"Hah?"

Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih?

"Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian.

Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."Read More >>"> Let's See!! (Oji & Ara) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Let's See!!
MENU
About Us  

kita adalah sepasang sepatu.  

selalu bersama tak bisa bersatu..

 

"Cocok tuh buat kalian."

 

Oji menoleh ke arah Danu yang tiba-tiba datang mengganggunya bersenandung mengikuti lagu Tulus tadi.

 

"Apa sih?"

 

"Iya lo sama Ara. Berdua mulu tapi gak bisa jadian. Friendzone."

 

"Kok bawa-bawa gue." Sahut Ara.

 

"Sok tahu lo, Dan. Kita tuh murni sahabatan dari dulu, iya gak, Ra?"

 

Ara mengangguk sambil memakan snack yang dibelinya dari kantin. Kalau saja Oji tak menolak diajak ke kantin pasti cewek itu sedang menikmati semangkuk bakso pedas disana. Tapi berhubung Naya -teman sebangkunya- sedang absen, jadi dia tidak punya teman lagi selain Oji yang malah mengurung diri dikelas sambil nyanyi-nyanyi.

 

Alasan sedang puasa yang dikatakan Oji tadi nyatanya cuma ngibul. Apalagi saat melihat Ara membawa es teh manis, cowok yang katanya sedang puasa itu langsung habiskan setengahnya.

 

"Bilang aja lo gak mau ketemu Nina."

 

Hampir saja Oji tersedak keripik. Dia menatap kesal sahabatnya itu.

 

"Gue lagi menata hati, Ra. Jadi gak usah sebut merk."

 

Ara mencebik.

 

Oji kembali mencomot keripik yang kemudian langsung diambil Danu dari tangannya.

 

"Ji, lo tumben gak sama Nina?"

 

Pertanyaan Danu sukses membuat bibir Ara berkedut sambil mengunyah keripik yang diambilnya kebanyakan.

 

Oji menatap Ara sebentar lalu mendelik sebal ke arah Danu yang dengan tampang polosnya bertanya demikian.

 

Tidak tahukah Danu kalau Oji sedari tadi mati-matian meminta Ara untuk tak menyebutkan nama itu.

 

"Males ah. Kan udah gue bilang jangan sebut merk." Kata Oji sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. Tangannya dia lipat di depan dada. Tak lupa bibirnya yang sedikit mengerucut. Ara tersenyum geli, persis seperti Oji kecil yang Ara kenal dulu.

 

Ara ingat dulu saat mereka di taman kanak-kanak, Oji pernah membawa robot power rangers merah kesayangannya ke sekolah. Robot merah kecil itu tak pernah diijinkannya dimainkan oleh siapapun, termasuk Ara. Jadi ketika ia dipaksa sang mama untuk meminjamkannya pada salah seorang temannya, Oji marah.

 

Dikelasnya, Oji mogok belajar. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi kecil yang disusun melingkar itu sambil melipat kedua tangan di depan dada. Bibirnya mengerucut sambil sesekali melirik mamanya yang mengintip dibalik jendela.

 

"Jangan marah, nanti lubang hidungnya makin gede." Kata Ara menirukan apa yang ia ucapkan kala itu.

 

Oji membulatkan matanya menatap Ara. Emang dia anak kecil?

 

Ara tertawa. Tawa yang selalu bisa menular pada Oji. Entah kenapa kalau dengar Ara ketawa, Oji jadi ikutan ketawa. Dari dulu.

 

***

 

Ara sempat mengeluh saat guru keseniannya memindahkan area belajar nya dari kelas ke taman, kini dia menyesal. Meski cuaca sedang terik, ia terlihat paling semangat diantara teman-temannya yang melindung kepala mereka dengan buku tulis dari panasnya matahari di jam ketiga ini.

 

Kalau Danu merasa belajar diluar ruangan ini alibi Bu Eni untuk menjemur mereka yang minggu lalu telat mengumpulkan tugas, tidak bagi Ara. Ia justru berterima kasih pada Bu Eni karena memberikan kesempatan untuknya menyaksikan pujaan hatinya yang tengah olahraga.

 

Mata Ara tak berhenti mengikuti setiap pergerakan si kapten yang sedang mendrible bola dan berkali-kali memasukkannya kedalam jaring. Bahkan tadi dia sempat kelepasan tepuk tangan yang langsung Oji sikut pelan memperingatinya. Bukan apa-apa, kalau sampai Bu Eni tahu ada satu muridnya yang tak fokus, sudah pasti satu kelas yang akan kena imbasnya. Begitulah.

 

Tugas menggambar dari Bu Eni bukan hal yang sulit bagi Ara. Cewek itu mahir sekali menciptakan seni rupa dua dimensi itu bahkan dalam waktu yang sebentar saja.

 

Seperti saat ini, ketika Oji dan yang lainnya masih berkutat dengan pensil dan kertas ditangannya, Ara sudah sejak tadi menyelesaikan sebuah gambar seorang lelaki yang sedang melemparkan bola dari arah belakang.

