Last Memories
“Ky, bangun beb. Udah jam berapa ini masih molor aja sih. Jadi nggak ke Gramedia nya?”
“Eungghh.. Iya, Ky udah bangun tadi habis salat subuh, lima menit lagi ya. Ky masih capek nih,” ujarnya sambil masih menggeliatkan badannya.
“Ya udah, lima menit ya. Kalau lewat, kasurmu bakal jadi danau dadakan.”
***************
Tak terasa, lima menit yang dijanjikan Kyra sudah berlalu. Sudah waktunya Marissa kembali ke kamar Kyra, setelah selesai dengan beberapa pekerjaan rumah yang sedikit terbengkalai.
Tok... tok... tok...
“Oi, udah lebih lima menit nih. Mau bangun sendiri, apa gue ubah tuh kasur jadi danau beneran?”
Tak ada suara sahutan dari dalam. Dengan amarah yang sudah sampai ubun-ubun, Marissa memaksa masuk dan memeriksa apakah sepupunya itu sudah beranjak dari kasur atau masih terlena dengan suasana yang cukup dingin.
“Kyra, gue siram pakai air go, eh,” seketika Marisa terdiam ketika mendapati saudaranya sudah rapi.
“Apa, mau nggapain. Udah cantik nih, masa tega dah cantik gini disiram air got, jahat banget,” gerutu Kyra sambil berjalan ke arah meja rias. Rencananya, keduanya akan pergi untuk sekadar melepas penat dari segala aktifitas yang melelahkan.
“Enggak, nggak jadi. Lo tadi sih, molor mulu, jadinya agak ragu kan mau percaya. Dah, siap-siap aja dulu, gue tunggu di bawah ya,” ujar Marisa.
Cup…
“Apaan sih, Mar. Risih banget tau ah,” Kyra sedikit meronta kemudian segera menyeka bekas cium kening sepupunya tadi.
“Dah, dandan yang cantik. Siapa tau nanti ada yang lirik, ckckck,” Marisa yang sudah pergi dari kamar Kyra tertawa meledek dengan suara yang cukup nyaring, samping terdengar di ruang tamu. Sedangkan, Kyra hanya pasrah melihat kelakuan sepupunya dan kembali melanjutkan menghias diri.
Sepuluh menit waktu yang digunakan Kyra untuk merubah dirinya menjadi anggun. Setelah dirasa cukup, ia langsung menghampiri Marisa yang asik mengobrol dengan mamanya di ruang TV ditemani dengan beberapa camilan.
“Seru banget kayaknya, kenapa nggak nungguin Ky dulu. Ky ketinggalan info up to date kan jadinya,” gerutu Kyra sambil memeluk dan mencium mamanya.
“Salah sendiri lo lama. Gue pinjem tante dulu jadinya wlekkk,” tukas Marisa. Marisa menggoda sepupunya dengan memeluk mama Mutia,
Kedua perempuan muda itu berhasil membuat seisi rumah menjadi terpingkal-pingkal karena tingkah laku keduanya. Kyra yang tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya hamper terpeleset dan terhuyung ke lantai. Untung saja, Marisa memiliki reflek yang bagus. Terselamatkanlah Kyra dari adegan mencium lantai.
*****************
Seusai pertengkaran kecil, keduanya langsung menuju ke Gramedia terdekat untuk membeli beberapa buku bacaan. Kurang lebih lima belas menit membelah keramaian kota Semarang, kedunya sampai di tempat tujuan.
“Terima kasih, selamat berbelanja dan bersenang-senanglah.”
“Keren, ternyata bukan cuma cek suhu doang fungsinya. Bisa nyambut juga. Hebat-hebat,” kagum Marisa
“Sekarang emang zamannya yang canggih neng, kemana aja baru tau. Kek baru keluar goa aja lu,” cerocos Kyra.
Pletak….
“Aduh, sakit Mar,” aduh Kyra.
