Loading...
Logo TinLit
Read Story - My Dangerious Darling
MENU
About Us  

Sepuluh tahun sudah berlalu, sejak kami saling mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.

Aku bangun dari tidurku. Walaupun masih shubuh, aku harus segera bangun dan segera memasak. Tapi Vicky menggangguku. Lengan putihnya meraih tubuhku untuk tetap di pelukannya dibawah selimut.

Sekarang kami berbeda. Jika dulu, aku selalu panik dan takut jika ada seorang laki-laki menyentuhku sedikit saja. Tapi sekarang terasa menyenangkan jika Vicky yang melakukannya. Dia pun berbeda. Dulu dia selalu malu-malu, entah saat kami tidur berdua di tenda atau saat ku cium. Sekarang dia selalu agresif untuk 'menyerangku' duluan.

Aku pun menggigit bahunya agar dia mau melepas bahuku.

"AWW!! SAKIT, DARLING!" teriaknya kesakitan.

***

Pukul 06.00 waktu Indonesia bagian rumahku.

Aku mulai memecah telur diatas wajan dan ku orak-arik bersama bumbu yang telah ku tumis. Untuk sarapan kali ini aku ingin menghidangkan nasi goreng kesukaan anakku, Nadia. Sekarang ayahnya sedang sibuk membantunya dandan dan bersiap-siap. Vicky lebih ahli dalam urusan penampilan daripada aku.

Grep! Sepasang tangan mendekap perutku. Aku bisa merasakan punggungku yang terasa hangat oleh sesuatu. Sebuah kepala menyandar di bahuku dengan lemas dan manja. "Darling, aku lapar," bisik pelakunya dengan mendekatkan suaranya di telingaku.

Aku segera cepat tanggap dan mengambil sesendok nasi yang masih di wajan dan dan mengarahkannya ke mulutnya. "Hati-hati, masih panas," keluhnya.

Dia meniupnya lalu malahapnya. "Dasar manja," ejekku sambil mengelus rambutnya.

"Gapapa, yang penting kamu sayang," balasnya dengan tetap manja.

Ku lepas pelukannya. "Kamu jangan gitu kalau didepan anak kecil, ah!" lalu aku lanjut menata nasi goreng ke tiga piring. "Buruan temenin Nadia gih."

"Cih!" Vicky beranjak ke meja makan. Disana ada Nadia yang sudah bersiap. Aku membawakan tiga nasi piring ke meja dan menghidangkannya ke mereka.

"Ayo, makan dulu! Kamu kan harus segera sekolah," ucapku pada Nadia. Dia anak angkatku dan Vicky, berumur sembilan tahun. Kami mengangkat anak karena aku tidak bisa hamil lagi setelah operasi pengangkatan rahimku dulu. Dia anak yang baik, walaupun blak-blakan.

"Bunda gimana sih? Kan nanti katanya mau jenguk kakak!" celoteh Nadia. "Bunda mau ngajak Nadia lihat kakak karena hari ini libur kan??"

Vicky langsung berdiri dan menggelitik pinggang Nadia. "Kamu jangan marah dong! Bunda kan hanya bercanda."

"Tapi bunda gak lucu, Yah!"

"Sialan kau ini!"

Aku memandangi mereka sambil merenung. Menyenangkan sekali melihat mereka akrab. Tapi sedikit menohokku. Aku tahu apa yang dilakukan Vicky. Dia berusaha mengalihkan suasana agar aku tidak sedih. Karena pada hari ini, aku merasa kurang bersemangat, apalagi dengan yang dikatakan oleh Nadia.

Aku harus mengumpulkan keberanianku untuk hari ini.

Kami pun mulai makan bersama setelah aku memulainya lebih dulu. Aku ingin menyuapi Nadia, tapi dia tidak mau karena dia mengaku sudah besar. Berbeda dengan bapaknya yang masih ingin ku suapi, padahal di depannya sudah ada piring sendiri.

"Ayah dan bunda aneh. Gak kaya ayah bunda teman-teman Nadia," celetuknya di sela-sela makan. "Ayah pandai mendandani Nadia, lalu selalu bersikap manja sama bunda dan cerewet ke semua orang. Kalau bunda pintar benerin barang-barang terus sikapnya tegas dan dingin banget sama semua orang. Kalau kata teman-teman Nadia, ayah dan bunda kaya tukeran tubuh. Ayah kemayu kaya banci dan bunda serem kaya penjahat."

"Siapa yang bilang gitu hah?!" ancam Vicky sambil melemaskan jari-jari tangannya, "Bilang sama dia, kalau mau duel sama ayah, suruh dia kesini."

"Sayang, gak perlu segitunya sama anak kecil," nasehatku padanya. Lalu aku menoleh ke Nadia, "Setiap manusia itu diciptakan berbeda-beda, tidak mungkin selalu sama. Ayah dan bunda gak harus sama dengan orang tua mereka. Lagipula, apakah menurutmu ayahmu itu banci? Kalau banci, tidak mungkin dia menikahi bundamu dan membeli samsak di belakang rumah."

