Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dapit Bacem and the Untold Story of MU
MENU
About Us  

Menurut pengelola panti, banyak lansia berduit yang memilih tinggal di panti, karena pola makan dan kesehatannya bisa dikontrol setiap hari. Bahkan ada penghuni panti yang masih produktif mengetik karya tulisnya pada laptop, di beranda kamarnya. Kamar-kamar pribadi itu bertarif cukup mahal. Tampaknya Opa Jan Pieters punya cukup uang sehingga bisa menempati kamar pribadi di panti itu.

Mereka tiba di depan kamar yang dituju. Namun mereka tertahan di beranda kamar Jan Pieters, karena saat dicek oleh petugas panti, pria uzur itu sedang tidur pulas. Tidak bisa dibangunkan. Petugas panti kembali ke kantor, sedangkan Bang Toyib dan kedua anggota tim Marunda United duduk-duduk di beranda kamar itu.

Setelah tamu pegal menunggu selama hampir dua jam, akhirnya penghuni kamar itu bangun juga. Pria uzur itu keluar kamar, lalu duduk di kursi beranda tanpa menoleh sedikitpun pada ketiga orang yang menunggunya sejak tadi.

“Dia memang orang Belanda, atau kalaupun dia Indo, darah Belandanya jauh lebih banyak daripada darah pribumi.” gumam Bang Toyib setelah mengamati pria uzur itu.

Bang Toyib lalu menyapa, “Permisi Pak, boleh saya bicara dengan Anda?”

Tiba-tiba pria tua itu berteriak parau, lalu memencet tombol yang ada di kusen pintunya. Ternyata itu bel untuk memanggil petugas panti. Karena tak lama kemudian petugas panti datang.

“Ada apa Tuan?” tanya petugas panti.

“Kenapa di depan kamarku banyak ini inlander? Mau apa?”

“Mereka mau menjenguk Tuan, katanya bawa pisang dan kue marie.”

“Kebetulan kita orang mau makan itu biscuit marie dan minum teh. Cepat ambilkan teh zonder gula!” Maksudnya dia minta teh tanpa gula.

“Iya Tuan.” Petugas panti itu menoleh pada Bang Toyib, lalu berbisik. “Pak, jika Anda mau bicara dengannya, bicaralah saja, tapi jangan duduk di kursi, duduk saja di lantai. Beliau ini kadang-kadang merasa Belanda masih menjajah Indonesia, jadi sikapnya masih seperti tuan besar. Jangan tersinggung jika dia menyebut Anda inlander. Perkenalkan saja diri Anda, tapi jangan mengajaknya bersalaman, karena dia pikir inlander tidak pantas bersalaman dengan tuan besar seperti dia. Harap maklum saja, namanya juga orang tua.”

“Baiklah, terima kasih.” ucap Bang Toyib, lalu mengajak kedua anggota timnya untuk duduk di lantai, dekat kursi yang diduduki oleh Jan Pieters.

“Selamat sore Tuan, kami dari Marunda ….”

“Marunda?” potong Opa Pieters, “Di pesisir, kan? Mau apa kamu ke sini?”

“Mau menjenguk Tuan, sekalian mau minta bantuan dari Tuan, jika Tuan berkenan?” ujar Bang Toyib.

“Bantuan apa?” tanya Opa Pieters.

“Kami lagi butuh pelatih sepak bola yang punya lisensi C, supaya anak-anak Marunda bisa ikut turnamen sepak bola.”

“Ada turnamen sepak bola? Di mana? Di Batavia?”

“Iya, di Batavia. Tapi kami kagak punya pelatih yang berlisensi C. Apakah Tuan mau jadi pelatih kami?”

“Apa kamu orang tidak lihat kalau saya ini sudah tua?” dengus kakek itu.

“Yang tua itu kan umurnya aja, Tuan. Tapi kalau semangat untuk memajukan sepak bola, pasti masih Tuan miliki, ya kan?” rayu Bang Toyib.

“Aku sudah tidak kuat jalan kaki jauh-jauh, apalagi lari-lari. Kenapa kalian mencariku? Apa tidak ada pelatih lain?”

“Kami … kami tidak bisa bayar pelatih berlisensi C. Tapi kalau Tuan mau bantu kami, izinkan kami cantumkan nama Tuan sebagai pelatih kepala untuk tim sepak bola Marunda United. Hanya mencantumkan nama saja, sebagai syarat buat daftar ikut turnamen. Kagak perlu Tuan turun ke lapangan untuk melatih.”

