Epoch
“HOI.... BAGI DUIT!!!!”
Gadis berkulit sawo matang itu tidak langsung memberikan apa yang di perintahkan oleh sekumpulan siswi yang sedang menggertak nya. Ia tetap bersikeras untuk tidak menuruti apa kemauan sekumpulan siswi yang berparas cantik itu.
“EH, LO TU GAGU APA GIMANA SIH! APA LO BISU YA, NGGAK BISA NGOMONG?”
“OWH, PANTESAN. DIA KAN ANAK PUNGUT. JADINYA DIA NGGAK PUNYA UANG. DASAR MISKIN. NIH, KEK KITA DONG, KOLEKSI TAS BRANDED. NGGAK KEK ELU, MAKAN AJA SUSAH. WKWK,CKCK,HAHAHA.”
Byur.... Byur ...Krak ... Krak ...
Guyuran tepung dan amisnya telur sudah membuat tubuh si gadis siap untuk masuk ke penggorengan. Meskipun sudah berlumur tepung dan telur, gadis itu hanya bisa diam, tak bergeming.
“HEH, NGGAPAIN KALIAN MALEM-MALEM DI TEMPAT SEPI KEK GINI. MANA GADIS SEMUA LAGI. BALEK RUMAH SANA!!,” Suara Raka sedikit menggelegar di kesunyian malam.
“IYA, KENAPA KALIAN MENYIKSA GADIS INI? APA SALAHNYA!!” tambah Abbiya.
“Nih dek, bawa dia di mobil. Sekalian ganti bajunya,” tambah Raka sambil memberikan gadis malang itu kepada adiknya.
Ketika kedua kakak Kyra menegur segerombolan siswi tersebut, di tengah perjalanan mereka menuju mobil, mendadak Kyra terjatuh terduduk di tanah. Tak tau apa yang terjadi dengan gadis itu.
“Eh eh, Ky. Lo kenapa?” tanya Gladys. Seketika, ia merenggangkan gandengan nya kepada siswi kemudian ia menolong sahabatnya. Sang siswi pun ikut terkejut bukan main karena si Kyra terduduk lemas.
FLASHBACK ON
“HOI, CUPU!!!! ANAK YANG MUNGUT DI SAMPAH. CKCKCK.”
Lagi asyik membaca sebuah novel kesukaan nya dan bergurau sesekali dengan kawan sebelahnya, membuat hati Kyra tersentak. Ia terpaku, bingung antara mau percaya atau mengacuhkan omongan Amerta, gadis yang paling cantik dan selalu diidam-idamkan oleh kaum Adam di sekolah.
TAP.... TAP.... TAP....
Kyra menaruh novel yang ia baca di meja, kemudian menghampiri kumpulan gadis yang akhlaknya sudah di jual untuk membayar SPP sekolah. Ia dengan yakin dan percaya diri untuk menjawab semua cibiran dan tuduhan yang digulirkan untuknya.
Dengan seulas senyum ia menyapa, “Hai, selamat pagi. Ada yang bisa dibantu? Owh, lagi butuh pulsa ya? Maaf, sepertinya anda salah. Disini, tempat orang mencari ilmu. Bukan mencari musuh,” ujar Kyra dengan tenang.
Seisi perpustakaan terkejud. Baru kali ini Kyra berani menjawab pernyataan tidak pantas yang ditujukan pada dirinya. Amerta pun ikut tertegun dengan jawaban yang diutarakan Kyra.
PLAK….
“Owh. Mulai berani ya sekarang. Beli keberanian dimana lo?” tanya Amerta.
“Baru beli kemarin sih, COD sama Tuhan. Kamu mau juga? Nanti aku sampaikan ke Tuhan. Supaya kasih otak sama naluri ke kamu,” enteng Kyra.
Prok.... prok.... prok....
“Waw. Savage sekali bundah.”
“Wahh. Kyra, lo keren.” Ujar Gladys.
“HAHHHH.... KURANG AJAR LO YE ANAK NGGAK GUNA! AWAS LO. TUNGGU PEMBALASAN GUE YANG LEBIH MENYAKITKAN!
