Read More >>"> Love Like Lemonade (Part 10) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Like Lemonade
MENU
About Us  

“Ta, meja nomor sembilan pesanannya udah belum?”

“Belum, Kak.” Vanta menggigit bibir bawahnya resah. Dia melongok ke kafe dari dalam dapur. Baru juga kemarin bertemu cowok itu di sekitar sini. Kenapa sekarang orangnya malah ada di tempat kerjanya?

Dalam perjalanan pulang kemarin, atmosfir di antara mereka sudah cukup canggung dan aneh. Alvin benar-benar mengantarnya tanpa membuangnya di jalan. Tidak ada sindikat penculikan yang mereka temui. Tidak ada mucikari seperti bayangan Vanta. Tetapi Vanta tidak mau cowok itu tahu letak rumahnya. Sehingga ia minta diturunkan di blok sebelah yang jauhnya hanya sekitar tujuh menit dengan berjalan kaki ke rumahnya.

Sejak kedatangan Alvin dan teman-temannya, Vanta terus bersembunyi di dapur. Cemas kalau-kalau penyakit usil Alvin kambuh dan mengganggunya di tempat kerja juga. Kalau Alvin tahu Vanta menjadi pramusaji di kafe yang merangkap bar begini, bisa-bisa cowok itu menjadikannya bahan gunjingan. Hal yang paling tidak diinginkan Vanta adalah membuat keributan di sini.

“Kak, di meja itu anak-anak kampus Vanta. Boleh nggak, kalo aku layanin pesanan meja lain?” bisik Vanta pada Windy. Tindak-tanduk Alvin itu tidak bisa diprediksi. Jadi Vanta harus tetap waspada.

“Ya udah,” sahut Windy memahami. Wanita itu mengangkat nampan dan meletakkan beberapa gelas di atasnya.

Untung saja meja Alvin berada di dekat pintu masuk, bukan di bagian paling dalam ruangan. Jadi, Vanta bisa mengendap-endap agar tak terlihat oleh cowok itu. Dari sekian banyak tempat, kenapa Alvin harus ke sini? Vanta rela menyapu seluruh tugas untuk mengantar pesanan atau bahkan mondar-mandir ratusan kali, selama cowok itu bukan tamunya.

Membuang Alvin jauh-jauh dari pikiran, Vanta berusaha tetap fokus bekerja. Dia menghela napas sambil menata pesanan satu per satu di nampannya. Vantu baru saja menyelesaikan dan berbalik hendak mengantarnya ketika seseorang keluar dari toiler, hampir menabraknya.

Kalau saja orang itu tidak ikut menggenggam tangannya yang membawa nampan, mungkin keseimbangannya sudah hilang dan memecahkan beberapa botol Smirnoff.

“Eh, sorry ... sorry ...!” tukas laki-laki di depannya.

Ketika mereka mengangkat wajah saling bertatapan, keduanya membatu sejenak. Yang satu bercampur antara kaget dan bingung. Yang satu lagi antara kaget dan tegang.

Buru-buru Vanta mengalihkan pandangan ke arah lain. Menarik nampan dan tangannya yang masih ada di genggaman laki-laki itu, lalu melengos pergi tanpa berucap sepatah kata pun.

 

***

 

Perasaan tidak tenang menghantuinya sejak tadi. Sejak Vanta berpapasan dengan orang yang paling tidak ingin ditemuinya. Sambil mondar-mandir gelisah, Vanta mengipas-ngipas wajahnya dengan kedua tangan.

Bagaimana ini? Hal yang ditakutkannya malah terjadi. Salah satu teman Alvin—yang pembawaannya paling dewasa—melihatnya mengenakan seragam saat mereka hampir bertabrakan tadi. Vanta tidak tahu siapa namanya. Cowok itu memang tak pernah terlibat langsung mengerjainya, tapi dia selalu terlihat bersama geng Alvin. Vanta betul-betul cemas. Cowok itu pasti laporan pada Alvin.

Guna menenangkan diri, Vanta keluar dari pintu dapur mencari udara. Berdiri di samping tembok kafe sambil mendongakkan kepala menatap langit malam. Bohong kalau dia bilang dia baik-baik saja. Bulu kuduknya meremang. Vanta bukannya takut dengan lelaki itu. Vanta hanya tidak ingin kejadian yang sama seperti dulu terulang. Saat semua orang menatapnya dengan mata penuh penghakiman.

