HAPPY READING!
Suasana warna cokelat sekarang membuat Lee sangar trauma, untung saja pangsit favoritnya berwarna putih susu bukan cokelat seperti ruangan ini.
Lee mulai berjalan ke depan dan langsung mulai merapalkan doa sendiri. Rasanya aura kematian sudah begitu dekat.
"Kalo lo bisa melewati ini, gue yakin untuk latihan berikutnya bisa lancar." Malik sudah mulai meminta laki-laki itu untuk segera maju ke depan.
Lee akhirnya memutuskan untuk berjalan ke depan, melewati rintangan pertama. Di bagian depan, ada boneka kayu yang tampak diam, Lee mulai menyentuhnya dan hanya bergerak sedikit, Lee tersenyum senang, dirinya mulai mendorong boneka itu untuk melewati yang lainnya.
Boneka yang diletakkan berdekatan membuat semua boneka akhirnya bergerak dan mulai menghantam tubuh Lee dengan keras, laki-laki itu langsung berteriak kesakitan, bahan bonekanya yang keras dan hantaman yang terus menerus membuat Lee benar-benar mati rasa. Rasanya punggungnya memar semua.
Sekitar semenit, Lee terjebak di sana sampai Malik yang menunggunya sudah menguap lebar menunggu Lee menyelesaikan latihan tersebut.
"Seharusnya kamu tidak mengusik satu hal yang menyebabkan semuanya ikut terusik. Cepatlah, Lee." Malik mulai berbicara hal yang tidak bisa dipahami oleh Lee, cowok itu hanya bisa berusaha untuk menahan rasa sakitnya untuk mendorong boneka itu agar dirinya bisa maju ke depan.
Semakin kamu mendorong boneka itu dengan keras, maka hantaman yang akan mengenai tubuhmu akan semakin keras. Setelah itu Lee benar-benar ingin mati, tubuhnya sudah sangat sakit dan dirinya sudah tidak punya keseimbangan lagi.
Dirinya terjatuh setelah rintangan pertama terselesaikan. Dirinya akhirnya pingsan membuat Malik terkejut karena dentuman keras yang dihasilkan oleh tubuh yang tumbang dari Lee.
Malik menatap tepat di depan wajah Lee yang sudah kehabisan napas, dirinya hampir tidak sadarkan diri. Malik menggelengkan kepalanya prihatin, sangat kecewa karena baru rintangan pertama saja dirinya sudah tumbang.
Sialnya, pandangan Lee sudah kabur dan akhirnya menggelap. Latihan percobaan pertama berhenti sampai di sini.
***
Pandangan langit-langit dengan nuansa warna putih menyapa pandangan Lee. Terdengar grasak-grusuk memasuki pendengaran Lee membuat cowok itu lama kelamaan akhirnya tersadar.
"Sudah berapa lama dari dia pingsan?" Terdengar suara pertama sementara Lee masih tidak bisa bergerak sama sekali.
"Mungkin sudah sekitar enam jam, entahlah dia terluka banyak, bahkan lebam nya menjadi biru lama kelamaan," ujar suara yang tidak asing, Lee menduga sebagai suara Malik.
"Kata master Fu, dia legendaris ke-enam. Tetapi, selemah itu? Aneh," ujar Kamalia dengan judes, dia jengkel sekali sepertinya.
Lee mendengar semuanya tolong, Lee tidak bisa menjawab satupun dari perkataan mereka. Apalagi masalah legendaris ke-enam, dia memang menyukai kungfu, tapi untuk menjadi legendaris ke-enam sangatlah tidak mungkin.
"Hei, dia bangun," komentar salah seorang dengan tubuhnya yang lentur, buktinya kepalanya bisa melihat ke arah Lee yang berada di tempat tidur sementara tangannya masih mengambil lauk yang ada di meja.
Serentak saja, para legendaris itu langsung mengelilingi Lee yang membuka matanya, sang empu yang ditatap jadi salah tingkah sendiri.
"Bagaimana tubuhmu?" tanya seorang pria sembari menggaruk kepalanya, kebiasaannya setiap saat, entah apa gunanya.
Lee perlahan bisa bangun dan menatap ke sekitar, masih tidak percaya dirinya benar-benar bertemu dengan para legendaris di sini.
"Malik, Kamalia, Viv, Kare, dan Mon." Lee malah mengabsen setiap legendaris yang mengelilinginya. Kamalia memutar bola matanya jengah kemudian berdiri dan pergi dari sana.