“Jadi tim kalian tidak ada yang melatih?” Opa Pieters mendelik.

“Saya yang melatih mereka, nama saya Toyib, dulu saya pemain Persija.”

“Apa itu Persija?” tanya Opa Pieters.

“Persija itu … kalau jaman dulu mah, namanya VIJ, Voetbalbond Indonesia Jakarta. Tuan sudah ingat?”

“Oh iya, saya dulu juga pernah main buat VIJ.” Barulah tampak senyum di bibir Opa Pieters, “Ayo kamu duduk di sini!”

Pria tua itu mendadak ramah setelah tahu bahwa antara dirinya dengan Bang Toyib punya kesamaan, pernah jadi pemain VIJ yang di masa sekarang bernama Persija. Bang Toyib lantas duduk di kursi. Opa Pieters menanyakan kabar VIJ, dan kabar rekan-rekannya sesama pemain bola. Bang Toyib sejenak tertegun, karena nama-nama yang ditanyakan oleh Opa Pieters adalah orang-orang yang sudah lama meninggal. Akhirnya Bang Toyib mengatakannya juga.

Opa Pieters tampak sedih mendengar penuturan Bang Toyib. Dia bergumam, “Orang-orang yang kukenal, yang seusiaku, ternyata semuanya sudah mati. Aku tidak tahu kapan mereka mati.” Suaranya begitu sedih, datang dari kesunyian hati yang lama terkucil dari dunianya. Semua kenangannya di lapangan hijau bermunculan, menyadarkannya akan waktu yang telah begitu lama bergulir dan mengikis dirinya.

“Apakah VIJ Masih bermarkas di Stadion Menteng?”

“Tidak lagi Tuan.” jawab Bang Toyib, “Persija sekarang bermarkas di Stadion GBK, Gelora Bung Karno.”

“Di mana itu stadion?”

“Stadion besar yang di senayan.”

“Oooh, itu stadion Ganefo[1]. Terus Stadion Menteng dipakai siapa?”

Bang Toyib merasa kasihan pada Opa Pieters. “Stadion Menteng sudah tidak ada lagi, Tuan. Sudah dibongkar, sekarang dibikin Taman Menteng.”

Air mata mengalir di wajah keriput itu. “Stadion Menteng tempat saya main bola dengan rekan-rekan VIJ … rekan-rekan saya sudah tidak ada, stadionnya juga sekarang sudah tidak ada …. Sepertinya tidak ada lagi yang tersisa ….”

“Kami membutuhkan Tuan sebagai pelatih yang berpengalaman menangani tim junior …. gimana dengan permintaan kami ….”

Kalimat Bang Toyib terpenggal karena Opa Pieters tiba-tiba bangkit dari duduk, lalu masuk ke kamar dan menutup pintu. Bang Toyib tercengang.

“Kayaknya dia nggak mau.” ujar David. “kita balik aja ke Marunda?”

Bang Toyib berusaha mengetuk pintu kamar itu. Lalu pintu terbuka, Opa Pieters keluar lagi, sambil membawa dua lembar kertas. Diletakkannya kedua lembaran itu di meja. Kertas yang tampak lebih kuning dan sudah robek pinggirannya, ternyata adalah piagam penghargaan untuk Jan Pieters dari NIVB (Nederlandsch Indie Voetbal Bond, yaitu persatuan sepak bola Hindia Belanda).

“Aku masuk tim nasional junior U-15 Hindia Belanda, sebelum jaman Jepang. Aku pernah bertanding dengan tim junior dari negara-negara koloni Inggris, seperti Singapura dan Malaya. Ini piagam penghargaannya.”

Bang Toyib manggut-manggut, lalu menuding kertas yang selembar lagi.

Opa Pieters menjelaskan, “Ini sertifikat kepelatihan lisensi C, yang aku ikuti pada tahun 60’an. Sudah ditandatangani sama pengurus PSSI, bukan lagi NIVB.”

“Tuan bersedia jadi pelatih tim Marunda?”

“Kalau aku yang sudah tua bangka begini masih berguna buat orang lain, aku mau bantu kalian.”

“Tapi Tuan, kami tak bisa menjanjikan gaji.”

“Siapa yang butuh uang? Aku hanya ingin membantu.”

“Terima kasih Tuan. Boleh sertifikat ini difoto copy?”

