari pelaku yang telah menjebak Satria.

Jelas hari itu Mentari kembali mencari Raka di sekolah, dengan catatan bahwa pesan maupun teleponnya tidak dibalas dan diangkat. Rasa ingin berteriak langsung menghinggapi hatinya saat tahu lagi-lagi Raka tidak masuk sekolah. Keterangan yang cowok itu kirimkan ke sekolah bahwa ia izin karena ada suatu urusan.

"Kemarin dia izinnya juga gitu?" tanya Mentari pada salah satu teman sekelas Raka.

Cowok itu mengangguk. "Dia izin buat tiga hari," paparnya.

"Oh," sahut Mentari. Kenapa ia baru diberi tahu sekarang? Padahal cowok itu jugalah yang kemarin memberitahunya. Ah, ia juga tidak bertanya.

"Maaf, lupa ngasih tau kemarin." Seolah bisa membaca pikiran Mentari, cowok tersebut berkata seperti itu.

"Iya, nggak papa. Makasih banyak, ya," ucap Mentari, kemudian berlalu dari sana. Namun, tak lama kemudian ia kembali ke kelas itu lagi untuk menanyakan sesuatu.

"Dia bilang ada urusan apa?" tanya Mentari pada cowok yang sama.

"Nggak."

"Oke, makasih."

 

Mentari pikir kalau Raka memberi tahu seseorang kenapa ia tidak berangkat, orang itu adalah teman-teman dekatnya. Ia kembali lagi ke kelas Raka padahal sudah berlalu dari sana. Cowok yang tadi ditanyainya sampai menatapnya dengan heran saat Mentari lagi-lagi memanggilnya.

"Temen-temen deket Raka di kelas ini siapa?" tanya Mentari.

"Dia deket sama temen-temen satu band-nya. Ya, anak kelas ini juga. Banyak, sih, dari kelas lain pun ada. Tapi ya gue susah ngasih tau satu-satu."

Sembari mendengarkan, Mentari melirik ke dalam kelas. Tak ada satu pun member Xamei di sana.

"Oh, oke. Makasih banyak, ya." Kali ini, Mentari benar-benar pergi dari sana, untuk mencari member Xamei yang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Lalu, Bagaimana Caraku Percaya?
140      108     0     
Inspirational
Luluk, si paling alpha women mengalami syndrome trust issue semenjak kecil, kini harus di hadapkan pada kenyataan sistem kehidupaan. Usia dan celaan tentangga dan saudara makin memaksanya untuk segera percaya bahwa kehidupannya segera dimulai. "Lalu, bagaiamana caraku percaya masa depanku kepada manusia baru ini, andai saja jika pilihan untuk tak berkomitmen itu hal wajar?" kata luluk Masal...
Between Earth and Sky
1978      571     0     
Romance
Nazla, siswi SMA yang benci musik. Saking bencinya, sampe anti banget sama yang namanya musik. Hal ini bermula semenjak penyebab kematian kakaknya terungkap. Kakak yang paling dicintainya itu asik dengan headsetnya sampai sampai tidak menyadari kalau lampu penyebrangan sudah menunjukkan warna merah. Gadis itu tidak tau, dan tidak pernah mau tahu apapun yang berhubungan dengan dunia musik, kecuali...
Memorieji
7703      1622     3     
Romance
Bagi siapapun yang membaca ini. Ketahuilah bahwa ada rasa yang selama ini tak terungkap, banyak rindu yang tak berhasil pulang, beribu kalimat kebohongan terlontar hanya untuk menutupi kebenaran, hanya karena dia yang jadi tujuan utama sudah menutup mata, berlari kencang tanpa pernah menoleh ke belakang. Terkadang cinta memang tak berpihak dan untuk mengakhirinya, tulisan ini yang akan menjadi pe...
Story of April
2530      901     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Between the Flowers
740      410     1     
Romance
Mentari memilih untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai sekretaris saat seniornya, Jingga, begitu menekannya dalam setiap pekerjaan. Mentari menyukai bunga maka ia membuka toko bersama sepupunya, Indri. Dengan menjalani hal yang ia suka, hidup Mentari menjadi lebih berwarna. Namun, semua berubah seperti bunga layu saat Bintang datang. Pria yang membuka toko roti di sebelah toko Mentari sangat me...
After Feeling
5875      1888     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Bintang Sang Penjaga Cahaya
73      66     2     
Inspirational
Orang bilang, dia si penopang kehidupan. Orang bilang, dia si bahu yang kuat. Orang bilang, dialah pilar kokoh untuk rumah kecilnya. Bukan kah itu terdengar berlebihan walau nyatanya dia memanglah simbol kekuatan?
Perhaps It Never Will
5981      1733     0     
Romance
Hayley Lexington, aktor cantik yang karirnya sedang melejit, terpaksa harus mengasingkan diri ke pedesaan Inggris yang jauh dari hiruk pikuk kota New York karena skandal yang dibuat oleh mantan pacarnya. Demi terhindar dari pertanyaan-pertanyaan menyakitkan publik dan masa depan karirnya, ia rela membuat dirinya sendiri tak terlihat. William Morrison sama sekali tidak pernah berniat untuk kem...
Sekotor itukah Aku
405      307     4     
Romance
Dia Zahra Affianisha, Mereka memanggil nya dengan panggilan Zahra. Tak seperti namanya yang memiliki arti yang indah dan sebuah pengharapan, Zahra justru menjadi sebaliknya. Ia adalah gadis yang cantik, dengan tubuh sempurna dan kulit tubuh yang lembut menjadi perpaduan yang selalu membuat iri orang. Bahkan dengan keadaan fisik yang sempurna dan di tambah terlahir dari keluarga yang kaya sert...
Potongan kertas
923      481     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...