Loading...
Logo TinLit
Read Story - Samudra di Antara Kita
MENU
About Us  

 

              Aku mencintai Dayton. Sangat. Aku mau menghabiskan seluruh sisa hidupku bersamanya. Apakah itu egois? Dia adalah cinta sejatiku. Kenapa aku tidak boleh mengutamakan diriku sendiri? Aku benci Amos. Aku benci dia karena dia meninggal begitu saja. Kenapa juga dia harus menyetir di tengah malam seperti itu? Dia sama sekali tidak memikirkan aku, atau orang tua kami. Bukankah membahayakan dirinya seperti itu saat begitu banyak orang membutuhkan dirinya itu egois namanya? Aku benci orang tuaku. Aku benci karena mereka hanya punya dua anak. Mungkin mereka terlalu malas untuk punya dan membesarkan lebih banyak anak. Apakah mereka tidak sadar bahwa meletakkan tuntutan yang begitu besar di pundak dua anak itu egois? Aku juga benci Dayton karena dia orang Amerika. Itu memang bukan salahnya. Dan dia tidak pernah berniat membuatku berada di posisi sulit seperti ini. Tapi memang begitu kenyataannya. Dan lalu aku sadar bahwa aku tidak bisa menyalahkan semua orang itu. Tidak ada yang dapat kusalahkan. Tidak Amos, tidak orang tuaku,  tidak Dayton. Aku bahkan tidak dapat menyalahkan diriku sendiri. Dan ini membuatku semakin marah. Dan aku terus berayun di antara menyalahkan Tuhan karena telah membiarkan semua ini terjadi dan memohon padaNya untuk memaafkanku karena telah menyalahkanNya. Aku juga terus bertanya-tanya apakah Dia sengaja mengambil Amos sebagai hukuman karena aku telah dengan egoisnya memutuskan untuk tidak pulang setelah lulus nanti.

              Ponselku bergetar. Nomor mama terera di sana. Aku menekan tombol tolak. Tapi lalu ponsel itu bergetar lagi. Aku mendesah tapi kali ini aku menekan tombol terima.

              “Anna?” kata mama.

              “Ya, Ma,” kataku,

              “Tentang bunganya. Kau bilang kau mau anyelir. Tapi kata si tukang bunga pasokan anyelir itu tidak konsisten. Dia mengusulkan daisy saja. Ada yang merah muda. Bagaimana, sayang?” tanyanya.

              “Baik, Ma, boleh,” kataku.

              “Baik. Dan untuk kain dekor yang akan menutupi tembok. Kau bilang kau mau warna perak. Tapi kata si vendor dekor, perak itu terlalu gemerlap jadi tidak bagus di foto. Dia mengusulkan satin warna mutiara. Katanya bunga merah muda akan terlihat lebih baik dengan dasar putih mutiara. Apa pendapatmu?” tanyanya.

              “Ok, Ma,” kataku.

              “Baiklah. Oh ya, perubahan warna kain dekor ini tidak akan mempengaruhi warna pakaian keluarga. Jadi tetap dengan warna lavender. Oh ya, apakah mama Dayton sudah mengabari apakah dia akan beli baju sendiri di sana atau harus dijahitkan di sini?”tanyanya.

              “Aku tidak tahu, Ma. Nanti kutanyakan,”  kataku.

              “Baiklah. Tapi harus secepatnya. Waktu tinggal tiga bulan lagi dan si penjahit perlu waktu karena ada banyak gaun yang harus dijahit. Dia bahkan belum mulai membuat baju penggiringmu. Dia masih menunggu ukuran Dina. Bisakah kau mengingatkan Dina untuk cepat membalas email si penjahit?”

              “Baik, Ma,” kataku.

              “Baik. Sekarang kue. Kau bilang kau mau red velvet. Tapi kata si tukang kuenya ...,”

              “Ma, ini bahasnya boleh besok?” tanyaku.

              “Oh, di sana jam berapa ya? Apakah sudah terlalu malam? Apakah aku salah menghitung perbedaan waktu lagi?” tanyanya.

              “Bukan, Ma. Aku.. aku mau makan malam dulu dan aku masih punya tugas yang harus kukerjakan,” kataku. Sebenarnya tidak ada. Aku sudah menyelesaikan tugasku.

              “Oh, baiklah jika begitu, kita lanjutkan besok,” katanya. Aku mematikan ponselku. Lalu sebuah kesadaran datang secara tiba-tiba, menghantamku seperti gelombang tsunami. Kedua orang tuaku tidak pernah sekalipun memintaku membatalkan pernikahanku. Dan mamaku, mamaku yang masih depresi karena ditinggal Amos, masih memaksa dirinya mengurus semua persiapan pernikahanku. Sebegitu tidak egoisnya dia dan sebegitu egoisnya diriku. Aku menangis. Lalu aku menyadari satu hal lagi. Aku sama sekali tidak peduli atas jenis bunga yang akan dipajang di pernikahanku, aku juga sama sekali tidak peduli apakah kain yang digantung berwarna perak atau mutiara, aku juga tidak peduli lagi apakah kuenya red velvet atau rasa lain. Aku tidak peduli. Karena aku tahu aku tidak akan pernah dapat memaafkan diriku sendiri jika aku membiarkan pernikahan ini tetap berjalan. Aku menekan nomor mama. Ia mengangkat ponselnya setelah satu deringan.

              “Ma?” kataku.

              “Ya, sayang,” katanya.

              “Tolong... tolong batalkan semuanya,” kataku.

              “Apa.. apa maksudmu?” tanyanya. Aku tidak dapat menjawab.  Aku mulai menangis.