Marisa seakan tidak mendengar suara aduhan Kyra. Ia melenggang masuk tanpa memperdulikan keadaan Kyra.
“Dasar, untung sepupu cewek satu-satunya.”
“Marisaaaa, tunggu,” teriak Kyra disusul dengan langkah kecil untuk menyusul Marisa yang sudah duluan masuk.
********************
Dua jam setengah mereka habiskan hanya di Gramedia. Tentunya, mereka tidak tangan kosong meninggalkan gramedia. Marisa mengambil beberapa novel dan Kyra mengambil beberapa buku untuk persiapan kuliahnya.
“Totalnya satu juta lima ratus ribu rupiah, kak,” ujar kakak dibalik meja kasir.
“Tunggu sebentar kak,” Kyra merogoh dompet kemudian mengeluarkan kartu kreditnya.
Tring…
Tanda transaksi berhasil. Setelah semuanya selesai, keduanya langsung buru-buru pergi untuk pergi ke tempat selanjutnya.
“Terima kasih. Semoga hari anda menyenangkan,” ujar kakak kasir dengan seulas senyum yang begitu hangat.
Marisa membalas senyum kakak kasir, kemudian dengan langkah besar berusaha mengejar Kyra yang ternyata sudah tak ada dalam jangkauan penglihatannya.
Klik.... klik....
Ceklek....
Slap...
“Lho, Marisa ketinggalan,”tanya nya.
Disisi lain, Marisa yang masih terengah-engah memutuskan untuk pergi ke salah satu stand minuman untuk sekadar menghilangkan rasa hausnya. Tak lupa, ia membungkuskan untuk saudari terlaknatnya.
Dret.... dret..... dret.....
“Kemana neng, gue tunggu di mobil nih,”ujar suara di seberang telfon yang tak lain adalah Kyra.
“Persetan lo Ky, gue capek, bawa barang segini banyak. Bodo amat kalau lu pulang duluan, gue istirahat dulu di stand minuman boba.”
Tut.... tut.... tut.....
Dor… dor… dor…
Tak selang beberapa lama setelah menghubungi Marisa, terdengar suara dentuman lumayan keras bersumber dari lantai 1. Dimana Marisa masih berada di lantai satu.
“Astagfirullah. Suara darimana itu,”gumamnya.
“Telfon ambulance, ada beberapa korban jiwa,”teriak salah satu pengunjung Gramedia.
Kyra semakin penasaran, kemudian ia ikut beberapa orang yang berlari kembali ke lantai 1. Setibanya ia di lantai satu, mendadak kakinya lemas, badannya bergetar, detak jantungnya sudah tak beraturan tatkala melihat salah satu korban adalah Marisa.
******************
“Mar. Jangan pergi, kenapa lo pergi ninggalin gue. Marisaaa.”
Ternyata, gue cuma mimpi aja,
Kyra langsung meraih sebuah bingkai foto yang terpajang di nakas dekat tempat tidurnya. Tanpa pikir panjang, ia langsung mendekap bingkai tersebut kemudian sedikit terisak.
“Kenapa waktu lo temenin gue disini singkat banget. Tumben, lo dateng. Kenapa, lo kangen sama gue, Mar?”
Tok.... tok.... tok....
“Dik, udah bangun belum,” sayup-sayup suara Abiyya terdengar dari balik pintu.
“Udah mas, Masuk aja, pintu dah Ky buka,” sahut Ky.
Karena sudah mendapat persetujuan dari Ky, Abiyya masuk dengan membawakan segelas susu untuk adik tercintanya itu. Perlahan, Abiyya mendekati Ky. Namun, ia menemukan pemandangan aneh. Ya, mata Ky sembab dan dia menangkap bahwa Ky sedang mendekap bingkai foto.
Grep
Tanpa ba bi bu, Abiyya mendekap adiknya dengan erat, membelai lembut setiap surai hitam yang dibiarkan tergerai dan menepuk perlahan bahu Ky.
“Kangen? Hmthhh?” telisik Abiyya.