 

Dan ketika Oji melihatnya, cowok itu mencebik. "Si kapten."

 

Ara membalasnya dengan menjulurkan lidah.

 

Suasana riuh di lapangan membuat Ara kembali fokus melihat kesana. Tampaknya pertandingan dilapangan sana sudah mulai memasuki babak akhir. Seruan dari pasa siswi di tepi lapangan semakin riuh saat si kapten berhasil melepaskan diri dari lawan dan mulai bersiap memasukkan bola dari jarak yang cukup jauh. Dan.. berhasil.

 

"Yess!!!"

 

Bu Eni dan semua temannya menoleh saat Ara refleks berteriak.

 

"Kenapa kamu Ara?"

 

Ara sedikit gelagapan, ia menelan ludah. "I..ini bu, gambar saya sudah selesai."

 

Ara menghela nafas, untung saja Bu Eni percaya. Tapi saat mendengar cekikikan dari sampingnya, Ara lantas menyikut tangan orang itu.

 

Oji yang hendak menyelesaikan arsiran pada gambarnya sontak melotot. Gerakan tangannya tiba-tiba menghasilkan sebuah garis melintang cukup tebal pada gambarnya.

 

Ara menoleh, "ups!"

 

Oji menggenggam pensilnya keras, "ARAAAA!!"

 

***

 

'tunggu sebentar y, gue kebelet.'

 

Oji yang sudah memakai helm dan akan memutar kunci motornya mendesah pelan setelah membaca chat dari Ara.

 

"Selalu."

 

Selalu begitu. Setiap akan bepergian kemanapun cewek itu pasti harus kebelet dulu.

 

Sambil menunggu Ara, Oji menenggak habis sisa air minumnya yang tadi sempat disimpan di motornya.

 

Tepat ketika dia meneguk habis, matanya menangkap seseorang yang beberapa bulan terakhir ini menemaninya. Gadis yang berhasil memporak porandakan hatinya.

 

Dan dia tak sendiri. Ada tangan lain yang menggenggamnya, menariknya pelan menuju motornya yang terparkir berseberangan dengan motor Oji.

 

Karenina.

 

Cewek itu sempat beradu tatap dengan Oji sepersekian detik sebelum akhirnya motor yang mereka tumpangi melaju meninggalkan Oji dengan segala keterpanaannya.

 

Oji melihatnya. Tangan itu memeluk tanpa diperintah. Tak seperti saat dengannya.

 

"Pegangan dong, Na." Seru Oji ditengah hembusan angin yang menerpanya.

 

Oji melirik dari spion motornya. Cewek dibelakangnya dengan ragu mengulurkan tangannya perlahan. Oji hampir tersenyum saat kemudian tangan itu malah mundur dan mencengkram ranselnya.

 

"Bukan ke tas."

 

"Ih udah mending daripada pegangan ke belakang."

 

Cewek itu memalingkan wajahnya saat tahu Oji masih meliriknya dari spion.

 

Bukannya gak mau, tapi Karenina sedikit canggung kalau harus memeluk Oji. Dia kan baru jadian dua hari yang lalu, dan hari ini adalah kali pertama dia bonceng pacarnya itu.

 

Dari ekor matanya dia tahu kalau Oji masih meliriknya, bahkan sambil tersenyum. Hal itu justru membuat pipi Karenina memanas.

 

Tak tahan ingin menggoda pacarnya, Oji lantas menghentikan motornya.

 

"Kok berhenti?"

 

Oji tersenyum.

 

"Apa gak sebaiknya kita neduh dulu? Aku takut kamu kepanasan. Pipi kamu sampe merah gitu."

 

Karenina terhenyak. Dia meraba wajahnya. Ketika dilihatnya Oji tertawa pelan, ia langsung memukul helm cowok itu. Malu.

 

"Ampun, ampun. Aku takut kamu jatoh kalo gak pegangan, Na. Tau sendiri kan kalo jalan kerumah kamu banyak lubangnya, takut kamu kenapa-kenapa."

 

Iya sih. Karenina hapal betul kalau daerah sini banyak jalan berlubang. Sepertinya dia harus usul ke pemerintah untuk memperbaiki jalan ini agar dia tidak perlu memeluk Oji saat dibonceng. Eh. Bukan. Agar pengguna jalan merasa aman.

 

"Jadi?"

 

"Apa?"

 

"Pegangan ya, Nina."

 

Akhirnya Karenina mengangguk pelan. Perlahan tangannya melingkari tubuh Oji. 

 

Meski sedikit gregetan karena cewek itu lama sekali, Oji sabar menunggu hingga tangan itu terasa benar-benar memeluk pinggangnya.

 

"Gini?"

 

Oji mengangguk. "Pinter."

 

Senyum Oji tak henti mengembang bahkan hingga tiba di depan rumah pacarnya. Pun dengan Karenina. Senyum itu masih menghiasi wajah cantiknya.

 

Sambil menghela nafas Oji melempar botol bekas air mineralnya.

