###BAB 4 (START) ###
Setelah menyulut api pada nona Vanniette, sekarang Anna harus berurusan dengan pangeran yang menyamar menjadi rakyat biasa. Christopher akhirnya memasuki kedai Anna, dia juga berhasil melihat kamar Anna bahkan masak bersama Anna. Semua kejadian romatis bersama tokoh tidak utama itu terhenti karena tokoh utamanya muncul, Vanniette Avicenna. Gadis yang berubah dalam waktu sedetik ketika melihat Christopher. Para tokoh utama akhirnya bisa makan bersama.
“Ini kare anda, Tuan dan Nona. Silahkan menikmati,” ucap Anna sambil meletakkan piring di hadapan Vanniette dan Christopher.
“Terima kasih, Anna. Anda baik sekali,” ucap Vanniette dengan wajah tersipu malu, matanya bukan mengarah kepada Anna melainkan kepada Christopher. Christopher juga bukannya melihat makanan tetapi malah melihat Anna.
“Baik, saya sepertinya melupakan sesuatu di luar, mohon jaga—” ketika Anna hendak keluar sambil menyelesaikan perkataanya, tiba-tiba Christopher menarik tangan Anna.
“Anda mau kemana, Nona. Tidak baik meninggalkan pelangan sendirian, bukan?” ucap Christopher dengan mata memohon Anna untuk tetap tinggal bersama mereka.
Vanniette yang melihat itu tentu tidak senang. Dia menatap tajam Anna seakan Anna akan mati besok.
“Huh, Tuan…aku ragu gadis yang kau pegang sekarang adalah gadis yang berani memegang roh kudus” ucap Vanniette lalu memakan karenya.
Anna cukup terkejut melihat serangan Vanniette karena siapapun yang mendengar ini pasti akan menyangka Anna adalah tukang jual beli roh tetapi wajah Christopher biasa saja seakan sudah mengetahui hal tersebut.
“Bagaimana denganmu nona Avicenna? Apakah akhirnya kau bisa menghasilkan roh kudus?” tanya Christopher.
Vanniette sempat terkejut dan menunduk mendengar Christopher, Christopher malah melanjutkan perkataanya, “Ah jangankan menghasilkan, aku rasa dewa pun enggan berbicara denganmu, ya? Atau sudah bisa?” tanya Christopher dengan mata melototi Vanniette seolah ingin mengontrol Vanniette dengan matanya.
Vanniette semakin tertunduk dan mengepalkan tangannya sendiri. Suasana yang awalnya pink berubah menjadi suram. Anna yang tidak nyaman dengan suasana itu mencoba mencairkan suasana.
“Nona Vanniette, hari ini anda cantik sekali. Bagaimana jika sesekali anda mengundang saya yang rendahan ini ke pesta teh anda?” ucap Anna sambil menyembunyikan tangannya di bawah meja yang hanya menunjukan simbol perdamaian (peace).
Vanniette memahami kode Anna, dia juga ikut serta dalam memainkan peran, “Tentu saja, jika nona Anna memintaku seperti itu, aku akan mengadakan pesta the khusus di gereja dan aku akan mengundangmu dalam waktu dekat,” ucap Vanniette dengan senyum lalu menyantap makanannya lagi.
“Kalau begitu, aku juga ikut,” ucap Christopher dengan tegas sambil melihat ke arah Vanniette dan Anna.
Vanniette terkejut, dia lansung bersemangat menyambut permintaan Christopher, “Aku juga akan mengundangmu, Christo!”
“Syukurlah semuanya berjalan baik,” ucap Anna spontan. Christopher melihat Anna dengan mata kebingungan sedangkah Vanniette memegang pipinya yang kemerahan.
“Anna, kau…apa yang kau lakuk---” ucap Christopher, Anna lansung mematahkan perkataan Christopher lagi dengan bertanya, “Apakah kau akan memakan kareku, Tuan? Karena piringku tidak akan memakannya”
Kare Christopher yang awalnya penuh disantap Christopher dengan cepat dan lahap. Vanniette dan Anna terkejut melihat kecepatan dari Christopher.
“Tidak kusangka Christo suka makanan, mungkin aku harus belajar memasak,” ucap Vanniette dengan wajah merona.
“Hmmm? Kau baru tau? Ya, selain gadis yang diberkati Tuhan, aku juga suka gadis yang pandai memasak” ucap Chrsitopher dengan senyum sambil melihat Anna.
“Ohoho, gadis itu adalah anda, nona Avicenna! Ini adalah kode dari calon suamimu kalau dia akann lansung menikahimu jika kau bisa memasak! Hohoho!” tawa Anna seperti sinterklas sambil menghindari tatapan Christopher.
“Ahhhh, Nona Anna. Sekarang anda juga bisa menggodaku seperti ini. Tentu saja aku akan belajar dari nona Anna!” ucap Vanniette.
“Eh?” tanya Anna kebingungan.
“Tidak, Anna akan menjadi koki istanaku, dia tidak ada waktu untukmu, iya kan, Anna?” tanya Christopher dengan penuh kepercayaan diri.
“Eeh?” tanya Anna dengan wajah yang masih kebingungan.
“Dipikir-pikir sepertinya akan lebih wajar jika aku belajar dari koki istanamu yang sekarang ini. Nona Anna jika dilihat dari segi manapun sepertinya kurang meskipun masakannya enak” ucap Vanniette sambil melihat Anna.
