Anna selalu bilang dia tidak seandal Amos dan ia tidak dilahirkan untuk memimpin Goodlife, Amos lah yang terlahir untuk itu. Tapi seraya aku lebih banyak membantunya di perusahaannya, aku melihat bahwa itu tidak benar. Anna dan Amos memang dua pribadi yang berbeda. Amos tipe orang yang suka bergaul. Ia suka berteman dan pintar mengatur segalanya. Karena itu ia adalah orang yang tepat untuk mengarahkan pegawai-pegawainya. Dia juga ramah pada semua orang. Bahkan orang-orang di perusahaan papaku menyukainya. Mereka selalu memberikan perhatian pada produk-produk Goodlife lebih dari yang mereka berikan pada produk dari produsen lain. Semua itu karena Amos pandai mengambil hati mereka. Anna lebih diam. Tapi itu karena ia seorang pemikir. Dan ia selalu menganggap segalanya serius. Terkadang itu bagus. Tapi di lain waktu, itu tidak terlalu bagus.
Ia sedang cemberut di depan laptopnya saat aku masuk ke dalam ruangannya.
“Oh, hai,” katanya padaku dengan muram seolah ia mengharapkan orang lain, seseorang yang lebih hebat. Mungkin seseorang seperti Amos.
“Tidak suka melihatku?” tanyaku. Aku menyeret kursi yang terletak di hadapan mejanya ke arahnya supaya aku dapat duduk di sampingnya.
“Bukan itu. Aku hanya... sedih melihat angka-angka ini,” gumamnya. Aku menarik laptopnya supaya aku dapat melihat angka-angka itu. Bukan kali pertama aku melihat tabel itu, tabel berisi cicilan pinjaman bank yang tidak mampu dibayarnya.
“Kau tahu?” kataku.
“Apa?” tanyanya.
“Kau perlu investor,” kataku.
“Maksudmu?” tanyanya.
“Lihat ini. Pembayaran bungamu ke bank terlalu besar,” kataku sambil menunjuk ke angka-angka itu. “Jika kau bisa mendapatkan seorang investor yang mau mengambil alih pinjaman bank ini, kau jadi tidak harus membayar semua ...”
“bunga bank! Dan uangnya bisa untuk promosi!” katanya menyelesaikan kalimatku.
“Ya,” kataku walaupun aku belum berpikir sejauh itu. Aku tadi hanya memikirkan tentang bunga bank itu.
“Tapi itu berarti keluargaku harus ... berkongsi dengan .. orang lain,” katanya. “Rasanya papa tidak akan suka itu.”
“Jika kita bisa menemukan partner yang bisa bersinergi, yang dapat meningkatkan potensi pertumbuhan, rasanya patut dipertimbangkan. Karena jika perusahaan berkembang pesat, 50% dari perusahaan yang lebih besar itu nilainya bisa saja lebih dari 100% perusahaan awal,” kataku. Ia melihatku dengan mata membesar seolah aku seseorang yang luar biasa. Hatiku menghangat. Jika saja ia dapat terus memandangiku seperti ini. “Aku akan bicara pada kenalan-kenalanku di bank. Mereka sudah biasa membantu mencari partner strategis seperti ini. Dan kau boleh mulai bicara pada papamu,” kataku. Ia mengangguk dan tersenyum. Jika saja aku dapat mencium senyuman itu. Belum, aku belum pernah menciumnya. Tapi tak lama lagi aku akan.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page