Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Waktu jam pagi yang mana seharusnya Henan bangun untuk bersiap ke kampus malah bersembunyi dibalik selimut. Seperti kepompong, hanya wajahnya saja yang terlihat. Muka masam dari kemarin malam, tidur pun tidak nyenyak. Kebanyakan bangun tanpa sebab dan gelisah.

Dirinya sudah niat untuk tidak masuk kampus hari ini. Apalagi perihal boneka barunya yang tiba-tiba hilang membuatnya pusing tujuh keliling. Masa bodoh dengan tugas kuliah.

"Masa tuyul yang ambil? Gak mungkin hantu botak itu suka sama boneka. Sialan," gerutunya.

Sementara dirinya bersedekap sambil mendumel tak jelas, pintu kamar indekosnya lantas terbuka. Salah satu tetangga indekos yang masuk tanpa permisi, dengan sekali tarikan menyibak gorden yang menutupi jendela kamarnya. Henan hanya mendengkus di tempat. Kesalnya bertambah ketika melihat lelaki yang berbeda satu tahun darinya malah berlagak pinggang di depannya.

"Lo mau terlambat lagi? Bangun," titahnya.

Henan tak menjawab, hanya menampilkan wajah kesalnya. Alih-alih bangun, dia malah putar balik membelakangi lelaki itu.

"Bangun, Hen. Nanti nyokap lo datang lagi kalau lo bermasalah di kampus, ribet."

"Bacot ya, lo! Keluar!"

Lelaki itu mendesah. Daripada menuruti perintah Henan, dirinya malah duduk di sisi anak itu. "Kenapa, sih? Dari semalam uring-uringan."

Wajah Henan berubah menjadi cemberut. Memutar posisinya menatap langit-langit kamar. "Boneka gue hilang, padahal baru beli," ucapnya.

"Kan, bisa lo beli lagi."

Henan mendelik. "Seenak jidat lebar lo beli lagi. Bokek!" ketusnya. "Kalau puluh ribu gue mau-mau saja. Ini ratusan! Ratusan! Dih!"

"Makanya menabung. Bagi duit lo buat keperluan kuliah sama beli boneka-boneka kesukaan lo itu," pukasnya. Dirinya kemudian berdiri. "Umur sudah tua tapi masih demen sama kartun. Kelakuan."

Henan memelotot. Meraih bantal kepala yang kemudian dia lempar. Namun, Sayangnya lemparan itu tidak tepat sasaran karena lelaki yang membuatnya kesal lebih dulu berlari keluar kamarnya.

"LIHAT SAJA! GUE BUANG SEMANGKA LO MAVII!" teriaknya.

Antara malas dan pasrah saja, Henan akhirnya tetap berangkat ke kampus karena ucapan Mavi. Tentu dia tidak mau mamanya datang cuman karena mendengar dirinya yang malas berkuliah. Bisa-bisa terjadi perang dunia keempat nanti.

Tapi lagi, tidak tahu kenapa sial selalu datang padanya. Kemarin seharian penuh sudah dan sekarang di saat dirinya ngebut mandi untuk ke kampus malah berakhir sia-sia. Hari ini Henan justru mendapat kelas kosong.

Jadi selepas Henan mengantar tugas esai yang dilupa kemarin, dirinya lantas beralih ke kantin. Mengisi perut untuk menghilangkan galau. Sambil makan, Henan kembali berpikir soal hilangnya boneka Shin-chan yang dibeli kemarin. Mukanya mengerut, mengulang kembali kejadian yang ada di mal.

"Habis beli, gue ke toilet. Keluar toilet langsung keparkiran," gumamnya. "Tapi gue bawa kok, bonekanya sampai parkiran," tegasnya.

"Memang iyakah, gue bawa? Iya, kan?" tanyanya setengah yakin. "Argh! Sudahlah! Pusing gue!" Dirinya malah mendapat tatapan aneh dari orang-orang sekitar. Bahkan untuk menyuapi dirinya pun terkesan kasar.

"Kenapa lo?" Entah dari mana datangnya Jeon sudah ada duduk di depan sambil menikmati es krim batang.

"Pusing gue, Je. Boneka gue baru beli semalam tiba-tiba hilang di indekos," jawab Henan tanpa mengadah.