“Si kurang hajar ini, padahal sudah aku bantu tetapi memang dasar anaknya tidak tau terima kasih. Lagian aku juga tidak mau terlibat ke tokoh utama seperti kalian. Cepatlah kalian lansung menikah dan bercintalah! Bodoh sekali kalian berpikir aku mau meladeni kalian!” ucap Anna dalam hati tetapi di saat yang bersamaan Anna melontarkan sepuluh persen dari apa yang dipendamnya di hati, “Saya rasa tidak perlu bagi anda repot memikirkan saya, saya tidak ingin berurusan lebih jauh dengan keluarga kerajaan jadi biarkanlah saya hidup sesuai yang saya mau”
Vanniette tersenyum manis sambil memegang tangan Anna, “Bagus, Nona Anna. Saya yakin nona Anna akan bahagia,” lalu memperkuat peganganya.
Anna teringat momen yang sama di masa lalu, ingatan hitam putih itu lagi dimana seseorang mengengam tangan Anna dengan keras. Kali ini kepala Anna baik-baik saja, Anna yang betul-betul kelelahan dengan tingkah Vanniette yang tidak tau diri lansung mencabuti jari Vanniette dari tangan Anna dengan keras.
“Ouch! Sakit sekali!” ucap Vanniette sambil memegang jarinya kesakitan.
“Nona, sepertinya anda perlu memeriksakan diri anda ke dokter anda, sekaligus kalau ada waktu, berbicaralah dengan beliau baik-baik karena sepertinya dewa saja tidak sanggup menyembuhkan nona” ucap Anna sambil berdiri lalu berjalan ke arah pintu kedainya.
Christopher menahan tawanya tetapi pada akhirnya terlepas juga, “Nona Anna memang pandai berkata-kata”.
Anna membuka pintunya lalu berkata, “Hari sudah mau malam, tidak baik bagi anda untuk berlama-lama disini. Segeralah keluar”.
Christopher yang tidak nyaman duduk berhadapan dengan Vanniette segera keluar dari ruangan tersebut. Sebelum betul-betul keluar, Christopher membungkuk sedikit dan berkata, “Aku pasti akan kembali lagi!” lalu berjalan membelakangi Anna.
Vanniette juga tidak punya alasan untuk menetap, dia segera keluar dari ruangan lalu berkata, “Kau dasar tidak tau diri, kalau bukan karena Christo, aku tidak akan mengundangmu”.
“Sayang sekali nona tidak mau bekerja sama dengan baik, pada akhirnya nona sendirilah yang tidak tau diri merendahkan saya tiba-tiba, saya sudah berusaha semampu saya, tapi apa boleh buat…dewa sepertinya tidak berkehendak” ucap Anna dengan nada menyindir.
“K-kau! Berani-beraninya!” ucap Vanniette ketika hendak menampar Anna, suara pelayan Vanniette terdengar dari jauh.
“Nona, ayo segera pulang” ucap pelayan Vanniette.
“Ok, Serena!” sahut Vanniette, dia menatap Anna tajam sambil berkata, “Masalah ini belum selesai, Anna!” lalu dia berjalan memunggungi Anna bersama pelayannya.
“Hahh…akhirnya kedua orang tersebut pergi” ucap Anna sambil menutup pintu kedainya.
Anna teringat lagi dengan perilaku Christopher yang bisa dikatakan cukup aneh dari pertemuan awal mereka.
Aku pasti akan kembali lagi
“Apa yang dia pikirkan…bukan…apa yang sebenarnya dia inginkan dariku? Dasar para tokoh utama ini tidak hanya berbuat sesuka hati mereka tetapi merepotkan sekali” ucap Anna sambil kembali memikirkan Christopher.
Ketika Anna mengingat kembali Vanniette dan Christopher, Anna merasa seperti memakan jeruk nipis, rasanya sangat asam. Perasaan itu menyesakkan bagi Anna, dia tidak tau harus bagaimana menghadapi sikap Christopher.
“Terkadang aku berharap Tuhan bisa mengontrol perasaan dalam waktu sekejap,” ucap Anna terduduk di lantai sambil memegang tungkai kakinya.
Anna melihat ke atas seolah yang di atas mau menjawab Anna. Mengingat 'Yang Di Atas', Anna berdiri lalu membuka pintunya, dia melihat langit malam yang dipenuhi bintang.
“Yinni, tolong berbicaralah padaku,” ucap Anna sambil melihat salah satu bintang di atas.
Tidak ada yang menjawab, tidak ada suara, tidak ada tanda-tanda keberadaan Yinni, semuanya tidak ada seolah dewa mencampakkan Anna.
Air mata Anna perlahan keluar, orang lain mungkin akan berteriak jika menjadi Anna tetapi Anna seperti terbiasa membotolkan perasaanya. Hal itu bukan berarti Anna akan membiarkan dia terus bersdih dan menunggu dewa mau berbicara dengan Anna.
“Kau pikir hanya kau saja yang bisa sesuka hatimu? Aku juga bisa sesuka hatiku!” ucap Anna. Anna menutup pintu kedainya lalu berlari ke lantai dua seolah sedang mengejar harta karun.
Anna mengobrak-abrik lemari pakaiannya, menggunting kain hitam dan putih yang baru dibelinya, membuka buku sketsa gambarnya lalu mulai menjahit baju sesuai yang dia rancang.
Hari pun berlalu, matahari kembali menyinari kota Fuerst. Anna turun ke bawah untuk memasang tanda tutup di depan pintu kedainya lalu dia kembali ke lantai dua untuk kembali mengerjakan jahitan bajunya.
Samar-samar dari arah bawah Anna bisa mendengar keluhan orang-orang yang menyesali kedainya tutup, Anna tetap focus mengerjakan pekerjaanya.
Sore hari pun tiba, Anna masih mengerjakan pekerjaanya tetapi tiba-tiba dia mendengar suara dari arah bawah, “Nona Anna! Ini prajurit kerajaan, harap bukalah!”.
Anna menghentikan pekerjaanya, dia turun ke lantai satu lalu membuka pintu, “Ada urusan apa, ya?”