“Ngapain lo di sini?” Suara yang familiar itu bukan hanya membuat Vanta nyaris melompat, tetapi juga mengubah udara di sekitarnya jadi lebih dingin.

Secepat mungkin Vanta berusaha menyimpan ekspresi tegangnya, mengganti dengan raut datar. Mati-matian dia berusaha agar tetap tenang. “Lo sendiri ngapain?”

Cowok yang sedang meniupkan balon permen karet itu memindainya dari atas ke bawah, kemudian mendengkus. “Lo emang begitu, ya? Selalu nanya balik kalo ditanya? Nggak pernah jawab yang bener.”

Pasti temannya yang mengadu pada Alvin bahwa Vanta ada di sini.

“Nggak ada kewajiban buat jawab pertanyaan orang yang nggak gue kenal.” Vanta melipat kedua tangannya di depan dada. Menyembunyikan tangannya yang gemetar. Meski Vanta berusaha memasang raut cuek, di dalam sana jantungnya sedang kocar-kacir.

“Tempat ini punya keluarga lo?”

Vanta menatap tak percaya mendengar pertanyaan Alvin. Sesaat kemudian, dia tersenyum getir. Vanta lupa, sebagian besar mahasiswa di kampusnya berasal dari keluarga kaya. Kalau orang tua mereka bukan pemegang jabatan tinggi di perusahaan, minimal pengusaha. Jessi saja setiap hari selalu diantar jemput supir, alas sepatunya tak pernah kotor. Apa lagi Alvin? Dia yang hidupnya mewah pasti tidak mungkin membayangkan seorang pelajar bekerja menjadi pramusaji.

Tapi Vanta tidak ingin menjadi pembohong dan menerima ganjaran setelahnya. Dia tidak mau membenarkan pertanyaan Alvin barusan. “Bukan urusan lo.”

Setelah menjawab dengan kalimat super jutek, Vanta berbalik hendak kembali ke dapur. Namun langkahnya terhenti karena satu lengannya dicekal.

“Apaan sih? Lepas nggak?! Kalo nggak, gue teriak.” Soal rambutnya, helmnya yang rusak, olok-olok Alvin, jangan harap kebencian Vanta bisa surut dengan semalam hanya karena Alvin menolongnya. Tetapi orang yang melakukan perundungan itu padanya ada di sini. Berdiri di depannya dan menatap matanya tanpa rasa berdosa sedikit pun.

“Jawab dulu.” Cowok itu menatapnya lekat tanpa mengalihkan perhatian. Tangannya masih menahan lengan Vanta erat.

Tersulut rasa jengkel, Vanta mengangkat wajahnya. Membalas tatapan Alvin dengan menantang. “Kenapa? Mau sebarin gosip kalo gue kerja di sini? Atau sekalian bikin rumor kalo gue cewek nggak bener?”

“Kenapa harus di sini?”

Raut wajahnya tak terbaca ketika laki-laki berkaus hitam itu bertanya dengan nada yang sulit diartikan. Kepala Vanta mulai mendidih. Mau dia kerja di mana, mau dia kerja apa, itu bukan urusan Alvin.

“Gue nggak kayak lo yang kuliah tinggal kuliah, main tinggal main. Gue nggak kayak lo yang punya banyak pilihan mau ngelakuin apa. Terserah lo mau bikin gosip apa pun di kampus. Yang pasti lepasin tangan gue se-ka-rang!” desis Vanta menekankan kata terakhirnya.

Namun Alvin masih bergeming, menatapnya dengan pandangan yang ... entahlah. Vanta tidak tahu apa yang ada di pikiran cowok itu sekarang. Dan Vanta tidak mau tahu.

Tiba-tiba Alvin merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu yang berkilauan dari sana. Mata Vanta sedikit menyipit. Sebelum otaknya memerintah, satu tangannya yang bebas sudah lebih dulu bergerak untuk meraih benda itu. Namun, gagal. Alvin menariknya.

“Gue balikin setelah lo jawab pertanyaan gue.”

“Nggak perlu!” sergah Vanta cepat. “Benda itu nggak penting. Memang mau gue buang, ambil aja. Terserah mau lo apain, mau lo buang atau hancurin pun gue nggak peduli.”

“Oh, ya? Tapi kenapa di mata gue, benda ini kelihatan penting ya, buat lo?”