"Lah? Bagaimana bisa? Lo lupa taruh di mana mungkin," pukas Jeon dan kembali menggigit es krimnya.

"Gak, Je. Sudah gue cari disetiap sudut kamar gue tapi gak ada. Masa iya gue lupa bawa dari mal kemarin?"

"Bisa jadi," jawab Jeon cepat. Dengan sekali lahap, es krimnya masuk ke mulut menyisakan tangkai yang lantas dibuang ke tempat sampah dengan cara dilempar.

Henan mendesah berat. Memasukkan suapan terakhir dan menutupnya dengan minum air sekali teguk. Kalau yang diucapkan Jeon memang begitu, berarti Henan benar-benar lagi melewati masa-masa kesialannya.

"Kenapa, sih? Cuman boneka doang. Lo kan, bisa beli lagi.”

"Gue bakal lakuin itu kalau gue ada duit," elak Henan yang mana langsung mendapat tawa cibiran singkat dari kembaran Nanda itu.

Memang benar. Kemarin karena terlalu senangnya dia dapat boneka Shin-chan keluaran terbaru, tanpa pikir panjang langsung mengeluarkan uang. Padahal harganya saat itu terbilang tidak murah dan Henan baru dapat penyesalannya sekarang.

Meminta uang kembali pada orang tua akan panjang urusannya. Belum harus ditanya akan alasan dirinya meminta uang lagi. Henan terlalu malas untuk melakukan interview tiba-tiba itu.

🎗

"Gin, gak mau ikut sekalian?"

"Gak, Sel. Gue buru-buru soalnya. Duluan, ya."

"Oke, deh. Hati-hati." Dirinya mengangguk lantas berlalu dengan berlari kecil. Menolak ajakan temannya hari ini untuk kumpul di kafe kecil dengan niat mengerjakan tugas bersama.

Aryana Regina, gadis manis dengan tubuh kisaran seratus lima puluh. Rambut sepanjang ketiak dengan warna hitam lebat, mata bulat besar layaknya boneka beruang. Dirinya salah satu mahasiswi dari Fakultas Sastra dan Bahasa Asing, semester 3 di Universitas Bangsa Nugraha.

Gadisyang akrab dipanggil Ginaitu lantas bergegas menuju jalan besar untuk memberhentikan sebuah taksi menuju mal. Baru saja saudara dari bundanya menelepon meminta bantuan. Lantaran sang anak yang tiba-tiba jatuh sakit tanpa sebab mengharuskan Gina untuk mengganti peran menjaga salah satu lapak toko tantenya di mal.

Khawatir tentu saja juga dia rasakan. Perihal sepupunya yang tiba-tiba jatuh sakit Gina sempat memberi pesan juga kalau akan menjenguknya dalam waktu luang. Kala sebuah pesan masuk muncul dilayar ponselnya, Gina hanya bisa melihatnya sekejap sebelum menyuruh supir taksi agar berjalan lebih cepat. Namun Sayangnya, jalan nampak dilanda macet sementara waktu.

Baru saat kepalanya ingin keluar dari jendela kaca, untung saja dengan gerakan cepat dia menariknya kembali. Seorang pengemudi sepeda motor yang tiba-tiba lewat tepat dijalur kepalanya keluar membuatnya terkejut setengah mati.

"Astaga! Untung gue tarik kepala cepat. Begini kelindas, gak punya kepala gue," ucapnya.

"Neng, gak apa!? Aduh, ikutan panik Saya," sahut sang supir.

"Iya, Pak, gak apa. Maaf, ceroboh." Dan sang supir hanya bisa menyuruh Gina untuk menutup kaca jendelanya. Takutnya akan terjadi hal yang tidak diinginkan lagi.

Untung saja macet yang dihadapi memang berjalan sementara. Sisanya jalan kembali mulus hingga mengantarkan Gina sampai di mal dengan selamat. Selepas membayar, tak ada hal lain lagi selain segera masuk untuk bertemu tantenya. Baru saat dirinya melewati barisan parkir motor, Gina berhenti sejenak untuk menatap salah satu pengendara yang membuatnya mendengkus.

"Itu tuh, anak muda zaman sekarang. Kerjaannya ngebut mulu," gerutunya. "Masih baik kepala gue masih ada," lanjut Gina seraya memegang kepala.

Mal yang padat, hanya untuk naik eskalator saja harus sedikit berhimpitan. Belum saja akhir pekan tapi pengunjungnya sudah sebanyak ini. Sepertinya orang-orang lebih banyak habiskan waktu di mal banding di tempat lainnya.

Toko buku milik tantenya lumayan sering dikunjungi pelanggan, terutama dari kalangan anak muda. Saudara ibunya ini dulu kuliah mengambil jurusan yang sama. Gina sendiri juga bukan paksaan masuk dijurusan itu. Berawal dari dirinya yang memang sangat suka untuk menuangkan isi pikirannya dalam karya tulisan, walaupun minatnya hanya untuk konsumsi diri sendiri.

"Aunty!"

Wanita yang di panggilnya lantas menoleh dengan wajah khawatir. Ikut menghampirinya dengan sedikit tergesa-gesa. "Gina maaf, ya? Juan tiba-tiba sakit jadi harus repotin kamu jaga toko," ucap wanita itu.

"Gak apa. Aku juga khawatir sih, sama Juan. Tapi kayaknya dia lebih butuh aunty."

Tantenya mengangguk. "Minta tolong, ya." Dan Gina hanya bisa memberi senyum tulusnya seraya menatap tantenya keluar dari toko buku.

Dirinya menghela napas sebelum menaruh tasnya di loby pembayaran. Rambut yang terurai dia ikat untuk memberi gerak leluasa dan menghilangkan gerah. Memakai parfum untuk kesan wangi pada tubuhnya. Secara, dirinya belum pulang untuk sekadar mandi. Takut aroma aneh tercium oleh pelanggan yang datang nanti.

"Selamat datang!" sambutnya seraya tersenyum lebar.

🎗

Pukul 7 lewat 15 malam, pembayaran terakhir dilayani. Setelah pelanggan terakhir itu keluar, Gina akhirnya bisa meregangkan tubuhnya. Seraya menjaga toko, dirinya selingi dengan kegiatan menulis esai. Akhir-akhir ini entah mengapa dosennya lebih sering mengirimkan tugas esai dibanding lainnya.

Setelah semua pekerjaannya selesai Gina lantas merapikan sedikit tatanan rak buku yang nampak berantakan. Sebelum akhirnya menutup toko. Jadwal buka memang hanya berlangsung pagi hingga pukul 7  malam, disebabkan tantenya yang punya pekerjaan lain.

Gina sekali lagi memastikan bahwa pintu tokonya benar-benar sudah terkunci. Tidak lupa mengecek barang-barangnya sekali lagi mungkin saja ada yang terlupakan. Setelah yakin, barulah bergegas pergi meninggalkan mal menuju indekos. Tidak tinggal dengan orang tua, meskipun keluarga masih dalam satu kota. Hanya ingin hidup mandiri katanya.

Sekali lagi melewati area parkiran, dirinya kembali berhenti kala mendapati sebuah kotak tergelatak sendiri di sana. Gina melebarkan pandangannya kala memastikan apa orang-orang tidak menyadari kalau barangnya tertinggal.

"Apa itu?"

Dengan rasa penasaran dirinya sendiri memilih untuk mendekati kotak itu. "Ketinggalankah?" Celingak-celinguk namun tetap saja tidak mendapat perhatian orang lain. "Ya, sudah. Gue bawa pulang saja, deh," putusnya sebelum akhirnya menghentikan taksi untuk dipakai tumpang.

Dengan selamat dirinya sampai di indekos khusus putri pukul setengah 8 pas. Tidak mau menunda waktu lagi lantas segera masuk dan mandi. Katakan, badannya mulai lengket meskipun tidak berkeringat sama sekali.

"Lo di sini dulu, ya. Nanti gue buka. Badan gue gatal, mau mandi," katanya pada kotak tak hidup itu.

Kegiatan mandi yang berlangsung hampir 10 menit menghasilkan dirinya keluar dengan piyama kotak-kotak dan rambut yang sangat basah. Gina mendudukkan dirinya di sisi kasur sembari salah satu tangannya sibuk mengusap kepala sibuk mengeringkan rambut. Menyambung ponselnya dengan charger baru kemudian beralih untuk membuka kotak yang didapatnya.

"Heh? Boneka?" Dengan gerakan yang hati-hati Gina mengeluarkan sebuah boneka anak laki-laki. Dirinya terkekeh sebentar. "Astaga, Shin-chan. Gue pikir sudah gak ada yang memproduksi lo di sini. Masih populer rupanya, ya."

Dirinya berapa kali membolak-balik boneka itu hanya untuk menemukan pemilik nama dari boneka. Namun sayangnya, tanda pengenal yang dimaksud sama sekali tidak dia temukan. Bahkan ketika mengharuskan mencari dikotak pembungkusnya hasilnya tetap saja sama.

"Kayaknya benar-benar ketinggalan, deh. Aduh, kasihannya," monolognya. "Yaudah, lo tidur di sini sementara. Nanti gue bantu cari pemilik lo, ya." Dan boneka itu kembali dia letakkan di dalam kotak.

Bersamaan kala Gina meletakkan kotak itu di samping kasurnya, pintu kamarnya lantas terbuka. Menampilkan seorang gadis dengan rambut cepok atas dan sebuah masker yang menutupi wajahnya.

"Bicara sama siapa lo? Gak gila, kan?" ucapnya.

Gina terkekeh. "Gak, lah. Gue bicara sama boneka Shin-chan tadi," jawabnya sembari menatap ponsel.

Gadis itu mendekat dan ikut duduk. "Boneka Shin-chan? Yang punya Adik baju kuning sama anjing putih itu?"

"Wah! Lo masih ingat?"

"Hei … itu tontonan gue juga waktu masih kecil kali," jawabnya. "Tumben lo beli boneka. Biasanya anti sama yang begituan," sambungnya lagi, dengan tangan yang sibuk menepuk pipinya.

"Gak gue beli, kayaknya ketinggalan. Gue temunya di parkiran mal pas pulang tadi."

"Duh, kasihan," dramanya. Dirinya kembali berdiri, hendak meninggal kamar Gina. "Yaudah, gue keluar, ya."

"Loh? Cepat banget keluarnya. Duduk dulu saja, cerita-cerita," cegah Gina.

"Nantilah, kapan-kapan. Gue ada urusan."

"Bilang saja sih, mau video call sama doi. Gak usah pakai bilang ada urusan segala."

"Nah! Itu lo tahu," serunya. "Makanya, jangan keseringan duduk di depan laptop mulu. Cari pacar sana," sambungnya dengan posisi kepala yang menyembul dibalik pintu.

"Apaan, dah?" Tapi gadis itu hanya tertawa sebelum dirinya benar-benar hilang dari sana.

Gina hanya mendengkus sebelum berdiri untuk menutup pintu kamarnya rapat-rapat. "Pacar? Apa hebatnya punya pacar? Buang-buang waktu saja," ucapnya dengan decihan kecil di akhir. Kembali naik ke kasur untuk melanjutkan kegiatan main ponselnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Camelia
594      335     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Jika Aku Bertahan
12862      2715     58     
Romance
Tidak wajar, itu adalah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan pertemuan pertama Aya dengan Farel. Ketika depresi mengambil alih kesadarannya, Farel menyelamatkan Aya sebelum gadis itu lompat ke kali. Tapi besoknya secara ajaib lelaki itu pindah ke sekolahnya. Sialnya salah mengenalinya sebagai Lily, sahabat Aya sendiri. Lily mengambil kesempatan itu, dia berpura-pura menjadi Aya yang perna...
Havana
883      449     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
Yang Terindah Itu Kamu
12519      3589     44     
Romance
Cinta pertama Aditya Samuel jatuh pada Ranti Adinda. Gadis yang dia kenal saat usia belasan. Semua suka duka dan gundah gulana hati Aditya saat merasakan cinta dikemas dengan manis di sini. Berbagai kesempatan juga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Aditya. Aditya pikir cinta monyet itu akan mati seiring berjalannya waktu. Sayangnya Aditya salah, dia malah jatuh semakin dalam dan tak bisa mel...
Melting Point
5838      1272     3     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...
fall
4659      1394     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
TRIANGLE
342      225     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
Breakeven
19513      2642     4     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...
Nadine
5840      1567     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
To the Bone S2
544      380     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...