“Ini adalah undangan pesta the putri Avicenna. Nona diminta untuk datang ke undangan tersebut. Undangan tersebut akan dilaksanakan tiga hari lagi,” ucap ksatria itu didampingi dua kesatria lainnya di belakang sehingga menarik perhatian warga sekitar.
Anna tidak punya pilihan selain menerima undangan tersebut, “Baiklah, segeralah pergi. Anda menarik terlalu banyak perhatian”.
“Baik, Nona. Kalau begitu, kami permisi untuk pergi. Salam!” sahut prajurit itu sambil membungkuk kecil lalu mereka pergi dari hadapan Anna.
Anna menutup pintunya. Dia membuka surat itu, aroma khas bunga Lily menyebar dari surat tersebut.
-------------
Kepada Nona Anna,
Salam,
Dengan surat ini, aku mengundangmu ke pesat perjamuan tehku yang diadakan, anda bisa membawa teman anda ke pesta ini:
Tanggal: 10 Januari 1960.
Tempat: Kastil Fuerst, Menara tiga. (Anda akan diantar)
Terima kasih,
Vanniette Avicenna, calon matahari muda kota Fuerst,
------------------
“Kalau saja dia tidak menambahkan sesuatu yang tidak perlu, kebencianku pasti akan berkurang,” ucap Anna sambil menutup surat itu.
Anna berpikir lalu muncul suatu ide yang gila, dia akan berbuat sesukannya. Di undangan tidak ada tertulis dia harus memakai gaun, kalau begitu dia akan membuat semua orang di pesta itu terkejut dengan baju yang akan dibuatnya.
Anna mengambil tas nya yang tergantung di pintu, dia memasukkan banyak botol iblis ke dalamnya. Anna keluar dari kedainya, dia segera berlari ke kuil dewa seakan dia akan meledakkan ide gilanya disitu. Disitu dia menemui Vos yang sedang berdoa kepada dewa. Anna menunggu di bangku kuil sampai Vos selesai berdoa.
Anna menghampiri Vos lalu berkata, “Vos, bantulah aku”.
Vos tetap berjalan ke lorong kuil yang sepi lalu berkata, “Ada apa?”.
“Aku mendapat undangan pesta teh”.
“Wah, Anna! kau pasti sangat senang!”.
“Tidak, Vos. Aku akan menghancurkannya dengan rencanaku. Tolong bantu aku”.
“Apa yang bisa kubantu? Kau tau sendiri aku tidak punya kekuatan iblis, kan?”.
“Tidak perlu banyak kekuatan, aku perlu orang-orang aneh sepertimu. Lagipula aku yakin kau punya teman di neraka. Izinkan aku berbicara dengan teman-teman dosamu yang lain,” ucap Anna sambil menunjukan tasnya yang berisi botol iblis dengan mata membara.
Vos terkejut melihat isi tas tersebut. Harusnya Vos tidak tergoda hanya karena botol iblis itu tetapi mata Anna yang membara itu membangkitkan tenaga keserakahan dari dirinya. Sejenak Anna melihat mata Vos yang memerah seolah kekuatan iblisnya kembali. Vos kembali tersadar, dia juga menyadari dirinya sempat tergoda dengan dosa.
“Hah…ini gila…,” ucap Vos, dia menarik tangan Anna menuju suatu ruangan yang diselimuti aura kegelapan.
Ketika masuk ke dalam ruangan tersebut, Anna melihat seorang wanita dengan perawakan cukup tua yang wajahnya hamper mirip dengan Vos.
“Ada apa ini, Vos? Mengapa kau membawa manusia ini kesini” tanya wanita itu ke Vos dengan nada khawatir.
“Ma, perkenalkan ini Anna. Dia ingin meminjam kekuatan kita dan berbicara dengan para teman-temanku di neraka,” ucap Vos kepada ibunya.
“Maaf nona telah merepotkanmu. Saya tidak yakin apakah ini semua cukup, saya masih punya sisanya di rumah saya,” ucap Anna sambil menunjukkan botol hitamnya.
“Yaampun!” ucap Ibu terkejut melihat botol hitam itu. Ibu Vos melihat ke arah Anna dengan tatapan ragu.
“Tenang, Nona. Aku hanya iblis bekerja bersamaku,” ucap Anna.
“Nak…pikirkanlah kembali, semua ini ada konsekuensinya. Tentu ini akan menguntungkan kami tetapi jika ada masalah, kami tidak bisa membantmu, Nak. Berdoalah kepada dewa,” ucap Ibu Vos.
“Nona…jika dewa membantuku, pasti aku tidak begini. Dewa sudah terlanjur marah kepadaku, kenapa tidak sekalian aku tuntaskan saja kemarahannya?” tanya Anna dengan mata membarah.
Ibu Vos terkejut melihat mata Anna yang penuh keserakahan itu, seolah dirinya dikuasai iblis, Hal ini juga membuat darah iblis dari tubuh ibu Vos mengalir deras sehingga membuat mata ibu Vos memerah.
“Ibu juga merasakannya, kan? Wanita ini mungkin bisa menjadi jalan kita menghadapi kakek,” ucap Vos.
Ibu Vos sempat ragu, setelah berpikir panjang akhirnya ibu Vos berkata, “Baiklah, kami akan membantumu”.
Ibu Vos mengambil suatu buku dari lemari di dekatnya lalu berkata, “Vos, ayo lakukan”.
Ibu Vos dan Vos meletakkan tangannya di suatu gambar lingkaran lalu merapal matra, “Berbicaralah kepada kami, wahai saudara-saudara”.
Sebuah layer biru terpampang di atas buku itu, disana Anna melihat seorang wanita dengan pakaian yang seksi, seorang wanita dengan wajah cemberut, seorang laki-laki gendut yang sedang memakan ayam dan seorang bocah yang sedang tertidur dengan bonekanya.