              “Oh, Anna,”  katanya. Aku dapat mendengar keputusasaan di dalam suaranya. Keputusasaan yang diderita seorang ibu saat ia tidak dapat berada di sisi anak perempuannya saat anak itu membutuhkannya. Keputusasaan yang diderita seorang ibu saat tidak ada lagi yang dapat dilakukannya.

              “Ma, aku tidak bisa menikah dengannya,” kataku akhirnya.

              “Apakah kau yakin, sayang?” tanyanya. Aku dapat mendengar harapan pada suaranya. Tapi juga perasaan bersalah.

              “Ya. Aku akan membatalkannya,” kataku.

              “Mungkin..  mungkin kau harus memikirkannya dulu, sayang. Tidur dulu.  Jangan membuat keputusan tergesa-gesa. Besok bisa kita bicarakan lagi,” katanya.

              “Tidak, Ma. Aku sudah selesai berpikir. Batalkan semuanya,” kataku. Dan mungkin ia menangkap keputusan di dalam nada bicaraku sehingga dia tidak bertanya apa-apa lagi.

              “Baiklah, sayang,” katanya.

              “Sudah ya, Ma,” kataku.

              “Ya. Jika kau masih mau bicara nanti, telpon lagi, ya,” katanya. Aku memutuskan hubungan dan mulai menangis lagi. Entah berapa lama aku menangis. Tapi aku tahu masih ada satu hal yang harus kulakukan. Aku memandang cincin pada jariku. Airmata membuat pandanganku buram. Aku melepaskan cincin itu. Lalu aku mengambil secarik kertas dan mulai menulis. Aku menulis untuk memberitahu Dayton bahwa aku akan selalu ingat kali pertama aku melihatnya. Aku menulis untuk memberitahunya bahwa setelah ini, kemana pun kehidupan membawaku, aku tak mungkin melupakannya. Aku menulis untuk memberitahunya bahwa tidak akan pernah aku menyesal telah menjadi bagian dari hidupnya. Tapi aku juga memberitahunya bahwa aku tidak lagi bisa menjadi itu. Dan kuberitahu juga bahwa suatu hari nanti akan ada seorang wanita yang sangat beruntung yang akan mengenakan cincin ini. Dan aku begitu sedih karena aku bukan wanita itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • mprilla

    One of my favorite authors / writers

    Comment on chapter opening page
Similar Tags
ARMY or ENEMY?
15052      4224     142     
Fan Fiction
Menyukai idol sudah biasa bagi kita sebagai fans. Lantas bagaimana jika idol yang menyukai kita sebagai fansnya? Itulah yang saat ini terjadi di posisi Azel, anak tunggal kaya raya berdarah Melayu dan Aceh, memiliki kecantikan dan keberuntungan yang membawa dunia iri kepadanya. Khususnya para ARMY di seluruh dunia yang merupakan fandom terbesar dari grup boyband Korea yaitu BTS. Azel merupakan s...
Stuck In Memories
16026      3291     16     
Romance
Cinta tidak akan menjanjikanmu untuk mampu hidup bersama. Tapi dengan mencintai kau akan mengerti alasan untuk menghidupi satu sama lain.
Premium
Beauty Girl VS Smart Girl
11626      2950     30     
Inspirational
Terjadi perdebatan secara terus menerus membuat dua siswi populer di SMA Cakrawala harus bersaing untuk menunjukkan siapa yang paling terbaik di antara mereka berdua Freya yang populer karena kecantikannya dan Aqila yang populer karena prestasinya Gue tantang Lo untuk ngalahin nilai gue Okeh Siapa takut Tapi gue juga harus tantang lo untuk ikut ajang kecantikan seperti gue Okeh No problem F...
Interaksi
545      375     0     
Romance
Ada manusia yang benar benar tidak hidup di bumi, sebagian dari mereka menciptakan dunia mereka sendiri. Seperti halnya Bulan dan Yolanda. Bulan, yang terlalu terobsesi dengan buku novel dan Yolanda yang terlalu fanatik pada Korea. Dua duanya saling sibuk hingga berteman panjang. Saat mereka mencapai umur 18 dan memutuskan untuk kuliah di kampus yang sama, perasaan takut melanda. Dan berencana u...
Let's See!!
2344      989     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
Without End
1371      601     1     
Mystery
Di tahun akhir masa SMA nya, atas ajakan dari sahabat baiknya, ia ikut kencan buta dan bertemu dengan pria tampan dengan perilaku yang sangat sopan. Ia merasa bahwa pria tersebut memiliki sisi lain dan tak bisa tak menjadi tertarik, hingga mengantarkan dirinya sendiri terjebak ke dalam lubang yang ia gali sendiri. Kebahagiaan, ketakutan, perasaan terbelenggu, tercekik, sesak nafas, dan ha...
Heliofili
2776      1209     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Little Spoiler
1098      663     0     
Romance
hanya dengan tatapannya saja, dia tahu apa yang kupikirkan. tanpa kubicarakan dia tahu apa yang kuinginkan. yah, bukankah itu yang namanya "sahabat", katanya. dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku, rahasianya, cinta pertamanya, masalah pribadinya bahkan ukuran kaos kakinya sekalipun. dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku, tapi aku yang menyembunyikan sesuatu dariny...
Simbiosis Mutualisme
314      207     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
[END] Ketika Bom Menyulut Cinta (Sudah Terbit)
1644      783     5     
Action
Bagaimana jika seorang karyawan culun tiba-tiba terseret dalam peristiwa besar yang mengubah hidupnya selamanya? Itulah yang dialami Maya. Hari biasa di kantor berubah menjadi mimpi buruk ketika teror bom dan penculikan melanda. Lebih buruk lagi, Maya menjadi tersangka utama dalam pembunuhan yang mengejutkan semua orang. Tanpa seorang pun yang mempercayainya, Maya harus mencari cara membersihka...