"Kenapa baru sekarang?"
Kinan berusaha memecah keheningan mobil. Dia sudah berpamitan pada Pak Adi tadi dan saat ini sedang dalam perjalanan pulang. Diantar oleh Gusti menggunakan mobil pria itu.
"Maksudnya?"
"Kenapa baru sekarang kamu berani berbicara denganku?"
Kinan mengutarakan salah satu hal dari sekian banyaknya hal yang membuatnya penasaran selama dia memasuki jenjang SMA. Seperti penasaran dengan alasan Gusti tidak pernah berinteraksi dengannya setelah sekian lama mereka tidak bertemu.
Gusti sepertinya tidak terlihat siap dengan pertanyaan Kinan itu. Dia seperti orang bingung saat ini.
"Gue bingung mau menjawab apa. Memangnya dugaan lo bagaimana?"
Kinan bersidekap dada. Lalu mengutarakan dugaannya.
"Aku pernah berpikir jika kamu merasa bersalah karena menghilang bagai ditelan bumi dan tidak pernah menemui ku di panti asuhan dulu."
Gusti tersenyum. Kemudian mengangguk. "Iya, kurang lebih seperti itu lah alasan gue tidak berani menyapa seorang bidadari setelah sekian lama tidak bertemu."
Kinan memutar bola mata jengah. "Stop memanggil aku bidadari!"
"Kenapa? Takut kakak angkat yang sudah resmi menjadi pacar lo itu marah?"
Mata Kinan membelalak. Terkejut luar biasa.
"Kamu," Kinan menunjuk Gusti dengan tatapan horor. "Kamu tahu dari mana aku berpacaran dengan Mas Sultan?"
"Saat Kak Sultan mengajak lo berpacaran di restoran steak mall pusat kota. Waktu itu gue tidak sengaja menguping. Gue duduk tidak jauh dari meja kalian," cerita Gusti.
Kinan menepuk jidatnya merasa tertangkap basah. Dia pun menatap Gusti. Memberikan tatapan ragu dan curiga. Gusti tersenyum. Seperti mengerti akan arti tatapan Kinan saat ini.
"Tenang saja. Gue orang yang bisa dipercaya kok. Gue tidak akan memberitahu orang-orang mengenai hubungan backstreet kalian."
Mendengar hal barusan membuat Kinan pun bernapas lega.
Suasana pun kembali hening. Gusti terlihat berinisiatif menyalakan musik menggunakan audio mobil. Musik Olivia Rodrigo disetel oleh Gusti untuk mengiringi perjalanan mereka.
"Ternyata ada yah laki-laki yang selera musiknya adalah lagu-lagu Olivia Rodrigo," puji Kinan.
Gusti tersenyum. "Kenapa? Aneh yah? Gue related sekali dengan lirik-liriknya."
"Bukannya rata-rata lirik lagu Olivia Rodrigo itu adalah tentang patah hati? Patah hati oleh siapa kamu, Gusti?"
Senyum Gusti terlihat semakin lebar ketika Kinan mulai berani menyebut Gusti dengan sebutan nama.
"Tentu saja patah hati oleh lo, Kinan. Pria mana yang tidak sakit hati melihat pacar masa kecilnya berpacaran dengan orang lain. Padahal belum ada kata putus saat itu."
Kinan mengibaskan tangannya mentertawakan ucapan Gusti barusan yang dia anggap adalah sebuah candaan semata itu.
Mereka pun lanjut mengobrolkan banyak hal. Obrolan mereka mengalir seperti air. Ringan, nyambung, dan terkadang mengundang gelak kecil. Kata asing dan kaku di antara mereka berubah menjadi kata kenal dan akrab. Kinan tidak ingin menutupi rasa nyamannya oleh topik-topik obrolan yang oleh Gusti. Dan hebatnya, Gusti membuat Kinan merasa aman. Pria lain yang membuat Kinan merasakan keanehan setelah kakak angkatnya sendiri.
Kinan dan Gusti bahkan menyempatkan diri membeli sebuah teh matcha hangat di perjalanan. Berharap minuman tersebut bisa sedikit meredakan rasa dingin akibat hujan yang mereka rasakan.
"Kinan, bagaimana kabar, lo?" tanya Gusti ketika Kinan dan pria itu sudah memasuki gerbang kediaman Aditama. Hujan sudah reda, langit pun sudah menunjukkan waktu petang.
"Setelah obrolan panjang lebar tadi, kenapa kamu baru menanyakan kabarku sekarang?" heran Kinan. Tertawa kecil karena merasa aneh.
"Baik-baik saja," jawab Kinan kemudian.
"Lo bahagia hidup dengan keluarga Aditama?" tanya lagi Gusti.
"Kalau ada kata yang bisa mewakili kalimat lebih dari bahagia, maka kata itulah yang akan aku pilih untuk menjawab pertanyaanmu barusan, Gusti."
Gusti mengangguk paham dengan maksud Kinan. Tangannya mengusap puncak kepala Kinan dengan lembut.
"Syukurlah. Gue hanya khawatir. Lo akhir-akhir ini sering terlihat murung di sekolah sejak kedatangan murid baru bernama Ambar itu."
Kinan terkejut ketika Gusti mengungkit nama Ambar. Benarkah sejelas itu?
"Mbak Ambar? Dia gadis yang baik_____"
"Jangan bodoh, Kinan," ucap Gusti dengan nada serius. "Gue orang yang tidak dekat dengannya saja bisa menebak dan yakin jika gadis itu menyukai kakak angkat lo. Gue mempunyai firasat tidak enak terhadap Ambar. Gue takut suatu saat dia akan menyakiti lo, Kinan."
Kinan merasa tidak nyaman dengan obrolan dirinya dan Gusti yang satu ini. Oleh karena itu diapun memilih diam dan segara turun dari mobil. Berpamitan dari mobil dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Gusti. Gusti pun ikut turun dan mengantarkan Kinan menuju pintu rumah kediaman Aditama.
"Kinan," Gusti mendekat. Tubuhnya yang tinggi menyempitkan jarak pada tubuh Kinan. Dan tatapannya menunduk tajam pada Kinan. "Andai saja suatu hari Sultan dan Ambar menyakiti lo. Temui lah gue, Kinan. Rumah dan hati gue akan selalu terbuka untuk lo kunjungi."
Instagram : @sourthensweett
itu tuh sudah jelas bgt sultan kalau kamu cinta kinan.
Comment on chapter 2. Denial