“Ah…hanya mereka teman yang kumiliki…baik kuperkenalkan yang ini—” ketika Vos menunjuk ke arah wanita seksi, wanita itu sudah duluan berbicara, “Hai~ aku Luna, aku hidup untuk cinta!” ucap wanita berbaju seksi itu kepada Anna.
“Hallo, Luna, sepertinya aku akan membutuhkan cintamu pada bajuku,” ucap Anna dengan tatapan membarah.
“Kyaaa, tatapan itu!” Luna menutup matanya dengan pipi merona, “Aku suka itu” sambil menatap Anna dengan wajah tersenyum.
“Luna, aku yakin Latzier sedang tertidur disitu, jadi tolong bawakan dia nanti kalau kau kesini, ingat untuk menyamar!” ucap Vos.
“Ay, ay, kapten~” sahut Luna dengan wajah senang.
“Ah selanjutnya, tukang makan ini adalah Tony, seperti yang kau tau, dia suka makanan” ucap Vos menunjuk laki-laki yang daritadi memakan ayam.
“Kebetulan sekali aku tukang masak yang handal, aku membutuhkanmu sebagai temanku di pesta perjamuan teh nanti,” ucap Anna.
“Eh aku kira kau akan mengundangku?” tanya Vos kepada Anna dengan wajah seperti anjing ditelantarkan.
“Tidak ada larangan aku membawa lebih, kau juga akan ikut,” ucap Anna sambil menghelus kepala Vos.
Anna melihat ke arah wanita dengan wajah cemberut, Vos juga melihat ke arah yang sama sambil berkata, “Perkenalkan, Namanya Elly, dia—”
“Tidak usah repot karena aku tidak berniat ikut dalam kejahatan manusia ini” ucap wanita dengan wajah cemberut itu mematahkan perkataan Vos.
“Ah seperti yag diharapkan dari dosa iri hati, baik kalau begitu biar teman-temanmu saja yang ikut, kamu tidak usah,” ucap Anna dengan nada menyindir.
Elly geram mendengar perkataan Anna, dia lansung berkata, “Enak saja! Aku ikut!” dengan wajah memerah.
“Baiklah kalau begitu! Ibu vos dan Vos akan membantuku dalam menjahit, ya?” ucap Anna sambil tersenyum melihat Vos dan ibunya.
Keduanya sempat ragu tetapi mengingat mereka sudah menerima bayaran, mereka mengangguk setuju. Dibalik itu sebenarnya telapak tangan Anna mulai kemerahan seperti tanda dewa sedang marah pada Anna tetapi Anna menghiraukannya.
Hari sudah sore, Anna, Vos, dan ibu Vos berjalan keluar dari kuil dewa. Disitu mereka menemui Luna yang sedang menggendong bocah laki-laki tertidur, Elly dengan bajunya yang tertutup dan seorang pria tampan yang sedang memakan ayamnya.
“Umm…siapa ini?” tanya Anna kepada Vos sambil menunjuk kea rah pria yang sedang memakan ayamnya.
“Kejam sekali nona tidak mengenaliku, aku Tony,” ucap pria yang sedang mengunyah ayamnya.
“HAH??? TONY? Tony yang gendut itu?” tanya Anna terkejut melihat Tony. Tidak hanya tidak gendut tetapi dia juga memiliki wajah yang rupawan.
“Aku menyamar, nona. Tidak seperti Vos yang masih menunjukan sayap iblis—” Tony terkejut melihat Vos dan ibunya.
“Sejak kapan kalian bisa menyamar juga?! Sayap dan tanduk kalian tidak ada, wajah Vos juga tidak semenakutkan dulu!” ucap Tony.
“Oh ya? Tanpa sadar sepertinya kekuatanku kembali” ucap Vos melihat ke arah ibunya.
Anna kembali melihat Vos, betul ternyata wajah Vos tidak hanya tidak menakutkan melainkan tampan bagaikan dewa Hermes. Jantung Anna berdebar melihat keindahan itu. Dia berusaha melupakan Christopher dengan menyakinkan dirinya bahwa Vos yang layak dia sukai.
“Ini semua berkat gadis ini,” ucap ibu Vos kepada Anna sambil tersenyum.
“Astaga, Ibu. Padahal aku yang meminta tolong pada anda, hahaha,” jawab Anna dengan senyum.
Vos yang melihat Anna tersenyum juga ikut tersenyum bersamanya tetapi Vos tidak tau bahwa Elly mengetahui senyum yang tidak bias aitu.
Sepanjang perjalanan mereka semua berbagi cerita satu dengan yang lainnya, Anna dengan ibu Vos, Luna dengan Tony, Vos dengan Elly. Semuanya penuh tawa dan keanehan.
Ketika hampir sampai ke kedai Anna, Luna berkata, “Yaampun, siapa pria ganteng yang sedang menunggumu itu Anna? Apakah kekasihmu?”
Anna melihat Christopher yang sedang menunggu di depan pintu Anna sambil melihat ke arah Anna.
“Ada acara apa ini?” tanya Christopher pada Anna.
“Anna, apa yang dia lakukan disini?” bisik Vos pada Anna.
“Kau kira aku tau? Aku juga ingin membuatnya bosan padaku” jawab Anna pelan sambil menutupi mulutnya.
“Ada yang bilang bosan?” Latzier bangun lalu melihat Christopher dengan mata masih mengantuk.
“Eh? Latzier bangun?” Luna menurunkan Latzier dari punggungnya.
Laztier berlari menuju arah Christopher lalu bertanya, “Tuan, apa anda bosan?”
Christopher memandangi bocah kecil itu lalu berkata, “Sedikit bosan karena menunggu seseorang terlalu lama,” sambil memandangi Anna.
“Kyaa! Lucu sekali” ucap Luna sambil memegang pipinya dan bergerak kecentilan.