Opa Pieters manggut-manggut. Bang Toyib lalu meminta tanda tangan Opa Pieters pada beberapa surat untuk pendaftaran ikut turnamen sepak bola. Setelah memotocopi sertifikat, dan mengembalikan lagi berkas aslinya, Bang Toyib segera pamit. Opa Pieters hanya manggut-manggut, lalu meminum tehnya, mencelup kue mari pada teh, dan memakannya. Dia duduk di beranda dengan mata menerawang.

 

 

[1] Ganefo (Games of the New Emerging Forces) adalah pesta olah raga internasional untuk negara-negara berkembang, sebagai tandingan untuk olimpiade. Ganefo diselenggarakan pertama kali di Jakarta pada November 1963, di stadion utama senayan (Stadion Gelora Bung Karno). Maka orang-orang tempo dulu menyebut stadion senayan dengan nama stadion Ganefo. Pesta olah raga Ganefo dibubarkan pada tahun 1970.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kembali Utuh
790      474     1     
Romance
“Sa, dari dulu sampai sekarang setiap aku sedih, kamu pasti selalu ada buatku dan setiap aku bahagia, aku selalu cari kamu. Begitu juga dengan sebaliknya. Apa kamu mau, jadi temanku untuk melewati suka dan duka selanjutnya?” ..... Irsalina terkejut saat salah satu teman lama yang baru ia temui kembali setelah bertahun-tahun menghilang, tiba-tiba menyatakan perasaan dan mengajaknya membi...
KILLOVE
4530      1403     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
Dandelion
496      320     1     
Inspirational
Masa lalu yang begitu menyakitkan, membuatnya terpuruk. Sampai pada titik balik, di mana Yunda harus berjuang sendirian demi sebuah kesuksesan. Rasa malas dan trauma dari masa lalu ditepis demi sebuah ambisi yang begitu berat. Memang, tidak ada yang bisa mengelak dari masa lalu. Namun, bisa jadi masa lalu itu merupakan cambukan telak untuk diri sendiri. Tidak masalah pernah terpuruk dan tertin...
I'm not the main character afterall!
1366      710     0     
Fantasy
Setelah terlahir kembali ke kota Feurst, Anna sama sekali tidak memiliki ingatan kehidupannya yang lama. Dia selama ini hanya didampingi Yinni, asisten dewa. Setelah Yinni berkata Anna bukanlah tokoh utama dalam cerita novel "Fanatizing you", Anna mencoba bersenang-senang dengan hidupnya tanpa memikirkan masalah apa-apa. Masalah muncul ketika kedua tokoh utama sering sekali terlibat dengan diri...
Rewrite
9338      2689     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
Between the Flowers
740      410     1     
Romance
Mentari memilih untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai sekretaris saat seniornya, Jingga, begitu menekannya dalam setiap pekerjaan. Mentari menyukai bunga maka ia membuka toko bersama sepupunya, Indri. Dengan menjalani hal yang ia suka, hidup Mentari menjadi lebih berwarna. Namun, semua berubah seperti bunga layu saat Bintang datang. Pria yang membuka toko roti di sebelah toko Mentari sangat me...
Call Kinna
6928      2225     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Gantung
788      500     0     
Romance
Tiga tahun yang lalu Rania dan Baskara hampir jadian. Well, paling tidak itulah yang Rania pikirkan akan terjadi sebelum Baskara tiba-tiba menjauhinya! Tanpa kata. Tanpa sebab. Baskara mendadak berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tidak terjamah. Hanya kenangan-kenangan manis di bawah rintik hujan yang menjadi tali penggantung harapannya--yang digenggamnya erat sampai tangannya terasa saki...
REGAN
10001      2999     4     
Romance
"Ketika Cinta Mengubah Segalanya." Tampan, kaya, adalah hal yang menarik dari seorang Regan dan menjadikannya seorang playboy. Selama bersekolah di Ganesha High School semuanya terkendali dengan baik, hingga akhirnya datang seorang gadis berwajah pucat, bak seorang mayat hidup, mengalihkan dunianya. Berniat ingin mempermalukan gadis itu, lama kelamaan Regan malah semakin penasaran. Hingga s...
Are We Friends?
4076      1227     0     
Inspirational
Dinda hidup dengan tenang tanpa gangguan. Dia berjalan mengikuti ke mana pun arus menyeretnya. Tidak! Lebih tepatnya, dia mengikuti ke mana pun Ryo, sahabat karibnya, membawanya. Namun, ketenangan itu terusik ketika Levi, seseorang yang tidak dia kenal sama sekali hadir dan berkata akan membuat Dinda mengingat Levi sampai ke titik paling kecil. Bukan hanya Levi membuat Dinda bingung, cowok it...