 

"Ah!"

 

Oji tersentak mendengar suara Ara di belakangnya.

 

Cewek itu mengelap pipinya yang terkena cipratan air dari botol yang dilempar Oji. Tutupnya yang tak rapat membuat airnya menyembur keluar.

 

"Ojiii, kena gue ih."

 

"Eh sorry, sorry, Ra." Oji turun dari motornya lalu mengusap sisa air di pipi Ara.

 

"Lo kenapa sih? Salah apa tuh botol sama lo?" Ara menggerutu.

 

"Sorry, Ra. Refleks." Kata Oji sambil menyerahkan helm.

 

Ara memakainya sambil menggerutu kesal. Perasaan nunggu ke toiletnya gak lama deh, kok sampe bete gitu?

 

Ara memegangi roknya sebelum naik ke motor Oji. Kakinya sudah siap naik ketika motor itu melaju pelan meninggalkannya. Dia melotot kaget.

 

"OJIII!!!"

 

Oji yang mendengar teriakan Ara menghentikan motornya lalu mundur kembali sambil tertawa geli. Kenapa dia bisa lupa?

 

"Gue belom naik tau." Kata Ara manja.

 

Tawa Oji makin meledak melihat raut wajah sahabatnya itu.

 

Hanya dengan gadis itu Oji bisa mudah tertawa.

 

Hanya dengan gadis itu Oji bisa melupakan keresahannya dalam sekejap.

 

Dan hanya dengan gadis itu ia merasa dunianya begitu menyenangkan.

 

Setidaknya sampai saat ini. Sebelum mereka menemukan sang pemilik hati masing-masing.

 

Dan semoga akan tetap sama.

 

***

#twm23

 

To be continue..

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
A promise
529      336     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
Wait! This's Fifty-Fifty, but...
97      87     0     
Romance
Is he coming? Of course, I'm a good girl and a perfect woman. No, all possibilities have the same opportunity.
SERENA (Terbit)
16972      2971     14     
Inspirational
Lahir dalam sebuah keluarga kaya raya tidak menjamin kebahagiaan. Hidup dalam lika-liku perebutan kekuasaan tidak selalu menyenangkan. Tuntutan untuk menjadi sosok sempurna luar dalam adalah suatu keharusan. Namun, ketika kau tak diinginkan. Segala kemewahan akan menghilang. Yang menunggu hanyalah penderitaan yang datang menghadang. Akankah serena bisa memutar roda kehidupan untuk beranjak keatas...
Titip Salam
3144      1264     15     
Romance
Apa kamu pernah mendapat ucapan titip salam dari temanmu untuk teman lainnya? Kalau pernah, nasibmu hampir sama seperti Javitri. Mahasiswi Jurusan Teknik Elektro yang merasa salah jurusan karena sebenarnya jurusan itu adalah pilihan sang papa. Javitri yang mudah bergaul dengan orang di sekelilingnya, membuat dia sering kerepotan karena mendapat banyak titipan untuk teman kosnya. Masalahnya, m...
PENYESALAN YANG DATANG TERLAMBAT
723      438     7     
Short Story
Penyesalan selalu datang di akhir, kalau diawal namanya pendaftaran.
Lukisan Kabut
532      376     4     
Short Story
Banyak cara orang mengungkapkan rasa sayangnya kepada orang lain. Hasilnya tergantung bagaimana cara orang lain menerima perilaku ungkapan sayang itu terhadap dirinya.
Luka atau bahagia?
3589      1143     4     
Romance
trauma itu sangatlah melekat di diriku, ku pikir setelah rumah pertama itu hancur dia akan menjadi rumah keduaku untuk kembali merangkai serpihan kaca yang sejak kecil sudah bertaburan,nyatanya semua hanyalah haluan mimpi yang di mana aku akan terbangun,dan mendapati tidak ada kesembuhan sama sekali. dia bukan kehancuran pertama ku,tapi dia adalah kelanjutan dari kisah kehancuran dan trauma yang...
Here We Go Again
616      337     2     
Short Story
Even though it hurt, she would always be my favorite pain.
About love
1135      533     3     
Romance
Suatu waktu kalian akan mengerti apa itu cinta. Cinta bukan hanya sebuah kata, bukan sebuah ungkapan, bukan sebuah perasaan, logika, dan keinginan saja. Tapi kalian akan mengerti cinta itu sebuah perjuangan, sebuah komitmen, dan sebuah kepercayaan. Dengan cinta, kalian belajar bagaimana cinta itu adalah sebuah proses pendewasaan ketika dihadapkan dalam sebuah masalah. Dan disaat itu pulalah kali...
Pertama(tentative)
875      469     1     
Romance
pertama kali adalah momen yang akan selalu diingat oleh siapapun. momen pertama kali jatuh cinta misalnya, atau momen pertama kali patah hati pun akan sangat berkesan bagi setiap orang. mari kita menyelami kisah Hana dan Halfa, mengikuti cerita pertama mereka.