“Yaampun,” ucap Ibu Vos sambil menutup mulutnya.
“Kau mendengarnya, Vos? Inilah mengapa aku membutuhkan kalian! Para tokoh utama sulit sekali untuk dimegerti,” bisik Anna kepada Vos.
“Masalahmu sepertinya tidak berkurang ya, Nona,” jawab Vos pelan dengan wajah pasrah.
Latzier melihat Vos, Vos mengangguk seakan tau apa yang diinginkan Latzier, “Ayo Tuan. Kita bermain!” sambil menarik tangan Christopher.
“Eh? Tapi kita bermain di area yang dekat saja ya,” ucap Christopher mengikuti Latzier.
“Pheww… Akhirnya satu masalah selesai,” ucap Anna sambil memegang kepalanya.
Anna berjalan memasuki kedainya lalu menaiki tangga ke lantai dua diikuti Vos, Ibu Vos, Luna, EllyS dan Tony.
“Silahkan duduk,” ucap Anna sambil mengangkat meja ke area kosong lalu bergerak menuju lemari mengambil baju-bajunya.
Ibu Vos, Luna, Elly dan Tony duduk melingkar sesuai lingkaran meja itu.
“Mari kubantu,” ucap Vos menyusul Anna. Vos membuka lemari atas Anna sedangkah Anna membuka rak lemarinya di bawah. Anna merasakan suara jantung Vos yang kencang dan nafas Vos yang berat hingga membuat wajah Anna merah padam.
Dia melihat bantal duduk disitu lalu mengangkat lima bantal sekaligus begitu juga Anna mengangkat baju-bajunya
“Lihatlah, Ibu Vos. Mereka serasi sekali, seperti pasangan muda” ucap Luna kepada Ibu Vos.
Vos dan Anna berkata, “Bukan seperti itu!” dengan wajah memerah sambil masing-masing sibuk membawa barang.
“Ahahaha, imutnya!” sahut Luna. Ibu Vos malah tersenyum pada Anna seakan dia juga setuju atas hubungan mereka.
“Biasa saja padahal,” ucap Elly dengan tatapan cemburu pada Anna.
“Umm…ah…aku sebaiknya menyiapkan makanan untuk kalian” ucap Anna tersipu malu dan berusaha menghindar dari tatapan ibu Vos dan Elly dengan pergi ke bawah.
“Sebaiknya aku juga membantu” ucap Vos yang juga tersipu malu mengikuti Anna ke bawah.
“Aku mau makan juga” ucap Tony sambil berdiri.
“Aku juga mau!” ucap Luna dengan senang.
“Ya..kalau mereka turun, aku juga sih” ucap Elly memalingkan wajahnya tersipu.
“Tidak mungkin semuanya turun, kan? “ Anna melihat wajah semua orang yang seakan berkata mereka juga ingin membantu.
“Baiklah….hah…Luna bawakan keranjang peralatan jahit dan bukuku, ya. ” ucap Anna sambil melanjutkan langkahnya menuruni tangga dengan membawa baju-baju di tangannya.
Vos, Ibu Vos, Luna, Elly, dan Tony turun ke bawah mengikuti Anna. Anna menaruh bajunya di meja.
“Silahkan duduk di kursi meja ini, Ibu Vos, Elly, dan Luna” ucap Anna sambil melihat ke arah Ibu Vos dan Luna.
“Baik, terima kasih, Anna” ucap Luna sambil memandu ibu Vos berjalan.
Anna menyalakan kompor dapurnya, disebelah Anna terdapat Tony yang melihat Anna.
Anna bertanya kepada Tony, “Apakah kau bisa memasak?”
“Tentu saja aku bisa, kalau tidak bisa—”
“Bagus! Masalah makanan kuserahkan pada Vos dan kau ya! Selamat bekerja!” ucap Anna sambil berjalan menuju arah Ibu Vos dan Luna.
Tony menggunakan kekuatannya untuk membuat kentang, wortel, dan daging sapi melayang dengan sendirinya menuju ke hadapannya. Anna yang sempat membuka bukunya untuk ditunjukkan kepada Luna, Elly, dan Ibu vos takjub dengan kekuatan Tony itu.
“Tidak salah memilihmu, ya,” ucap Anna pada Tony dengan senyum.
“Tentu saja, Nona! Aku koki terbaik di neraka! Vos, kau bacalah buku ini!” ucap Tony sambil mengeluarkan buku dengan sihirnya.
“Sombong sekali kau mentang-mentang masih memiliki kekuatan sihir,” ucap Vos pada Tony sambil membuka buku tersebut.
Sementara Tony dan Vos memasak, Anna berdiskusi dengan Ibu Vos, Elly, dan Luna.
“Baik, Luna dan aku bagian merancang busana, memberi pola, dan menjahit di mesin. Ibu Vos dan Elly bagian menggunting baju, mengukur dan memberi tanda pada baju, ya,” ucap Anna pada ibu Vos, Luna, dan Elly.
“Baik!” jawab Ibu Vos, Luna, dan Elly serentak.
Semuanya mulai bekerja. Tony memotong-motong kentang, Vos yang sedang meracik bumbu, Ibu Vos yang sedang menggunting-gunting baju sesuai pola sketsa pertama Anna, Elly yang mengukur-ukur pada baju sambil memberi tanda, Luna yang sedang membuat pola baju bersama Anna.
------------
Di saat yang bersamaan di luar rumah itu, Latzier dan Christopher menemukan tanah kosong itu dipagari oleh kayu putih tetapi orang tetap bisa masuk ke dalamnya, tanah itu juga dihiasi bunga di sekelilingnya, hanya saja tanah itu tidak terlalu terurus karena kurang bersih karena masih terdapat beberapa sampah dan bebatuan.