"Segera habiskan makanannya, Master Fu akan segera datang." Kamalia memperingatkan kemudian masuk ke dalam ruangannya sendiri dan menutup pintu keras-keras.
Semua legendaris di sana sudah terbiasa dengan tingkah laku Kamalia sendiri, hanya Lee yang masih terkejut dengan tingkah laku perempuan tersebut.
Lee dan Kamalia satu kelas di sekolah mereka, dirinya hanya pernah berpapasan sesekali dan tidak pernah mengobrol lama.
"Sudahlah, Kamalia memang begitu. Makanlah mie dari rumahmu. Kami selalu memesannya," ujar Mon menggiring Lee untuk duduk di kursi dan mendorong sebuah mangkuk yang berisi mie yang sangat familiar.
Lee hanya mengangguk kemudian menuntaskan makannya dengan cepat. Lee memang anak yang sehat, dirinya dijaga oleh ayahnya untuk selalu makan tiga kali sehari dengan gizi yang cukup, bahkan ayahnya tidak pernah membiarkan Lee kelaparan.
"Omong-omong, kamu sudah mengenal kami, kan? Kami tidak perlu memperkenalkan diri, bukan?" Legendaris ular mulai memunculkan pertanyaan sementara Lee mengangguk dengan kencang, jujur saja dirinya sangat senang ditanya seperti itu, dirinya jadi berpikir bahwa para idolanya tau bahwa Lee adalah fans dari mereka semua.
"Pangsit di tempat ayahmu memang enak banget, Kamalia sangat menyukainya." Mon sudah mulai merasa nyambung dengan Lee, memang Mon anaknya benar-benar bisa menyesuaikan keadaan, dirinya terkenal yang paling ramah di antara para legendaris lainnya.
Mereka berbincang-bincang sembari menghabiskan mie di mangkuk masing-masing.
***
Kamalia memang terkenal galak dan tidak bisa bergaul dengan cepat dibandingkan dengan yang lain. Dirinya memang terkenal sombong, walaupun sebenarnya berhati lembut.
Kamalia sendiri selalu berlatih di ruangannya tidak membiarkan sesuatu ataupun seseorang menghancurkan segala kegiatan rutinnya. Kecuali ada tugas dadakan ataupun perintah dari sang master yang sangat dirinya hormati.
"Menjemput legendaris ke-enam? Apanya yang legendaris, bahkan tadi saja dia tidak bisa melewati rintangan pertama dengan kondisi sadar," ujar Kamalia dengan nyinyir, dirinya mulai menggigit perban yang hendak dia pasang sendiri, walaupun agak kesusahan dirinya tidak pernah mau meminta bantuan orang lain.
Ketukan pintu terdengar, Kamalia mulai membukanya dengan tatapan tidak bersahabat. Ketika melihat siapa yang datang Kamalia langsung merubah raut wajahnya dengan wajar hormat dan mulai memberi salam.
"Bagaimana?" tanya orang tersebut memastikan, tidak menyebutkan orang yang dimaksud namun, Kamalia mengerti.
"Dia tidak bisa melewati rintangan pertama dan bahkan pingsan di ruang latihan. Malik yang melatihnya." Kamalia menjelaskan sementara orang yang ada di depannya hanya mengangguk kemudian pergi.
"Master, apakah master hendak ke ruang makan?" tanya Kamalia sedikit menaikkan nada bicaranya terdengar seperti seruan.
"Tidak, aku ada urusan." Master Fu menjawab kemudian pergi dengan tenang. Kamalia hendak berbicara lagi, ingin rasanya dirinya memprotes tentang ketidak adilan yang menimpanya namun, kata-kata protes itu hanya bisa tersangkut di kerongkongan saja.
Kamalia hanya menatap kepergian master sampai tubuh kecil masternya tersebut tidak terlihat lagi. Merasa sudah tidak ada punggung yang bisa dilihat, Kamalia hendak menutup pintunya.
"Mau pangsit?" tanya Lee yang tiba-tiba muncul, membuat Kamalia menatap Lee dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Tidak," ujar Kamalia singkat dan gebrakan pintu kamarnya terdengar keras. Lee sendiri hanya bisa memejamkan mata secara refleks karena suara dan angin kencang yang menyapu wajah Lee secara bersamaan.
"Yah, dia selalu marah."
***
Lanjut? Yes or No?