Biasanya dosen tidak semuda itu. Di benakku, profesor itu harusnya berusia di atas lima puluh tahun dengan rambut memutih dan kerutan pada wajahnya. Dan di semester pertamaku kemarin, semua dosen-dosennya seperti itu. Rambut putih Prof. DuBois selalu tergelung rapi dan ia menunjukkan foto cucu barunya. Prof Shefrin sudah botak jadi aku tidak tahu warna rambutnya. Saat tertawa, perut buncit Prof. Hander bergerak naik turun. Tapi semester ini ternyata tidak seperti itu. Buktinya, di hadapanku berdiri seseorang yang rambut hitam pendeknya membuat wajah yang masih muda itu tampak lebih muda lagi. Jika kita bertemu di luar lingkungan universitas, aku pasti menebak bahwa ia seorang mahasiswa dan bukan seorang dosen. Dan lagi kedua lesung pipitnya membuyarkan konsentrasi. Mungkin jika aku meletakkan sebatang tusuk gigi di sana, tusuk gigi itu tidak akan jatuh karena lesung pipit itu begitu dalam.
Dia tidak terlalu bisa menjelaskan materi, terutama di awal semester, seolah otaknya bergerak lebih cepat dari mulutnya. Pada masa itu terlihat banyak muka-muka bingung di ruang kelas. Untungnya aku memang punya kebiasaan membaca buku teks sebelum kuliah jadi paling tidak aku cukup dapat menangkap apa yang sedang dijelaskannya. Seringkali ia akan berhenti seolah sedang mengumpulkan pokok-pokok pikirannya yang tercecer di lantai, lalu ia akan mencoba menjelaskan hal yang sama dengan cara yang berbeda, dan biasanya, hasilnya hanyalah lebih banyak lagi wajah bingung. Lima mahasiswa memutuskan untuk tidak melanjutkan mengambil kelasnya dan aku jadi kasihan padanya setiap kali ia berdiri di depan sambil kehabisan akal apa lagi yang harus dikatakannya. Rupanya bila kita mengerti sesuatu, itu tidak berarti kita dapat membuat orang lain mengerti juga. Dan lagi Akunting bukan mata pelajaran yang dapat dihafal. Kau harus mengerti hubungan satu akun dan yang lainnya dan mengerti akibat dari setiap transaksi.
Selalu ada antrean panjang di depan kantor Prof. Lee pada jam kantornya tapi aku tidak pernah berada pada barisan itu. Kebanyakan yang mengantre adalah mahasiswi dan aku tidak tahu apakah itu sebuah bukti bahwa wanita pada umumnya lebih kesulitan dengan angka. Gadis berambut pirang yang duduk di baris belakang selalu berada paling depan antrean walau aku tidak tahu apakah ia memang tertarik pada akunting atau pada si pengajar.
Untungnya setelah ujian mid semester, Prof Lee menjadi lebih baik. Ia akan terdiam sebelum menjelaskan sesuatu seolah sedang menangkap semua ide yang beterbangan di sekitar kepalanya, lalu ia akan menjelaskan sebuah konsep dengan cara yang sistimatis. Tidak banyak lagi wajah-wajah bingung di kelas dan ada banyak kepala yang serentak mengangguk-angguk perlahan seperti boneka pajangan berleher per pegas yang kepalanya naik turun yang sering dijejer orang di atas dasbor mobil. Mungkin dia sudah belajar dari pengalaman. Mungkin dia mendapatkan bantuan dari dosen lain atau mungkin dia mengambil kursus online berjudul Cara Menjadi Dosen Akunting.
Walau tidak banyak lagi wajah bingung di kelas, antrean di depan kantornya tetap saja panjang. Gadis berambut pirang dari baris belakang itu tetap saja berada di depan antrean. Gadis itu tidak merahasiakan fakta bahwa ia hanya mendapatkan C untuk ujian tengah semesternya seolah itu memberikannya hak untuk memonopoli jam kantor Prof Lee. Aku tahu pasti apa yang ada di benak gadis itu setiap kali ia memandang Prof Lee. Biasanya dosen tidak seganteng ini dan harus kuakui, aku pun memikirkan hal yang sama. Tapi ini bukan berarti Dina benar waktu dia bilang aku naksir dosenku.
One of my favorite authors / writers
Comment on chapter opening page