Aku tidak butuh dirinya untuk mengantar kami ke
bandara. Aku bisa memesan grab atau menyetir mobil sewaanku dan mengembalikannya
di bandara. Tapi ia memaksa dan kupikir, yah, kubiarkan saja dia mengantar. Di
bandara, aku sengaja meninggalkan mereka berdua supaya mereka punya kesempatan
mengucapkan selamat tinggal. Jangan sampai dia merasa aku tidak bersaing dengan
adil. Memang bukan salahku, bukan, bahwa dia tidak bisa menemani Anna pulang
dan aku bisa? Aku sedih perihal Amos ini. Tapi harus kuakui, di antara semua
orang, aku yang paling diuntungkan dari kejadian tragis ini. Anna dan Dayton
pastinya belum menyadari hal ini tapi tanpa adanya Amos, tidak mungkin orang
tua Anna akan membiarkan dia menetap di Amerika setelah lulus nanti. Pasti dia
akan ditarik pulang.
Ketika aku berjalan kembali ke arah mereka, mereka
masih sedang berpelukan. Aku membuang muka dan menyabarkan diriku sendiri.
Semua ada waktunya. Selama dua bulan terakhir ini, aku telah menjadi teman yang
baik, tetangga yang baik. Tidak pernah sekalipun aku mencoba merayu Anna
walaupun setiap kali aku melihatnya, keinginan untuk bisa memeluknya begitu
kuat. Dan percayalah, ada banyak sekali kesempatan bagiku untuk melakukan itu
karena aku memang sering sekali datang ke apartemennya. Aku mengantarkan
makanan yang kelebihan kubeli, aku meminjam garam atau pasta gigi atau apa saja
yang dapat kupinjam, aku datang untuk memberitahukan tentang lagu atau film
netflix yang kurasa dia akan suka. Intinya segala alasan sudah kugunakan supaya
aku dapat bertemu dengannya sesering yang dibolehkan oleh batas-batas
kesopanan. Aku selalu menghormati fakta bahwa ia sudah bertunangan dan aku
mendekatinya dengan cara-caraku sendiri. Namun setiap hari aku bersumpah bahwa
suatu hari nanti, ia akan melepaskan cincin pertunangannya itu. Dan sekarang,
siapa yang mengira, mungkin hari itu akan datang lebih cepat dari yang
kuperkirakan.
Aku melirik jam pada dinding. Sebentar lagi kami sudah
harus masuk ke gate. Aku berjalan mendekat. Dayton memandangku dan menaikkan
sebelah alisnya untuk bertanya apakah sudah waktunya untuk masuk. Aku
mengangguk. Mereka berdiri dan bertiga kami berjalan ke arah gerbang
keberangkatan. Anna lalu mampir di toilet untuk mengosonkan botol airnya. Aku
dan Dayton menunggunya di dekat gerbang.
“Tolong jaga dia untukku,” katanya.
“Itu pasti,” jawabku. Dan yang sesungguhnya aku memang
berencana untuk menjaganya seumur hidupnya. Dan tentu saja aku tidak melakukan
itu untuknya. Aku melakukannya untukku. Kami berdua melihat Anna berjalan ke
arah kami dan Dayton tidak mengatakan apa-apa lagi. Aku juga merasa tidak perlu
membuat percakapan. Sedikit rasa kasihan terbersit di hatiku. Pria ini sudah di
ambang kehilangan tunangannya dan ia tidak sadar itu. Mereka berpelukan sekali
lagi, sebuah pelukan yang panjang. Aku menggertakkan gigiku dan lalu sadar
bahwa aku sudah mengepalkan tanganku begitu lama sampai kukuku menyakiti
telapak tanganku. Baru setelah mereka berhenti berpelukan, aku dapat bernapas
lebih lega. Kami berjalan ke dalam dan meletakkan semua barang kami di baki
plastik dan berjalan melalui gerbang metal detector. Kami lalu mengambil
kembali semua barang kami dan berjalan masuk. Anna menoleh untuk terakhir
kalinya pada Dayton. Kami lanjut berjalan. Anna melambatkan langkahnya seolah
ragu. Tapi aku meletakkan tanganku dengan lembut pada punggungnya untuk
mengingatkannya bahwa aku ada di sini. Yang sebenarnya, aku memang akan selalu
ada di sisinya untuk memastikan apapun yang dilewatkannya dengan tidak
bersama-sama dengan pria itu, akan kugantikan sepuluh kali lipat.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page