“Bagaimana bisa kotaku masih memiliki tanah seperti ini?” ucap Christopher dengan wajah kusut melihat kondisi tanah tersebut.
Latzier menghiraukan perkataan Christopher, dia memasuki area tanah itu sambil berkata, “Kita tidak punya waktu untuk memikirkan bagaimana, Tuan. Apa yang sudah terjadi, nikmatilah apa adanya”.
Christopher yang mendengar itu akhirnya tersenyum kecil lalu berjalan menyusul Lietzer, “Mau bagaimanapun, aku tetaplah calon raja dari kota ini, aku akan dikritik karena ini”.
“Entahlah, tuan. Aku malas berpikir tentang hal yang belum terjadi, pikirkanlah itu setelah kita bermain,” ucap Latzier dengan mata mengantuk
Christopher hanya bisa tersenyum menatap bocah kecil itu. Bocah kecil itu memiliki kantong mata yang besar, rambut acak-acakan, suara yang serak dan aura yang cukup gelap tetapi Christopher beranggapan bahwa bocah itu memiliki hidup yang menyenangkan karena dari ucapannya bisa disimpulkan kalau bocah itu tidak suka berpikir rumit.
“Hidupmu pasti menyenangkan ya, Dik” ucap Christopher menunggu Latzier mengambil tiga kaleng dari sekitar tanah itu.
“Menyenangkan? Tidak juga. Aku hanya malas” ucap Latzier sambil meletakkan kaleng-kaleng itu berbaris dengan jarak antar kaleng kira-kira 10 sentimeter.
“Ucapanmu lucu sekali, kau malas tetapi bersemangat sekali untuk bermain” ucap Christopher sambil tertawa melihat Lietzer yang asyik menyibukkan dirinya dari tadi.
“Aku juga terkadang juga malas tidur, tuan. Jika ada orang yang bosan maka aku akan bersamanya,” ucap Latzier sambil membawa batu yang didapatnya di sekitar tanah tersebut lalu menjauhi kaleng-kaleng tersebut dengan jarak yang sangat jauh dari kaleng tersebut.
“Ayo Tuan, bermainlah” ucap Lietzer memandangi Christopher yang cukup jauh darinya.
Christopher berjalan menuju arah Lietzer, “Tuan siapapun yang bisa menjatuhkan semua kaleng itu dengan batu ini maka dialah pemenangnya,” ucap Latzier kepada Christopher sambil memberikan batu kepadanya.
“Pemenangnya dapat apa?” tanya Christopher sambil emgambil batu dari Latzier.
Latzier berpikir keras tentang apa yang yang mungkin diinginkan pangeran ini darinya, dia teringat bahwa dia belum memperkenalkan dirinya, “Jika aku menang, kau akan membiarkanku pulang begitu saja tanpa mengetahui aku siapa,” ucap Latzier dengan aura percaya diri meskipun nada bicaranya tidak seperti auranya.
Christopher cukup tertegun dengan sikap Latzier yang percaya diri itu, “Sepertinya kau percaya diri sekali bakal menang, ya? Kalau begitu aku akan menyebutkan apa yang kuinginkan setelah aku menang saja”.
Ketika Christopher hendak melempar batu ke kaleng bagian tengah, Lietzer malah berkata, “Apakah itu mengenai nona Anna?”
“Apa?” tanya Christopher terkejut tetapi batu itu sudah terlanjur dilemparkannya ke arah yang tidak tepat.
“Hey, Bukankah curang mengajak lawan berbicara?” tanya Christopher pada Latzier.
“Kau tidak bertanya…aku tidak pernah memakai aturan dalam game, Tuan” ucap Latzier lalu menguap.
“Wah, baik Anna maupun orang-orang di sekitarnya sama-sama orang yang menarik sekali ya,” ucap Christopher dengan wajah tersenyum kesal.
“Ayo tuan! Dua kaleng lagi!” ucap Latzier dengan nada yang tidak mencerminkan kata-kata semangat itu.
“Huh! Aku pasti akan meminta informasimu dan Anna sekaligus! Lihat saja!” ucap Christopher sambil mengambil batu dari tanah lalu melempar batu itu ke kaleng bagian tengah yang tidak terkena batu tadi.
Tak!
Kaleng bagian tengah terjatuh, Christopher melihat Lietzer dengan wajah senang seakan dirinya akan menang sambil mengambil batu dari tanah.
Latzier yang melihat wajah itu berkata, “Ah! Aku lupa! Kau memiliki kesempatan satu lagi!”.
“Hahhh??“ ucap Christopher yang lagi-lagi melemparkan batunya secara tidak sengaja sehingga batunya jatuh ke arah yang tidak tepat.
“Wahh, kau betul-betul curang, bocah,” ucap Christopher dengan nada yang sedikit kesal melihat Latzier.
Latzier berjalan untuk mengembalikan kaleng bagian tengah yang terjatuh itu ke posisi semula dia berdiri, Latzier kembali berjalan ke posisi awalnya di samping Christopher sambil mengambil batu dari tanah.
“Lagi-lagi tuan tidak memintaku untuk membuat aturan meskipun tau ini permainan tanpa aturan, bukan berarti aku tidak mau ada peraturan, kan?” tanya Lietzer sambil melempar batu ke arah kaleng bagian kiri.
Tak!
Batu itu berhasil menjatuhkan kaleng tersebut, Lietzer mengambil batu dari tanah lalu bersiap melempar, “Kalau begitu, apakah kau iblis?” tanya Christopher.
Lietzer tetap fokus melempar batu itu ke kaleng bagian tengah seakan tidak peduli dengan perkataan Christopher yang berhasil menguak identitas dirinya.
Tak!
Lietzer berhasil menjatuhkan kaleng bagian tengah yang sempat menjadi kaleng kegagalan Christopher.
“Bayangkanlah semau, Tuan,”jawab Lietzer sambil mengambil batu dari tanah lagi.
“Kau sombong sekali, bocah,”ucap Christopher dengan wajah yang semakin kesal melihat Latzier.
“Tuan, ada perbedaan antara orang malas dengan orang bodoh, “ucap Latzier sambil melempar batu ke kaleng bagian kanan, “Orang malas terkadang suka membodohi orang“.
Tak!
Lagi-lagi Latzier berhasil menjatuhkan kaleng. Latzier tersenyum sambil berjalan menjauhi Christopher, “Senang bertemu denganmu, Tuan“.
Christopher melihat Latzier lalu berteriak “Ayo satu game lagi!” tetapi Latzier berjalan seolah mengabaikan perkataan Christopher.
Christopher mengejar Latzier, dia menggengam tangan Latzier, “Aku tidak mungkin kalah“.
Latzier kesakitan menahan genggaman Christopher, rasanya seperti dewa mengusir iblis, Christopher memanglah orang yang dipenuhi berkat dewa, dia melihat Christopher seakan ingin menghipnotis Christopher, “Tuan, saya yakin pasti anda mau tidur di kasur anda saat ini”.
Christopher sempat terhipnotis tetapi matra itu lansung terpatahkan, “Aku tidak mau tuh,“ Christopher yang sedang lengah dalam mengenggam Latzier membuat Latzier menjadikan kesempatan itu menjadi kesempatan berlari dari Christopher.
Angin sore hari itu sangat menyenangkan, Latzier yang biasanya tidak suka berlari karena membuat badannya capek malah menyukai angin itu.
“Ya…ini tidak buruk…,“ ucap Latizer sambil menikmati angin yang mencoba bermain dengannya.
Matahari sudah terbenam, siap untuk berganti tempat dengan bulan, Latzier mencium aroma masakan dari kedai Anna di kejauhan. Latzier berjalan menyusuri aroma itu, membuka pintu kedai itu lalu melihat ruangan yang penuh dengan orang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya.
“Latzier! Tidak biasanya kau pulang secepat ini, bagaimana pria tampan itu?” tanya Luna sambil menggambar di buku sketsanya. Latzier mencari kursi yang bisa didudukinya.
“Aku terlalu malas membahas pangeran keras kepala itu, lebih baik jangan terlalu dekat dengannya, dia betul-betul berbahaya,“ ucap Latzier sambil duduk di kursinya.
“Makanan sebentar lagi akan siap tetapi aku ragu kita bisa menaruhnya dimanapun,“ ucap Tony kepada semua orang di ruangan itu sambil melihat ruang untuk makanannya di meja tempat Anna, Luna, Elly, dan Ibu Vos bekerja.
“Aku masih ada meja lagi di perkarangan, tunggu ya, “ucap Anna berdiri lalu berjalan kea rah perkarangannya di belakang.
“Nona, itu terlalu berat bagimu untuk mengerjakannya sendirian, biarkan aku membantu,“ ucap Vos berhenti dari pekerjaanya, melihat Anna berjalan sendirian lalu menyusulnya.
“Oho~ gentleman~” ucap Luna melihat tindakan Vos yang asyik menjadi itik dari Anna.
Setelah mereka berdua pergi dari ruangan itu, Elly berkata, “Ya…Vos kan selalu begitu ke semua orang,“ sambil memberikan pola pada baju yang dia kerjakan.
“Elly selalu saja cemburu~ santailah sedikit, perjalanan mereka masih sangat panjang ohoho!” ucap Luna yang berusaha menjahili Elly.
“Hah, sudahlah…lanjutkan saja pekerjaanmu,“ ucap Elly yang jengkel dengan jahilan Luna.
Ketika Anna disusul Vos keluar dari perkarangannya, Anna melihat bulan yang berdiri di langit gelap itu. Selama ini Anna tidak pernah menikmati langit malam kota ini.
“Sesekali sepertinya tidak akan menyakitiku,“ ucap Anna berdiri menikmati langit malam kota Fuerst yang indah disertai anginnya yang menenangkan.
Vos memandang Anna sebentar lalu memandang langit yang sama, “Tentu tidak, Anna. Ini semua awal darimu untuk siap terjatuh ke kegelapan jadi nikmatilah selagi bisa“.
Anna tertawa kecil mendengar dirinya yang melakukan hal gila hari ini, siap berhubungan dengan iblis tentu Anna akan dihukum dewa karena menduakan dewa. Anna sangat tau bagaimana akhir dari nasibnya.
“Lalu siapa yang akan menolongku? Dewa yang tidak mau berbicara denganku? Lucu sekali,“ ucap Anna sambil menatap Vos.
Vos juga tertawa kecil mendengar Anna,Senyum dan tatapan Vos yang terbuai oleh rayuan sinar rembulan itu sangat menenangkan. Rambut Vos yang hitam tetapi tertata rapi layaknya pendeta kuil, matanya yang semerah darah, warna kulitnya yang hitam eksotis, kemeja hitamnya yang terkancing rapi dengan apron putih di depannya yang beraroma khas bumbu masakan.
Semua hal tentang Vos mulai merayap ke pikiran Anna, rayapan itu tidak menghilang melainkan membuat Anna berkata, “Bisakah aku memelukmu?“
Vos sedikit terkejut mendengar perkataan Anna tetapi melihat mata kesepian Anna membuat Vos tersenyum untuk menghibur Anna, “Kau tak perlu meminta izin, Nona Anna,“ lalu memeluk badan Anna dan menghelus kepala Anna.
Anna terjatuh dalam penghiburan Vos. Angin malam yang tenang itu terasa menghangatkan ketika berpelukan dengan Vos, seakan semua kekhawatiran itu pergi menghilang dibawa angin. Kenyamanan ini mengingatkan Anna pada memori di kehidupann sebelumnya.