“Eung,” Kyra hanya menganggukkan kepala tanda mengiyakan perkataan Abiyya.
“Tidak apa, dik. Sepertinya, dia juga merindukanmu. Datang dalam mimpi lagi, kah?”
“Iya, mas. Marisa cantik banget di mimpi aku, dia ceria banget. Dia juga gendut. Hahahaha,” goda Ky.
“Nanti kita ke makamnya ya,”tutur Abiyya lembut.
Suasana kamar menjadi hening beberapa saat. Abiyya memberikan segelas susu yang ia bawa untuk Kyra. “Nih, minum dulu. Kamu nggak boleh sedih-sedih terus, nanti kamu yang sakit,”tutur lembut Abiyya.
****
Satu menit gelas susu yang digenggamannya sudah tak bersisa, Abiyya kemudian pamit untuk bersiap pergi ke tempat baru Marisa. Satu setengah jam keduanya membelah hiruk-piruk dan panasnya kota Semarang. Pintu gerbang pemakaman sudah terlihat di indra penglihatan keduanya.
Tit… tit…
Ceklek
“Yeay, ke rumah barunya Marisa. Ayo mas, cepet. Udah nggak sabar pengen cerita sama Marisa,” tangan Kyra langsung meraih pergelangan Abi. Dengan tergopoh-gopoh, Abi berusaha menyamakan langkahnya dengan Kyra.
Kurang lebih lima menit mencari tempat istirahat Marisa. Keduanya teringat bahwa rumah Marisa berada di bagian kompleks A, tepat dibawah pohon kesemek.
“Hai bestie, my sepupuku tersayang. Gimana kabar lo. Eh, lo kangen gue kah? Kenapa tadi datang ke mimpi? Tumben, katanya lo udah ogah banget ketemu sama gue?”
Abiyya perlahan menjauh dari pusara Marisa. Ia memberikan ruang kepada Kyra untuk bisa berdua dengan Marisa. Siapa tau, ada hal yang ingin mereka bicarakan tanpa sepengetahuan Abiyya.
*************
Tik.... tik… tik…
“Eh, sepertinya obrolan kita harus berakhir disini dulu deh, Mar. besok, in sya Allah gue kesini lagi,” ujar Kyra.
Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kompleks pemakaman untuk mencari kakaknya yang entah kemana perginya. Karena tak kunjung menemukan Abiyya, ia kemudian merogoh saku roknya dan mengambil gawai
Typing
“Mas, kemana? Yok pulang, udah sedih lagi langitnya.
Send
Dret… dret…
Getaran gawai membuat Abiyya sedikit terkejut, kemudian dengan segera merogoh saku bajunya. Di layer ponsel nya sudah terpampang pesan singkat dari Kyra. Dengan segera, setelah ia membaca pesan tersebut langsung menuju ke kompleks pemakaman. Dengan membawa payung dan tak lupa membawa jaket.
“Udah ngobrolnya?”
“Udah, yok pulang. Besok-besok kesini lagi,” ujar Ky dengan posisi memberikan tangannya untuk di bantu berdiri oleh Abiyya.
“Dada Marisa, I love you soo much. Emuach, dada. See you next time ya. Bye, aku pulang dulu,” heboh Kyra.
Abiyya hanya tersenyum dengan tingkah Kyra yang masih terlihat seperti anak kecil. Padahal usianya sudah Sembilan belas tahun. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu setengah jam, mereka meninggalkan pemakaman dengan rasa sedikit sendu.
“Ky, maafin mas ya. Mas janji, akan selalu buat Ky tersenyum dan selalu bahagia. Kehilangan Marisa waktu sama kamu pasti membuat kamu trauma. Mas sayang kamu, Ky.”
Otak Abi sangat ramai dengan kata-kata motivasi untuk membahagiakan adik tersayangnya. Memang benar, kita akan merasakan kebaikan seseorang ketika seseorang itu telah menghilang dari jangkauan penglihatan kita selamanya.