Loading...
Logo TinLit
Read Story - Samudra di Antara Kita
MENU
About Us  

              Perlahan tapi pasti, rencanaku mulai terlaksana. Aku sudah mempengaruhi pikiran Anna dan papanya. Yah, sebenarnya yang kuselipkan ke benak mereka itu bukan ideku. Mereka sudah punya pikiran itu di benak mereka sendiri. Aku hanya mendorong mereka ke arah yang benar. Aku masih punya satu orang lagi untuk kupengaruhi dan ini tidak mudah. Tapi aku masih punya senjata rahasia. Jadi di sinilah diriku, menunggu si profesor di depan gedung kantornya. Sekertarisnya, seorang wanita dengan style fashion yang buruk yang terlihat suka mencampuri urusan orang lain, menyuruhku menunggu di dalam kantor Dayton karena kelas terakhirnya untuk hari ini akan berakhir lima belas menit lagi. Tapi aku memilih untuk menunggu di luar sini. Musim semi toh sudah hampir tiba.

              Ia berjalan dengan cepat ke arahku sambil membawa setumpuk file berisi kertas. Baru setelah ia berada beberapa langkah dari pintu dia sadar itu aku yang berdiri di sana.

              “Justin,” katanya.

              “Dayton,” jawabku.

              “Apakah... Anna baik-baik saja?”tanyanya dan kurasa itu lucu kenapa dia, tunangan Anna, harus bertanya padaku tentang keadaan Anna.

              “Ya, dia baik-baik saja,” kataku sambil melirik ke jam tanganku. “Harusnya sekarang ini dia sudah tiba di rumah,” kataku.

              “Oh, jadi kau ke sini bukan karena ada yang terjadi padanya?” tanyanya.

              “Bukan,” kataku.

              “Jadi apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya. Rupanya dia bahkan tidak merasa perlu berpura-pura ramah padaku.

              “Aku kesini untuk membicarakan Anna,” kataku. Ia masuk ke gedung dan aku mengikutinya. Si sekertaris mengamati kami dengan pandangan ingin tahunya. Aku hanya tersenyum padanya. Aku mengikuti Dayton ke dalam kantor kecilnya. Aku mengamati kantor itu. Entah berapa kali Anna berada di ruangan ini bersama dirinya. Aku mengusir bayangan itu. Aku tidak mau membayangkan Anna berduaan dengan dirinya.

              “Duduk,” katanya sambil meletakkan tumpukan file di atas mejanya. Ada beberapa bingkai foto di atas meja itu. Salah satunya berisi Anna dan dirinya. Aku melihat ke arah lain.

              “Apakah kau mencintai Anna?” tanyaku langsung pada sasaran. Dayton melepaskan jaketnya dan duduk.

              “Tentu saja,” jawabnya.

              “Seberapa besar?” tanyaku.

              “Boleh kutahu arah percakapan ini?” tanyanya.

              “Dengan skala 1 sampai 10, seberapa besar cintamu padanya?” desakku.

              “Seratus,” katanya.

              “Dengan kata lain, kau amat sangat mencintainya,” kataku.

              “Ya, bisa dibilang seperti itu,”katanya.

              “Apakah cintamu padanya cukup besar sampai kau rela mengorbankan kebahagiaanmu demi kebahagiannya?” tanyaku. Ia tidak langsung menjawab.

              “Apa maksud dari semua ini?” tanyanya.

              “Harusnya sekarang-sekarang ini kau sudah punya perasaan bahwa... Anna sedang mempertimbangkan untuk putus denganmu,” kataku.

              “Dia bilang itu padamu?” tanyanya.

              “Tidak tepat seperti itu kata-katanya. Tapi ia terus terombang-ambing di antara tinggal di sini bersamamu atau pulang supaya dapat bersama-sama dengan orang tuanya. Kau tahu di dalam situasi seperti ini, Anna adalah satu-satunya yang dapat membantu papanya dengan bisnis keluarga mereka, bukan? Dan kita bahkan belum membahas depresi yang diderita mamanya. Apakah Anna bilang bahwa sewaktu dia berangkat ke sini, orang tuanya terlalu sedih sampai tidak dapat mengantarnya ke bandara?” tanyaku. Dayton melepaskan kacamatanya untuk memijit pangkal hidung dan keningnya.

              “Tolong jangan berbicara berputar-putar, Justin. Apa maumu?,” tanyanya sambil memakai kacamatanya lagi. Aku hanya menangkat bahu.

              “Aku tidak mau apa-apa. Aku hanya merasa bahwa kau patut sadar bahwa saat ini kau tengah meletakkan Anna di posisi yang amat sulit. Kau memaksanya memilih dan apapun yang dipilihnya, dia akan merasa berasalah,” kataku.

              “Ini urusanku dengan Anna. Kau tidak berhak untuk ikut campur,” katanya.

              “Kau benar. Tapi aku ingin kau memikirkan apa yang akan kukatakan ini. Jika karena satu dan lain hal kau tidak dapat bersama-sama dengan Anna, aku yakin kau ingin dia tetap mengagumi dirimu. Aku yakin kau ingin dia mengingatmu sebagai pria yang penuh kasih, pria yang baik, pria yang jujur dan bukan seorang yang egois dan tidak dapat dipercaya,” kataku. Aku lalu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari saku jaketku dan meletakkannya di atas mejanya.

