Read More >>"> Love Like Lemonade (Part 4) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Like Lemonade
MENU
About Us  

Setelah kejadian di lapangan basket dan di halaman kampus, aksi Alvin makin menjadi. Seperti yang dia janjikan, Vanta menerima pembalasan dari laki-laki itu. Tali helm yang berhasil di gunting oleh Alvin dari pengait di bawah jok motor Vanta dibawanya ke kantin, lantaran sukses membuat Vanta menguras tenaga.

Mereka kerjar-kejaran di area kantin layaknya Tom and Jerry. Alvin berlari sambil terus menggeser setiap bangku di belakangnya untuk mengadang Vanta. Tapi Vanta tidak menyerah walaupun keringat membanjiri pelipisnya. Mereka benar-benar membuat area kantin kacau balau.

”Balikin helm gue! Bocah banget, tau nggak?!” seru Vanta masih berlari berusaha megejar Alvin. Suasana kantin siang itu jadi berantakkan karena aksi kejar-kejaran mereka.

Melihat Vanta yang kewalahan, lelaki iblis itu semakin senang. Alvin mengunyah permen karet di mulut sambil sesekali meniupkannya menjadi balon. Cowok itu cuma cengengesan tanpa memedulikan cewek yang ada di belakangnya sudah tidak kuat mengejar.

Sampai Vanta merasa tak tahan lagi, ia berhenti berlari dan berteriak, “ALVIIINNNN!! BALIKIN NGGAK, HELM GUE!!”

Orang yang diteriaki kontan mengerem langkahnya dengan mendadak. Mereka berdua telah ramai ditonton anak-anak kampus. Lelaki itu berbalik, berjalan ke arah Vanta dan berdiri tepat di hadapannya dengan raut serius.

”Jangan teriakkin nama gue keras-keras, malu tau. Ntar lo malah dikira fans fanatik gue, lagi.”

Teman-teman Alvin yang menjadi saksi hidup di kantin memecah tawa.

Tidak menyangka Alvin bakal mengeluarkan kata-kata se-PD itu dari mulutnya, Vanta menganga. Butuh dua detik sampai Vanta menegakkan kepala, tersenyum kecut menatap muka cowok yang lebih jangkung darinya.

Sorry aja ya, gue nggak level nge-fans sama cowok nyebelin kayak lo. Kalo mau nge-fans mendingan sama Chris Evans atau Robert Downey, lebih berbobot!”

Alvin balas menatap Vanta dan tersenyum sumbar. ”Sombong banget.”

”Itu kenyataan. Nggak ada yang perlu gue kagumin dari pecundang macem lo.”

”Barusan lo bilang apa?” Sebelah alis Alvin terangkat.

”Lo, pe-cun-dang!” desis Vanta penuh penekanan.

Alvin mencondongkan badannya ke depan, menatap Vanta tepat pada manik matanya. ”Lo marah karena kalah. Keras kepala banget.” Kemudian berbalik pergi, seraya mengangkat helm yang ada di satu tangannya. ”Dahhh, gue bawa ini dulu.”

Sementara Vanta cuma bisa menatap kesal punggung Alvin yang terus menjauh keluar dari kantin. Kedua tangannya terkepal erat. Vanta menggeram dalam hati.

Cowok itu ....

Cowok yang tiba-tiba menjadikannya sasaran balas dendam. Cowok yang selalu cari masalah dengannya. Hari ini membuat Vanta semakin yakin.

Vanta benci cowok itu setengah mati!

Kalaupun di Bumi hanya tinggal Alvin dan dirinya, Vanta tetap tidak akan sudi berinteraksi dengan cowok seperti itu. Apa lagi bergantung padanya. Sebisa mungkin dia akan menjauhinya.

 

***

 

Beberapa hari kemudian setelah aksi Tom and Jerry di kantin, Vanta terpaksa mendapatkan ‘hadiah’ lagi dari Alvin. Cacing yang dilempar Alvin ke mejanya saat Vanta sedang makan siang, membuat Vanta menjerit-jerit jijik. Dia paling benci hewan yang menggeliat-geliut seperti cacing. Baginya hewan itu adalah makhluk paling menjijikan yang pernah ada di jagad raya.

Berikutnya tikus putih yang disebar di kantin, sebenarnya tidak membuat Vanta takut, justru malah Jessi dan beberapa cewek yang menjerit histeris sambil melompat sana-sini dan naik ke bangku di kantin, lalu memeluk Vanta erat.

”Itu cowok bener-bener kelewatan! Udah bocorin ban motor gue, curi helm gue, terus apa coba? Main binatang kayak anak kecil. Ih, nyebelin banget!” gerutu Vanta seraya menyantap makan siangnya di tangga.

”Gue juga kaget tadi.” Jessi mengelus dada. Masih teringat kengerian akan tikus di kantin.

”Tapi kita nggak bisa bales dia”

“Kita?” tanya Jessi menaikkan alis. “Yang musuhan lo doang, kali ....”

“Ish! Nyebelin lo.”

Jessi tertawa, sampai tawanya berhenti setelah beberapa saat. “Gue ada ide biar lo nggak diganggu Alvin lagi.”

“Apa?”

”Tapi jangan langsung nolak, awas ya,” peringat Jessi memajukan bibir. Dia menusuk batagornya.

”Apaan dulu, nih? Kalo nyuruh gue sujud mohon ke dia, ya ogah!”

Jessi terkekeh geli. “Nggak, dong. Ini ide paling masuk akal menurut gue.”

“Cepet bilang! Bikin orang penasaran aja, sih,” keluh Vanta.

“Lo mesti cepet cari pacar.”

“Ap—apa?!” Vanta mengerjap tak percaya. “Apa hubungannya sama cari pacar, Jesslyn???”

“Ya ada, otomatis kalo ada yang lindungin lo, jagain lo, Alvin bakal mundur. Yang pasti nggak enak hati juga. Nggak mungkin dia ganggu cewek orang. Coba deh, lo pikir.”

”Sampe detik ini gue masih nggak konek.” Vanta geleng-geleng, memandang Jessi polos.

Sudah beberapa hari ini mereka makan siang di tangga. Menghindari kontak dengan area kantin. Karena di sana pasti akan ada si manusia iblis itu. Alvin yang sudah tahu nama Vanta sangat berbahaya. Lelaki itu bisa dengan mudah mencari informasi tentang Vanta, apa lagi mereka satu jurusan. Kata Jessi, salah satu teman Alvin cukup banyak relasi di kampus.

Jessi membalas tatapan Vanta seolah gadis itu paling tidak peka sedunia. Vanta langsung cemberut. “Lagian ..., mau dapet pacar dari mana coba? Gue aja maba, belom terlalu kenal banyak orang.”

“Justru ... ini waktu yang tepat buat kenalan!” Tepukan tangan Jessi bikin Vanta tersentak.

”Yang jadi masalah, hampir satu kampus tau kalo gue korban gencatan Alvin. Emang ada cowok yang berani deketin gue dan mau jadi pahlawan gitu? Nggak yakin gue.”

”Hmm .... Iya juga, sih.”

Keduanya termenung, masih mencoba memikirkan solusi lain. Sampai sebuah suara mengagetkan mereka.

”Kalian ngapain di sini?”

Vanta dan Jessi sontak menoleh berbarengan.

”Eh, elo, