Loading...
Logo TinLit
Read Story - Campus Love Story
MENU
About Us  

Pedal gas yang ditarik secara kuat sampai ban motornya berputar begitu cepat. Berapa kali melambung kendaraan di jalan bak orang kesetanan dan mendapat peringatan dari pengemudi lain dengan suara klakson. Alih-alih memelankan laju motor, dirinya hanya menolehkan kepala ke belakang sekejap dan berteriak maaf. Sungguh kurang ajar.

Dibalik helm open face-nya, muka kecemasan terpampang jelas. Dari yang diperkirakan, lelaki ini tengah mengejar waktu sebab terlambat. Tak peduli lagi dengan suara-suara nyaring yang berulang, intinya hanya ingin sampai ditujuan.

Ketika kendaraan roda duanya melewati gerbang kampus, bahkan dengan kecepatan yang bisa menimbulkan kecelakaan, sampai parkir pun sudah tidak beraturan. Ingin segera berlari namun tertahan lagi sebab lupa untuk melepas helm.

"Ah! Goblok!"

Rambutnya sudah tidak beraturan pula. Jutaan surai hitam lebat yang tertiup angin sebab sibuk berlari berhasil menampilkan jidat mulus yang penuh peluh. Orang-orang yang melihatnya hanya bisa terheran-heran.

Kelas yang berlangsung lebih sialnya berada di lantai dua membuatnya mau tak mau harus melompati dua anak tangga sekaligus. Sampai di samping pintu, dengan deru napas yang ngos-ngosan dirinya berhenti untuk sekadar rukuk istirahat.

"Permisi, Pak."

Sang dosen yang dalam masa mengajar lantas terhenti dan menoleh padanya. Kacamata yang berada di pangkal hidung diperbaiki. Buku di tangan ditutup dan berlagak pinggang. Tidak terlupakan, wajah datar yang terkesan pasrah.

"Kali ini alasannya apa lagi, Henan?"

Lelaki itu, Henan, berdiri di tempat sembari menggaruk tengkuknya. "Telat bangun, Pak."

"Telat bangun, berarti ini yang kelima kalinya kamu telat dengan alasan yang sama. Besoknya kalau sampai telat lagi, alasannya ban bocor saja, ya."

Sambil tesenyum kikuk, Henan hanya bisa mengangguk mengiakan. Beruntung dirinya dipersilahkan masuk dan mengikuti kelas. Mendaratkan pantatnya di kursi datar dan menatap sinis teman duduk yang tengah menaha tawa.

"Dosennya sampai hapal lo, Hen. Parah banget sih, lo."

"Diam! Gue cabut mulut lo!"

Tak peduli, teman duduknya malah tertawa makin jadi. Henan mendelik, mengangkat buku paket yang dia keluarkan untuk dihantamkan pada kepala temannya itu namun tidak jadi.

"Henan." Seketika dirinya membeku di tempat. "Kamu Saya izinkan masuk untuk serius. Kalau tak ingin, silahkan keluar."

"Maaf, Pak."

Dosen yang mengajar saat itu hanya bisa menggelengkan kepala dan melanjutkan pembelajaran. Henan mendengkus dan mendelik dengan tajam ke arah temannya. Dengan kesal dia memilih untuk tidak memperdulikan anak itu.

Henandika Tatum namanya. Hari-hari dipanggil Henan adalah sosok anak lelaki yang berjiwa bar-bar. Mungkin lebih mudahnya, jiwanya terlalu bebas. Model yang super simple namun terkesan fancy, kelakuan yang sangat mudah untuk membuat orang mengumpat, terlalu banyak tingkah, membuat menjadi mahasiswa yang terkenal dalam fakultasnya. Untuk ciri-ciri di atas saja masih terkesan kurang. Saking banyaknya kata-kata untuk mendeskripsikan bagaimana modelan orang seperti Henan.

Gampang berbaur dan mencari teman, pintar mencairkan suasana, juga punya sifat yang periang. Salah satu teman dekatnya semasa sekolah adalah Jenanda Ardinata atau dengan nama harian Nanda. Lelaki dengan tubuh yang sedikit lebih tinggi daripada Henan dan punya sifat yang hampir sama. Tapi untuk hal bergaul, Nanda kurang ahli dalam itu. Di Universitas Bangsa Nugraha, Henan sebagai mahasiswa Fakultas Seni dan Musik sedangkan Nanda dari Fakultas Kedokteran.

Jam istirahat kini datang setelah kelas panjang penuh kebosanan. Kedua anak lelaki ini lantas beranjak ke kantin untuk mengisi perut yang keroncongan.

"Lo telat memang karena lambat bangun, Hen?" Keduanya mendudukkan diri di bangku panjang setelah membeli makanan.

Henan mengangguk. "Gue nge-game semalam sampai jam dua," jawabnya. Satu suapan lolos masuk ke dalam mulutnya.

"Pantasan! Kebiasaan sih, lo. Gak baik tahu."

Kedua mata Henan menatap Nanda meskipun posisi kepalanya sedikit menunduk. Menunda untuk menyuapi dirinya yang kedua. "Iya ampun deh, Bapak dokter," pukasnya. Namun, perkataannya malah mendapat tepukan ujung sendok dari Nanda. Membuatnya mengelus kepala sembari mengunyah dengan wajah masam.

"Tapi amin untuk itu, hehe." Sang pelaku malah menunjukkan wajah tak bersalah. Seakan yang dilakukannya tadi hanyalah sebuah ketidaksengajaan.

Henan malah bermata malas dan mengejeknya. Kembali melanjutkan makan karena jujur, perutnya saat ini benar-benar kosong. Pagi yang terlambat membuatnya tak sempat untuk sarapan. Tinggal tanpa orang tua benar-benar membuat Henan kesulitan untuk bangun pagi. Bahkan terkadang sampai lupa dengan jadwal kelasnya sendiri.

"Niat gue itu baik, Nan. Gue cuman temani saudara kembar lo buat main. Kasihan," tuturnya.

Nanda berdecak singkat. "Itu alasan lo berdua. Setiap hari mabar sampai tengah malam, kiranya gue gak tahu," jelas Nanda. Sedangkan Henan hanya bisa menunjukkan deretan gigi putihnya.

Di saat keduanya sibuk berbincang seraya menikmati makanan, kantin mendadak heboh. Henan dan Nanda menoleh untuk melihat alasan dari anak-anak gadis histeris. Namun, reaksi yang ditunjukkan dari keduanya hanyalah sebuah desisan halus yang langsuung beralih pandangan dalam hitungan detik.

"Dari yang dilihat juga masih gantengan gue perasaan," pukas Henan. Nanda hanya memilih diam sembari tetap menghabiskan makanannya.

Dari jarak tiga meter, seorang lelaki yang menjadi alasan anak-anak gadis berteriak berjalan mendekati meja mereka. Seakan keduanya tahu, Henan dan Nanda memilih tak memperdulikannya. Hingga lelaki itu duduk di samping Nanda pun keduanya masih terlihat bodoh amat.

"Gue gak dikasih sambutan gitu?" ucapnya.

"Itu para Hawa teriak pas lo datang masih kurangkah? Nanti gue panggil mamang-mamang di depan saja biar makin ramai yang sambut lo," jawab Henan yang mendapat kikikan kecil. "Buat apa lo kemari?"

"Lah? Gak boleh? Kembar gue saja gak masalah di sini. Masa gue gak?"

"Gue nanya goblok!" Henan beralih menatap Nanda yang sudah selesai dengan makannya. "Yakin ini kembaran lo, Nan? Gue sih, masih rada gak percaya. Bego soalnya," ucapnya.

"Kira cuman lo? Gue saja masih ragu," balas Nanda.

"Apa-apaan deh, lo berdua."

Henan hanya bisa mememelotot kala minuman kalengnya diambil alih diteguk oleh lelaki itu. "Ini anak? Gak mau tahu, ya. Ganti minuman gue," kesal Henan.

"Iya-iya. Berapaan, sih? Cuman sekaleng doang. Itu pun gak gue habiskan."

"Lonya datang seenak jidat minum punya orang, dih!"

"Cuman minuman ini, Hen."

"Ada liur lo bego! Kena rabies gue nanti, amit-amit."

"Lo kira gue anjing? Sembarangan kalau ngomong."

"Sudah ya, berisik!" sahutnya yang sukses membuat mereka menutup mulut. Nanda mendelik keduanya bergantian, khusus pada kembarannya lebih lama. "Lo ngapain di sini? Kelas lo kan, sore nanti."

Kembarnya tersenyum. "Gue ada perlu sama lo. Sebenarnya sih, ini suruhan Mama buat gue. Tapi gue kan, gak tahu yang berbau keibu-ibuan. Jadi gue minta tolong sama lo," jelasnya.

"Terus?"

"Istirahat kedua jam dua siang nantikan? Kita ke mal."

"Lo gak berulah lagi kan, Je?" selidiknya. Perasaan ini bukan tanpa alasan, soalnya Nanda tahu kelakukan busuk saudara kembarnya ini. Terlalu sering gonta-ganti cewek yang mana malah dirinya dibuat pusing.

"Gak. Ini benaran suruhan Mama. Serius," jawabnya dengan dua jari melayang. Nanda menghela napas singkat yang berganti mengiakan. Kembarannya, alias Jeonanda Ardinata dari Fakultas Teknik kembali tersenyum hingga membuat kedua matanya menjadi sipit.

"Yaudah, gue sudah selesai. Kelas gue masuk sebentar lagi. Gue tinggal ya, Hen," pamit Nanda.

Henan hanya mengacungkan jari jempolnya untuk menghantar kepergian anak itu, menyisakan dirinya bersama Jeon. Masih setia duduk di sana yang awalnya hanya bertukar cerita beralih untuk bermain game, melanjutkan kegiatan semalam.

🎗

Hari ini mungkin memang hari sialnya untuk Henan. Sudah datang terlambat, lupa bawa tugas esai, ditambah dapat kelas sore lagi. Salahkan sama dosennya yang harusnya masuk siang malah minta undur waktu. Sebenarnya bukan masalah untuk dia, tapi kalau mengharuskan pulang selama jam kekosong itu terlalu mubazir bensin. Jarak antara indekos sama kampusnya lumayan jauh. Waktunya hanya terbuang habis menunggu di kampus kayak orang bodoh.

Di kursinya, Henan cuman bisa duduk sambil bertopang dagu. Menatap malas ke arah dosennya yang tengah aktif menjelaskan materi. Katakan, Henan mengantuk sekarang. Pukul 4 sore biasanya adalah jam rebahan di atas kasur empuknya. Berapa kali dia menghela napas berat sembari melihat jam tangannya. Memastikan jarum jam itu sudah menunjukkan waktu untuk pulang.

"Baiklah, sekian untuk hari ini. Sesuai dengan tugas yang Saya kasih, kerjakan sesuai syarat ketentuan dan kumpulkan sesuai jadwal."

Henan tersenyum senang, bahkan menjawab salam perpisahan dosennya dengan suara yang lantang. Akhirnya dia bisa pulang dan bergegas keluar kelas dan berlari menuju parkiran.

"Henan!"

Pemilik nama yang baru akan mengaitkan helm lantas menoleh. Seketika kedua alisnya menyerit. "Lah, Nan? Katanya mau ke mal. Sudah balik?" tanya Henan.

Nanda mengangguk singkat. "Sekalian anak ini ada kelas sampai jam enam nanti. Minta pulang bareng katanya," jelas Nanda.

"Yaudah, ini kunci. Kalau sudah pulang kabari gue, ya?" dan Jeon berlalu pergi kala Nanda memberinya lambaian tangan.

"Baru selesai kelas lo?" tanya Nanda.

Henan mendesah. "Iya. Sialan banget dosennya undur waktu jam segini." Dirinya duduk di atas motor dengan santai.

"Kenapa gak balik?"

"Boros bensin, gan. Jarak indekos gue ke kampus kan, lumayan jauh," jawabnya. “Yaudah, gue mau balik, nih. Sudah lapar gue.” Henan sudah siap-siap ingin berangkat.

"Eh, iya, Hen. Tadi di mal kebetulan gue lihat boneka Shin-chan. Tapi kayaknya itu keluaran terbaru, deh?"

Ekspresi mememelotot lantas Henan tampilkan saat itu. Cepat-cepat mengaitkan helmnya dan mengangkat standart motor. "Yang benar? Yaudah, gue ke sana," pukasnya. Bahkan dari rautnya sudah kelihatan menggebu-gebu.

"Gak jadi pulang lo?" heran Nanda.

"Nanti, keburu bonekanya hilang. Duluan, ya!" Dan tanpa permisi, anak itu melenggang keluar dari gerbang kampus meninggalkan Nanda dalam pandangan datar.

"Bucin!" Desisnya dan lantas berlalu pergi.

Henan adalah maniak kartun asal Jepang tahun 90-an. Tak sedikit dia punya beberapa koleksi di indekosnya. Entah dalam bentuk boneka maupun komik. Henan bahkan punya koleksi filmnya yang mana file-nya lebih banyak dibandingkan materi kampus.

Awal dia suka dengan kartun Jepang itu sewaktu dirinya masih kecil tentu saja. Henan masih ingat ketika dirinya diharuskan ditinggal sendirian di rumah karena orang tuanya yang super duper sibuk.

Hari itu, Mama tanpa sengaja memutar tayangan dalam serial TV. Memuncul sosok anak kecil berkaus merah dengan seekor anjing putih yang sukses mengambil perhatian Henan kecil. Mamanya tersenyum puas dan lantas mengambil kesempatan itu untuk segera pergi, meninggalkan anaknya yang masih setia menatap TV tanpa berkedip. Hingga saat itu, serial TV bergambar kartun Shin-chan menjadi kesukaannya hingga kini. Hapal akan jam tayang hingga intro lagu saat kartun itu mulai.

Henan akhirnya sampai pada mal yang dituju. Masih dengan pakaian kampus, kaus putih dengan kameja kotak-kotak dan balutan celana blue jeans menutupi kakinya. Selepas memarkirkan motor dengan langkah pasti dirinya memasuki mal.

Langkah kaki Henan terburu-buru melewati setiap toko dalam mal. Matanya menaruh tajam pada setiap toko boneka. Tak hanya satu, beberapa Henan singgahi untuk dilihat. Pasalnya dia tidak tahu toko mana yang menjual kartun kesukaannya itu.

"Oh! Di sana!" Tak ingin mengulur waktu lebih panjang, lantas bergegas.

"Selamat datang. Mencari apa, Tuan?" sapa seroang pelayan.

Henan hanya mengangguk untuk membalas. Berjalan ke dalam dan mengitari isi toko. Berbagai macam jenis boneka terpajang namun untuk kartunnya masih belum dia temukan.

"Permisi, apa kalian menjual salah satu boneka kartun Jepang?" tanyanya.

"Kartun Jepang? Kartun apa maksud Anda?"

"Crayon Shin-chan," jawab Henan terdengar pelan. Sebenarnya dia rada sedikit malua karena maklum umurnya yang terbilang sudah sangat dewasa namun masih mencari boneka kartun.

"Apa kartun ini yang Anda maksud?"

Mata Henan berbinar. Dirinya bahkan sudah berwah ria kala melihat boneka anak lelaki berkaus merah dalam sebuah kotak. Henan tak punya boneka Shin-chan versi ini.

"Berapa harganya?" tanyanya pada inti.

"Anda segera ingin membelinya?" kejut sang pelayan.

Henan berdeham untuk menetralkan wajah dan nada suaranya. "Ya, Adik Saya ulang tahun hari ini. Kebetulan, dirinya suka dengan kartun Shin-chan jadi Saya berniat menjadikannya kado," pukasnya Henan berbohong.

Untung saja sang pelayan dapat dengan segera percaya pada ucapannya. Setelah kegiatan bayar membayar dengan kartu debitnya dengan langkah senang Henan keluar dari sana.

Uang habis urusan kuliah? Bukan. Uang Henan habis demi koleksi Shin-chan nya.

🎗

Pukul setengah 8 malam Henan baru selesai membersihkan diri. Setelah seharian berada di luar, badannya benar-benar terasa lengket. Dirinya baru sampai di indekos setengah jam yang lalu sebab kesialan yang baru didapatnya lagi tadi. Kemacetan sepulang dari mal.

Mengingat kepulangannya dari mal, Henan lantas bergegas menuju meja nakas. Tangannya bertepuk senang tidak sabar untuk segera mengeluarkan koleksi barunya.

"Lah? Mana? Tadi perasaan ada di sini?" Bukan kotak kado yang dia dapat, hanya sebuah meja kosong dengan ponselnya yang tergeletak sementara mengisi daya.

Henan panik. Dirinya bolak-balik mencari belanjaan barunya. Kotak yang terbilang besar itu, bagaimana bisa hilang? Di bawah kasur, sofa, kamar mandi, lemari pakaian, tetap saja dirinya tidak mendapat keberadaan boneka barunya.

Henan merosot di lantai dengan pandangan nanar. Otaknya dalam kegiatan memproses apa saja yang terjadi hari ini. Kegiatan apa yang dilakukannya, dirinya mulai memutarnya kembali.

Bangkit dengan tergesa-gesa, Henan menuruni tangga menuju lantai bawah. Berlari melewati dapur yang mana tetangga kamar indekosnya tengah menatapnya heran. Henan berlari menuju garasi indekos untuk melihat motornya. Berharap kotak kado berisi boneka kesukaannya ada di sana. Namun Sayangnya, kendaraan roda duanya itu hanya menampilkan diri sendiri tanpa sebuah kotak.

"Aargghh!?"

Orang-orang yang berada di dapur lantas terperanjat. Salah satu dari mereka lantas tersedak. Teriakan histeris Henan sukses membuat semuanya terkejut.

Jalan yang awalnya semangat itu berubah menjadi lemah tidak bertenaga layaknya seorang zombie. Duduk disalah satu kursi meja makan dan sekali hentakan mendaratkan jidatnya di atas meja.

"Eh, awas kepala lo benjol!" histeris salah satunya. Pasalnya, Henan membanting kepalanya cukup kuat.

"Kenapa lo? Tadi larinya semangat, sekarang loyo kayak belum makan."

Henan hanya diam tak memberi jawaban. Sekadar menolehkan wajahnya ke samping. "Tadi lihat gue bawa kotak kado masuk gak, Bang?" tanyanya. Bahkan dari nada suaranya saja Henan sudah pasrah.

"Kotak kado? Gak, tuh. Kenapa?"

Henan mendesah berat. Dirinya kembali menyembunyikan wajahnya di atas meja. Berselang dengan datangnya salah satu penghuni indekos lain.

"Baru pulang, Vi?"

"Iya, Bang." Lelaki itu menatap Henan sebelum naik ke lantai atas. "Henan kenapa?"

Mereka menggeleng. "Gak tahu. Dari tadi ditanya juga gak jawab."

Lelaki yang baru datang itu hendak melangkah mendekati Henan namun keduluan dengan anak itu yang sudah dalam posisi tegak. Menoleh ke arahnya sejenak dengan wajah masam, kembali melangkah dengan tegas meninggalkan mereka semua dengan banyak pertanyaan.

"Dia kenapa?"

"Dahlah! Paling perkara kartun kesukaannya itu."

"Mungkinkah?" Namun hanya berjawab dengan delikan bahu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A Slice of Love
303      254     2     
Romance
Kanaya.Pelayan cafe yang lihai dalam membuat cake,dengan kesederhanaannya berhasil merebut hati seorang pelanggan kue.Banyu Pradipta,seorang yang entah bagaimana bisa memiliki rasa pada gadis itu.
Her Glamour Heels
550      384     3     
Short Story
Apa yang akan kalian fikirkan bila mendengar kata heels dan berlian?. Pasti di khayalan kalian akan tergambar sebuah sepatu hak tinggi mewah dengan harga selangit. Itu pasti,tetapi bagiku,yang terfikirkan adalah DIA. READ THIS NOWWW!!!!
ATHALEA
1420      641     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Toko Kelontong di Sudut Desa
5834      2025     3     
Fantasy
Bunda pernah berkata pada anak gadisnya, bahwa cinta terbaik seorang lelaki hanya dimiliki oleh ayah untuk anaknya. Namun, tidak dengan Afuya, yang semenjak usia tujuh tahun hampir lupa kasih sayang ayah itu seperti apa. Benar kata bundanya, tetapi hal itu berlaku bagi ibu dan kakeknya, bukan dirinya dan sang ayah. Kehidupan Afuya sedikit berantakan, saat malaikat tak bersayapnya memutuskan m...
Premium
Dunia Leonor
124      109     3     
Short Story
P.S: Edisi buku cetak bisa Pre-Order via Instagram penulis @keefe_rd. Tersedia juga di Google Play Books. Kunjungi blog penulis untuk informasi selengkapnya https://keeferd.wordpress.com/ Sinopsis: Kisah cinta yang tragis. Dua jiwa yang saling terhubung sepanjang masa. Memori aneh kerap menghantui Leonor. Seakan ia bukan dirinya. Seakan ia memiliki kekasih bayangan. Ataukah itu semua seke...
Memeluk Bul(a)n
23077      3942     28     
Fantasy
Bintangku meredup lalu terjatuh, aku ingin mengejarnya, tapi apa daya? Tubuhku terlanjur menyatu dengan gelapnya langit malam. Aku mencintai bintangku, dan aku juga mencintai makhluk bumi yang lahir bertepatan dengan hari dimana bintangku terjatuh. Karna aku yakin, di dalam tubuhnya terdapat jiwa sang bintang yang setia menemaniku selama ribuan tahun-sampai akhirnya ia meredup dan terjatuh.
Simfoni Rindu Zindy
1355      834     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...
graha makna
5999      1858     0     
Romance
apa yang kau cari tidak ada di sini,kau tidak akan menemukan apapun jika mencari ekspektasimu.ini imajinasiku,kau bisa menebak beberapa hal yang ternyata ada dalam diriku saat mulai berimajinasi katakan pada adelia,kalau kau tidak berniat menghancurkanku dan yakinkan anjana kalau kau bisa jadi perisaiku
Stay With Me
210      174     0     
Romance
Namanya Vania, Vania Durstell tepatnya. Ia hidup bersama keluarga yang berkecukupan, sangat berkecukupan. Vania, dia sorang siswi sekolah akhir di SMA Cakra, namun sangat disayangkan, Vania sangat suka dengan yang berbau Bk dan hukumuman, jika siswa lain menjauhinya maka, ia akan mendekat. Vania, dia memiliki seribu misteri dalam hidupnya, memiliki lika-liku hidup yang tak akan tertebak. Awal...
Temu Yang Di Tunggu (up)
19768      4123     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...