"Oh iya juga, bun," kata Nadia yang selalu ingin tahu, "Tapi bun, kata mama teman Nadia, bunda adalah orang jahat. Padahal bunda baik begini. Kenapa ya?"

Aku terhenyak. Ku lihat matanya yang lurus melihatku dengan rasa ingin tahu. Diam-diam Vicky memegang tanganku, menggenggamnya erat seakan-akan memberiku kekuatan. Dia pun menjawab, "Gak tahu juga ya. Padahal bundamu adalah orang yang paling baik di dunia."

Sejenak mataku berkaca-kaca. Sebentar, aku tak ingin menangis didepan anakku. Ku kuatkan hatiku untuk menahannya dan menjelaskan, "Gak tahu juga, Nad. Mungkin bunda pernah nakal ke nenek. Semua pernah jadi nakal kan? Bahkan Nadia pernah jadi anak nakal juga kan?"

"Tapi habis itu kan Nadia minta maaf...."

"Nah itu dia, mungkin bunda lupa minta maaf. Jadi karena itu mereka benci bunda."

Nadia mengangguk paham lalu melanjutkan lagi makannya. Vicky melirikku dengan tatapan sedih dan kasihan. Lalu sendoknya yang penuh dengan nasi goreng dan telur diarahkan ke mulutku.

"Nih, gantian," katanya singkat. Aku segera memakannya dengan lahap, lalu tersenyum manis padanya. Sementara tangannya melap ujung mataku. Ternyata dia sadar bahwa aku hampir menangis.

***

Setelah sarapan, kami pergi menggunakan mobil. Aku menyetirnya dengan hati-hati. Sementara Vicky duduk disampingku dan memainkan musik. Nadia duduk di jok belakang sambil membawa bonekanya. Musik yang dimainkan Vicky berbeda jauh dengan yang ku rasakan hari ini. Aku merasa ingin jatuh dan tidak bersemangat, sementara dia malah menyalakan lagu K-Pop yang iramanya berapi-api. Dasar, mungkin maksudnya dia ingin menaikkan moodku gitu? Dia masih imut seperti dulu.

Di tengah perjalanan, kami mampir ke toko bunga. Vicky dan Nadia keluar dari mobil dan memilih buket bunga yang cukup besar. Sementara aku masih di mobil. Aku tidak bersemangat untuk keluar dan nimbrung bersama mereka.

Bayangan gelapku masih terasa selama belasan tahun ini. Dan aku....

"Val?" panggil Vicky membuyarkan lamunanku. "Kamu gapapa?"

Aku segera tersadar dan menggeleng.

"Perlu gantian nyetir?"

"Gak usah. Lagian kamu juga gak hafal jalannya kan?"

Kami bertiga melanjutkan perjalanan. Di pinggir jalan, aku melihat ada sepasang kekasih masih memakai seragam SMA sedang bermesraan. "Haha. Paling tiga bulan bakal putus," komentarku dalam hati, "Dasar bocil."

Lalu ada lagi seorang gadis yang ditinggal pacarnya saat dia diganggu preman. Gadis itu berteriak minta tolong, tapi tidak ada menyahut. Aku ingin segera berhenti dan keluar dari mobil, namun dicegah oleh Vicky. "Gak usah buang tenaga. Masih jauh kan tempatnya," katanya, "Ada warga yang datang kok." Tak lama kemudian, ada beberapa warga yang menolong gadis itu. Sangat beruntung sekali.

Setelah itu kami melewati jalan lain. Ku lihat ada gadis muda berpakaian lusuh dan sepertinya gila dengan perut yang besar. Ku pandangi gadis itu dengan tatapan pedih. Apa-apaan ini? Mengapa pemandangan yang ada di luar jendelaku seperti de javu bagiku??

Hingga akhirnya kami tiba di tempat pemakaman, tempat yang sedari awal ingin kami tuju. Ku pandu Vicky dan Nadia ke tempat yang ku tuju.

Yaitu makam anak pertamaku yang ku bunuh sendiri....

"Wah, ini makamnya kakak?" tanya Nadia dengan nada riang. Dia meletakkan buket bunga yang dia bawa diatas makam itu. "Makam kakak kecil sekali. Bahkan lebih besar bunga Nadia daripada makam kakak."

Tubuhku bergetar. Air mataku mengalir seketika. Setiap kali kesini, aku selalu berperilaku seperti ini. Aku seperti orang gila waktu itu. Eh, tidak. Aku benar-benar gila waktu itu. Bagaimana aku bisa membunuh seseorang yang tidak ada dosanya pada siapapun di dunia ini???

Itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Penyesalan itu berubah jadi parasit di dalam tubuhku yang membuatku mual dan sakit. Dulu, parasit penyesalan itu berubah jadi kanker ganas yang selalu membuatku kesakitan saat datang bulan. Sekarang, walaupun rahimku sudah tiada, parasit itu tetap selalu ada....

Di hatiku.

"Darling, jangan gitu dong. Nanti kamu jadi gak keren lagi," kata Vicky merangkul pundakku dan mencium keningku, "Ada Nadia disini. Jaga gengsi dulu lah."

Ku peluk badannya seketika dan ku benamkan wajahku ke dadanya, seperti setiap saat aku mulai menggila. Dia mengusap punggungku untuk menenangkanku. Terima kasih ya Tuhan! Aku punya Vicky sekarang. Sebelumnya tidak ada yang tahu tentang beban yang ku hadapi ini. Beban ini, parasit ini, selalu membuatku bermimpi buruk setiap hari.

Tapi aku bersyukur sekarang. Sejak sepuluh tahun lalu, setiap aku bangun tidur, selalu ada wajah Vicky hang tersenyum padaku. Seakan-akan aku merasa, ada yang memaafkan dosaku.

Aku segera mengusap air mataku dan duduk disamping Nadia. Dia yang selalu ingin tahu pun bertanya, "Bun, kenapa di batu nisan kakak gak ada tulisannya? Padahal di kuburan lain ada."

Aku menjawab dengan sekuat hatiku, "Itu karena, kakakmu meninggal sebelum dia lahir dan juga belum dinamai. Makanya tidak ada tulisan nama dan tanggalnya."

Vicky pun ikut duduk disampingku dan merangkulku. "Kalau misal kakakmu punya nama, kamu mau namanya siapa?"

Nadia seperti berpikir sejenak. "Bagaimana kalau Angga?"

"Gak! Itu jelek!" Jawabku dan Vicky kompak.

"Kalau Maurice?"

"Kakakmu ini cowok, Nak," nasehat Vicky geregetan.

"Ariel? Kaya vokalis band jaman dulu!"

Aku terkaget. Sejenak aku teringat dengan orang yang sudah lama tak ku temui. Sementara Vicky terlihat aneh. Dia diam begitu saja, seperti menyembunyikan sesuatu. Padahal itu temannya juga.

"Bikin nama jangan pasaran dong!" usul Vicky. Lalu kami bercanda untuk nama yang cocok untuk anak yang telah tiada ini. Hingga akhirnya kami membaca surat yasin dan doa untuk dia.

"Habis ini kita kemana lagi?" tanya Nadia bersemangat.

"Gimana kalo kita beli es krim!" Usul Vicky.

"Asyik!"

Aku hanya tersenyum melihat keceriaan mereka, para bintang yang menyinari gelapnya jalanku.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 1 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Smitten With You
13433      2332     10     
Romance
He loved her in discreet… But she’s tired of deceit… They have been best friends since grade school, and never parted ways ever since. Everything appears A-OK from the outside, the two are contended and secure with each other. But it is not as apparent in truth; all is not okay-At least for the boy. He’s been obscuring a hefty secret. But, she’s all but secrets with him.
Jelita's Brownies
4307      1633     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Search My Couple
557      319     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
Melody of The Dream
624      408     0     
Romance
Mungkin jika aku tidak bertemu denganmu, aku masih tidur nyenyak dan menjalani hidupku dalam mimpi setiap hari. -Rena Aneira Cerita tentang perjuangan mempertahankan sebuah perkumpulan yang tidak mudah. Menghadapi kegelisahan diri sendiri sambil menghadapi banyak kepala. Tentu tidak mudah bagi seorang Rena. Kisah memperjuangkan mimpi yang tidak bisa ia lakukan seorang diri, memperkarakan keper...
The Past or The Future
460      366     1     
Romance
Semuanya karena takdir. Begitu juga dengan Tia. Takdirnya untuk bertemu seorang laki-laki yang akan merubah semua kehidupannya. Dan siapa tahu kalau ternyata takdir benang merahnya bukan hanya sampai di situ. Ia harus dipertemukan oleh seseorang yang membuatnya bimbang. Yang manakah takdir yang telah Tuhan tuliskan untuknya?
Our Tears
3064      1361     3     
Romance
Tidak semua yang kita harapkan akan berjalan seperti yang kita inginkan
Until The Last Second Before Your Death
478      341     4     
Short Story
“Nia, meskipun kau tidak mengatakannya, aku tetap tidak akan meninggalkanmu. Karena bagiku, meninggalkanmu hanya akan membuatku menyesal nantinya, dan aku tidak ingin membawa penyesalan itu hingga sepuluh tahun mendatang, bahkan hingga detik terakhir sebelum kematianku tiba.”
Pasha
1290      579     3     
Romance
Akankah ada asa yang tersisa? Apakah semuanya akan membaik?
After Feeling
5976      1924     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
732      437     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.