Lama, Vanta tidak menjawab. Hanya memandang Alvin dengan wajah mengeras. Setelah itu, dia memberikan tatapan paling tajam dan paling garang. “Lepas.” Satu kata yang keluar dari mulutnya seperti tombol perintah karena lelaki keras kepala idola kampus itu langsung melepaskan cengkeramannya.

Tidak peduli lagi hal apa yang sedang direncanakan Alvin, Vanta bergegas masuk ke kafe.

 

***

 

“Ke mana aja lo, Vin? Lama bener?” tanya Edo.

“Tau nih, lo kayaknya udah ke toilet tadi. Kan lo nggak mungkin ngerokok.” Andre yang kebagian duduk di sebelah Alvin ikut menimpali. Hapal betul kebiasaan temannya yang tidak pernah mau ditawari segala jenis rokok, dari batangan hingga elektrik.

Cuma Toto yang tidak ikut penasaran.

“Ada urusan dikit,” sahut Alvin saat menghempaskan diri ke bangku. Ia meneguk birnya di gelas sampai habis, lalu berceletuk, “Cabut yuk!”

Andre langsung merespons. “Hah? Udah mau cabut? Baru sebentar.”

“Pindah tempat. Gue nggak suka di sini.”

“Oh ... ya udah.” Cowok yang duduk di sebelahnya itu meraih gelas bir sebelum membereskan dompet dan kunci mobilnya di meja.

Sekilas, Alvin melihat Toto meliriknya tadi. Dia jadi penasaran, apakah Toto juga melihat Vanta? Tapi cowok itu diam saja, tidak berkata apa-apa. Sebelum keluar dari sana, Alvin melarikan pandangan ke arah dapur. Ditemukannya sosok itu sedang mondar-mandir menyiapkan pesanan. Ia menatapnya selama beberapa detik hingga akhirnya menyusul teman-temannya yang lain.

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka atau bahagia?
3201      1022     4     
Romance
trauma itu sangatlah melekat di diriku, ku pikir setelah rumah pertama itu hancur dia akan menjadi rumah keduaku untuk kembali merangkai serpihan kaca yang sejak kecil sudah bertaburan,nyatanya semua hanyalah haluan mimpi yang di mana aku akan terbangun,dan mendapati tidak ada kesembuhan sama sekali. dia bukan kehancuran pertama ku,tapi dia adalah kelanjutan dari kisah kehancuran dan trauma yang...
River Flows in You
698      401     6     
Romance
Kean telah kehilangan orang tuanya di usia 10 tahun. Kemudian, keluarga Adrian-lah yang merawatnya dengan sepenuh hati. Hanya saja, kebersamaannya bersama Adrian selama lima belas tahun itu turut menumbuhkan perasaan lain dalam hati. Di satu sisi, dia menginginkan Adrian. Di sisi lain, dia juga tidak ingin menjadi manusia tidak tahu terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah diterimanya dar...
KataKu Dalam Hati Season 1
3859      1124     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Let's See!!
1492      727     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
KILLOVE
3336      1098     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
Lily
1184      554     4     
Romance
Apa kita harus percaya pada kesetiaan? Gumam Lily saat memandang papan nama bunga yang ada didepannya. Tertulis disana Bunga Lily biru melambangkan kesetiaan, kepercayaan, dan kepatuhan. Lily hanya mematung memandang dalam bunga biru yang ada didepannya tersebut.
Play Me Your Love Song
3070      1251     10     
Romance
Viola Zefanya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi guru piano pribadi bagi Jason, keponakan kesayangan Joshua Yamaguchi Sanjaya, Owner sekaligus CEO dari Chandelier Hotel and Group yang kaya raya bak sultan itu. Awalnya, Viola melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tuntutan "profesionalitas" semata. Tapi lambat laun, semakin Viola mengenal Jason dan masalah dalam keluarganya, sesu...
Manuskrip Tanda Tanya
3976      1347     1     
Romance
Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui karya yang diasuh sedemikian rupa agar menjadi sempurna. Sayangnya, rasa gembira itu mendadak berubah menjadi serba salah ketika Bu Maya menugaskan Katya untuk mengurus tulisan pengarang t...
Negeri Tanpa Ayah
8608      1925     0     
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
Demi Keadilan:Azveera's quest
692      384     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...