Gemuruh suara tepuk tangan terdengar di seluruh perpustakan. Kebetulan pula, perpustakaan sedang ramai. Karena sudah terlalu malu menghadapi Kyra, Amerta dan geng nya itu langsung meninggalkan ruang perpustakaan.
“Auwh,” Kyra meringis memegang pipi sebelah kiri yang sedikit memerah.
“Ke ruang kesehatan yok, kek nya kenceng banget tuh tamparan nya. Merah banget,” bujuk Gladys. Ia tidak tega melihat kawannya kesakitan.
*********************
Satu bulan semenjak kejadian tersebut, Amerta mulai menyusun rencana untuk membunuh Kyra. Mulai dari memberikan racun dalam makanan, membius Kyra untuk “digerayangi” oleh pria hidung belang dan menabrak Kyra dengan mobil.
“Eh, Ky. Jogging yok. Lumayan, sore-sore. Bisa buat cuci mata yang lelah seharian karena bergelut sama fisika. Muka lu dah kek angka gitu,” cerocos Gladys.
“Ah iya lah. Bentar, mau ganti baju dulu,” ujar Kyra. Dirinya langsung naik kamar dan lima menit sudah selesai dengan penampilan jogging.
Keduanya langsung pamit kepada orang rumah dan Abbiya menitipkan bungsu nya itu pada Gladys. Kalau ada apa-apa, Gladys yang nanggung akibatnya.
“Eunghhh... akhirnya, setelah sekian lama bisa keluar juga. Lelah banget sama tugas yang fana. Apalagi Fisika,” gerutu Gladys.
Keduanya berjalan menuju lapangan setelah memarkirkan motor. Kegiatan pertama yang mereka lakukan adalah pemanasan. Setelah dirasa sudah cukup panas seluruh badan, mereka lari-lari kecil mengelilingi lapangan.
“Eh, udah yok pulang, capek aku.” Ujar Kyra untuk menyudahi kegiatan mereka pagi itu.
“Ah iya lah. Nanti beli jajan dulu buat kak Raka sama kak Abbiyya. Sana yok, pengen sempolan aku.”
Keduanya langsung menuju abang-abang penjual sempolan. Kyra pamit ke Gladys untuk beli beberapa cemilan lain yang tersusun rapi di pinggir jalan.
Brak….
Dentuman yang lumayan bergaung di langit Semarang, sontak mengagetkan seluruh warga yang sedang melakukan olahraga pagi. Gladys pun tak kalah terkejud, ia langsung mencari Kyra. Ia berharap, itu orang lain aja. Jangan Kyra.
“Loh, Ky. Kyra, kemana lo?” ujar Gladys di tengah kebingungan nya.
“Ambulance. Panggil ambulance, ada gadis yang TERTABRAK MOBIL.” Seru salah satu bapak-bapak yang menghampiri Kyra yang sudah bersimbah darah.
Sontak, Gladys langsung menuju ke sumber suara. Suasana ricuh dan salah satu warga berhasil mendatangkan ambulance dengan cepat. Gladys yang kaget melihat teman nya itu sudah tak sadarkan diri, tak bergeming. Ia berharap, yang dia lihat adalah salah.
WIU… WIU… WIU…
TUT… TUT… TUT…
“Haduh, gimana nih. Mas Raka sama mas Abbi lagi nggak bawa hp nih pasti. Ya kali, hubungi tante. Nanti malah tante syok. Tapi, kek mana lagi. Kalau gue malah diem, gue pula yang kena marah,” Gladys sedang diliputi rasa bimbang dan was-was.
“Hubungi saja orang tuanya. Nanti kalau kamu tidak memberi kabar, dikira kamu nggak amanah buat jaga anak ini,” ujar salah satu pegawai rumah sakit yang berada di ambulan bersamanya.
Setelah berusaha menghubungi keluarga Kyra dengan susah payah, akhirnya Raka datang menemani orangtua nya menjenguk Kyra. Butuh waktu sekitar sepuluh menit ambulan menjangkau rumah sakit terdekat. Sesampainya di ruang IGD, dokter melakukan tindakan. Akhir dari pemeriksaan, dokter mengatakan kalau kaki kanan Kyra cedera. Butuh waktu kurang lebih tiga bulan supaya bisa kembali pulih.