              “Apa ini?” tanyanya.

              “Hanya beberapa printout berita lama dan dokumen tentang bagaimana kau dipecat dari pekerjaanmu di pesisir timur. Bukan sesuatu yang baru untukmu, tapi ini pastinya sesuatu yang baru bagi Anna,” kataku. Mata Dayton melebar. Ia mengambil kertas itu dan mulai memindainya. “Apakah Anna pernah heran kenapa seseorang dengan gelar Doktor dari universitas terkenal seperti dirimu mau mengajar di kolese kecil seperti Foothill ini? Karena kubayangkan mudah bagi seseorang dengan sebaris gelar seperti dirimu untuk mendapatkan pekerjaan di Wall Street di mana uang mengalir seperti air,” kataku.

              “Dari mana kau dapat ini?” tanyanya.

              “Sebagian tersedia di internet tapi aku memang mempekerjakan seorang detektif,” kataku.

              “Kau melakukan ini supaya Anna meninggalkanku karena kau menginginkannya untuk dirimu sendiri!” katanya.

              “Hei, kita ini tidak sedang membicarakan diriku. Kita sedang membicarakan dirimu. Kau harus akui bahwa ... bila kau benar-benar meletakkan kepentingan Anna di atas kepentinganmu sendiri, kau pasti sudah sadar bahwa kau bukan orang yang tepat untuknya,” kataku. Dan aku diam sejenak untuk membiarkan kalimat tadi bergema di dalam benak dan hatinya. Lalu aku mencondongkan tubuhku ke arahnya sebagai tanda bahwa apa yang hendak kukatakan berikutnya adalah sesuatu yang sangat penting. “Dayton, jika kau merelakan Anna, dia akan selamanya berpikir bahwa kau telah mengorbankan kebahagiaanmu demi dia. Selamanya dia akan mengagung-agungkanmu sebagai orang seperti itu,” kataku. Aku lalu berdiri dan berjalan ke pintunya. Tapi sebelum aku keluar, aku sekali lagi menoleh ke arahnya. “Dan aku akan bersumpah bahwa sampai kapanpun, dia tidak akan pernah tahu bahwa kau pernah menjual integritasmu demi uang. Dia tidak akan pernah tahu bahwa kau sudah menyebabkan begitu banyak keluarga kehilangan uang simpanan dan uang pensiun mereka hanya karena mereka membeli investasi jeblok yang angkanya sudah kau sulap jadi bagus,” kataku. Dengan itu, aku meninggalkan dirinya untuk bergumul dengan pikirannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • mprilla

    One of my favorite authors / writers

    Comment on chapter opening page
Similar Tags
Too Sassy For You
1535      694     4     
Fantasy
Sebuah kejadian di pub membuat Nabila ditarik ke masa depan dan terlibat skandal sengan artis yang sedang berada pada puncak kariernya. Sebenarnya apa alasan yang membuat Adilla ditarik ke masa depan? Apakah semua ini berhubungan dengan kematian ayahnya?
ETHEREAL
1816      801     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...
Nina and The Rivanos
10249      2481     12     
Romance
"Apa yang lebih indah dari cinta? Jawabannya cuma satu: persaudaraan." Di tahun kedua SMA-nya, Nina harus mencari kerja untuk membayar biaya sekolah. Ia sempat kesulitan. Tapi kemudian Raka -cowok yang menyukainya sejak masuk SMA- menyarankannya bekerja di Starlit, start-up yang bergerak di bidang penulisan. Mengikuti saran Raka, Nina pun melamar posisi sebagai penulis part-time. ...
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
584      329     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...
Lullaby Untuk Lisa
5583      1627     0     
Romance
Pepatah mengatakan kalau ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya. Tetapi, tidak untuk Lisa. Dulu sekali ia mengidolakan ayahnya. Baginya, mimpi ayahnya adalah mimpinya juga. Namun, tiba-tiba saja ayahnya pergi meninggalkan rumah. Sejak saat itu, ia menganggap mimpinya itu hanyalah khayalan di siang bolong. Omong kosong. Baginya, kepergiannya bukan hanya menciptakan luka tapi sekalig...
KEPINGAN KATA
506      323     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
Photobox
6293      1586     3     
Romance
"Bulan sama Langit itu emang bersama, tapi inget masih ada bintang yang selalu ada." Sebuah jaket berwarna biru laut ditemukan oleh Langit di perpustakaan saat dia hendak belajar, dengan terpaksa karena penjaga perpustakaan yang entah hilang ke mana dan Langit takut jaket itu malah hilang, akhirnya dia mempostingnya di media sosialnya menanyakan siapa pemilik jaket itu. Jaket itu milik Bul...
Unlosing You
466      322     4     
Romance
... Naas nya, Kiran harus menerima keputusan guru untuk duduk sebangku dengan Aldo--cowok dingin itu. Lambat laun menjalin persahabatan, membuat Kiran sadar bahwa dia terus penasaran dengan cerita tentang Aldo dan tercebur ke dalam lubang perasaan di antara mereka. Bisakah Kiran melepaskannya?
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
Gilan(G)ia
503      277     3     
Romance
Membangun perubahan diri, agar menciptakan kenangan indah bersama teman sekelas mungkin bisa membuat Gia melupakan seseorang dari masa lalunya. Namun, ia harus menghadapi Gilang, teman sebangkunya yang terkesan dingin dan antisosial.