Tidak apa, aku takkan meninggalkanmu. Aku akan mencintaimu
Orang dengan senyum di wajahnya tetapi wajahnya tidak jelas karena yang Anna ingat hanya serpihan ingatan saja.
“Kalian mau sampai kapan berpelukan? Makanan sudah mau jadi lho~” ucap Luna menjahili Vos dan Anna yang nyaman dengan pelukan mereka.
Vos dan Anna melepas pelukan mereka lalu tersipu malu. Mereka mengangkat meja dari perkarangan itu lalu membawanya ke dalam ruangan dapur Anna.
Luna tertawa melihat tingkah laku mereka, dia masih tertawa hingga duduk di meja makan.
Elly melihat wajah Vos dan Anna yang masih memerah dibarengin tawa Luna tau apa yang terjadi luar perkarangan itu, “Sepertinya kau senang sekali menjahili orang, ya, Luna“.
“Maafkan aku, maafkan aku ahaha,“ ucap Luna tertawa. Anna dan Vos sedikit jengkel dengan tawa Luna apalagi setelah kejadian di perkarangan.
Anna duduk tenang di depan meja makan tetapi tidak dengan Vos, “Sudahlah, ayo kita makan saja“.
Ibu Vos, Luna, dan Elly merapikan meja, menaruh baju, buku, dan peralatan jahit mereka ke keranjang, lalu menaruh makanan ke meja.
Semuanya makan dengan lahap dibarengin cerita kecil dan tawa melihat kelakuan Tony yang menghabisi ikan besar.
“Hey, aku baru mau makan itu!” ucap Elly pada Tony dengan wajah kesal.
“Sayang sekali, makanannya sudah masuk ke dalam perutku, apa kau mau masuk juga?” ucap Tony dengan nada bercanda.
Anna tertawa tetapi tidak dengan yang lain bahkan Latzier yang tertidur di meja makan juga membuka matanya seakan terkejut mendengar perkataan Tony, seketika suasana hening seakan semuanya terdiam karena mendengar candaan Tony, Anna yang bingung melihat situasi berusaha mencarikan suasana tetapi Tony sudah duluan berkata, “Ayolah, tidak usah tegang. Aku hanya bercanda“.
Ibu Vos, Vos, Luna, dan Elly berusaha tidak tegang dengan melanjutkan makanan mereka yang sempat terhenti masuk ke dalam mulut mereka.
Anna melihat Latzier di sampingnya yang mencoba tidur lagi, Anna berbisik ke Latzier, “Zier, sebenarnya ada apa dengan candaan Tony tadi?”
Latzier melihat Anna, dia pun membalas sambil berbisik, “Nona, kau mau tau apa yang lebih menyiksa daripada neraka? “
“Apa?“ bisik Anna.
“Masuk ke dalam perut sang kerakusan, “ bisik Latzier.
“Memang ada apa dengan perutnya?“ tanya Anna sambil berbisik.
“Jangan bertanya padaku yang belum pernah masuk, konon, di perut sang kerakusan lah iblis tidak akan muncul lagi di neraka, bahkan nama, ingatan orang tentangnya, datanya akan dihapus, jadi itu bukan hal yang lucu. Semua iblis tau itu, “ bisik Latzier menjelaskan lalu mencoba tidur lagi di meja makan.
Anna memproses perkataan Latzier, dia mencoba untuk makan. Ibu Vos yang melihat Anna yang sempat berusaha mencarikan suasana tadi berbisik pada Anna, “Tenang saja, ini masalah iblis kok, lagian kamu sudah membayar kami, Tony bukan anak yang seperti itu kok. Nikmatilah makananmu. “
Ucapan ibu Vos itu mampu menenangkan Anna, “Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, ya, Nona,“ ucap Anna tersenyum mendapatkan penghiburan dari ibu Vos.
“Astaga, kau tidak perlu memanggilku nona, Anna. Santailah,“ ucap Ibu Vos pada Anna.
“Panggil saja aku ibu,“ bisik Ibu Vos pada Anna dengan nada mengoda.
Anna tersipu malu mendengar ibu Vos, “Yaampun, Nona. Saya tidak berani“.
Vos yang bingung melihat Anna yang daritadi berbisik dengan Latzier dan ibunya bertanya, “Ada apa? Apa ada masalah?”.
“Haduh, dasar anakku ini memang lambat sekali bergerak,“ ucap Ibu Vos memegang kepalanya bertingkah pusing dengan kelakuan Vos.
Vos semakin bingung melihat ibunya, Luna yang sempat curi dengar bisikan ibu Vos dengan Anna tertawa kecil melihat Vos.
Akhirnya semua makanan dihabiskan, piring-piring dicuci oleh Tony, dibantu oleh Vos Menyusun piring-piring tersebut. Anna dengan yang lainnya pergi ke lantai dua melanjutkan rancangan baju mereka, kecuali Latzier yang lansung tertidur di futon.
Siap semua piring sudah selesai dibereskan, Anna melihat wajah semua orang di ruangan itu kelelahan. Dia mengambil futon dari lemarinya, melebarkannya di lantai. Untungnya futonnya banyak di lemari, tiap kali Anna menutup pintu lemari pasti selalu muncul satu futon, sepertinya program dari dunia novel ini.
“Semuanya, hari ini cukup sampai disini saja, sekarang mari kita beristirahat, Masih ada hari esok, ambillah futon kalian di lemariku, tenang saja, lemariku ini lemari Ajaib, futonku cukup untuk kalian,“ ucap Anna sambil mencoba terlentang di futonnya.
Semuanya mengganguk setuju, mereka membantu Anna melebarkan futon mereka sendiri dan juga ikut terlentang di futon mereka.
Begitulah akhir dari hari pertama mereka menjalani rencana gila Anna.
### Bab 4 (END) ###