TAP... TAP... TAP...
“Gimana tadi cerita nya? Kenapa Kyra bisa sampai kecelakaan, Nak?” tanya Mutia.
“Maafin Gladys tante. Tadi, Gladys sama Ky mau beli jajan buat kak Raka sama ka Abbiya. Nah, tiba-tiba Ky pengen beli beberapa cemilan lain. Eh, malah kek gini. Huhuhuhu. Maafin Gladys ya, Tante,” isak Gladys di pelukan Mutia.
“Ya sudah, tidak apa Nak. Mungkin memang takdir Kyra harus seperti ini. Sudah, jangan bersedih. Nanti, tante ikut sedih.” Tutur lembut Mutia pada Gladys.
*************
Dua bulan sejak kecelakaan mobil itu, Kyra perlahan pulih. Namun, trauma dan siapa yang membuat dia sampai seperti ini juga Kyra tau. Siapa lagi kalau bukan Amerta. Namun, ia tidak memberitaukan keluarganya. Bahkan, Gladys pun tidak diberitau.
“ARGHH.... TIDAK... TIDAK... JANGAN PUKULI AKU LAGI. AKU NGGAK SANGGUP. TOLONG, MAAFIN AKU.”
“Dek... dek... kamu kenapa. Tenang, tenang. Ada mas disini,” ujar Abbiya.
Setelah kecelakaan mobil, Kyra lebih sering mimpi buruk. Terbesit di mimpinya, bayang-bayang dimana ia dipukuli, dijambak dan disiksa habis-habisan oleh Amerta. Sebelum seberani kemarin, dulu Kyra orang yang polos dan selalu dibully.
FLASHBACK OFF
“Dek, bangun dek. Kamu kenapa? Apa yang terjadi?” ujar Abbiya.
Kyra masih diam. Ia mengalihkan pandangannya dari Abbiya ke gadis yang mereka tolong tadi. Gadis itu mereka bawa ke rumah karena sudah terlalu larut.
“Kenapa kamu tadi, kok sampai di bully segitunya?” ujar Kyra dengan suara yang pelan.
Gadis itu hanya diam sejenak, kemudian menggeleng. Ia masih enggan untuk buka suara karena ia juga bingung harus mulai cerita dari mana. Hening yang menyelimuti suasana di dalam mobil. Sampai dua puluh menit kemudian, mereka telah sampai ke rumah.
“Kamu disini dulu sama kita ya. Besok kita ke sekolah nganterin kamu. Kamu jangan takut. Kamu aman disini okei,” timpal Gladys untuk meyakinkan gadis itu.
GREK... GREK... GREK....
Abbiya membuka gerbang, kemudian mereka masuk ke halaman. Hari ini, pak satpam sedang libur karena anaknya sakit. Jadi, Abbiya sendiri yang buka pintu gerbang. Empat orang yang tersisa segera turun dan langsung menuju kamar masing-masing untuk membersihkan badan.
“Dek, nanti kamu tidur disini sementara ya. Jangan takut sama kita. Kita nggak bakal nyakitin kamu. Anggap aja rumah sendiri. Owh ya, kalau boleh tau namamu siapa?” tanya Raka.
“Ayudia kak. Biasa dipanggil Ayu,” ujarnya.
“Nama yang bagus. Kamu tidur disini, nggak papa kan? Nanti ada bibi yang bisa bantu urusin semua kebutuhan kamu. Okei,” ujar Raka kembali.
Gadis yang bernama Ayudia itu hanya mengangguk mendengar penjelasan Raka. Kemudian, Raka pamit untuk membersihkan badannya. Sedangkan, Kyra yang masih lemas di ruang TV bersama Gladys.
“Keinget dulu, Ky?” selidik Gladys.
“Heemth,” angguk Kyra tanpa ragu.
Malam itu berakhir dengan sebuah kenangan buruk yang terlintas di pikiran
Kyra. Kenangan yang berusaha dikubur dalam-dalam, ternyata muncul melalui
kejadian yang dialami oleh orang lain.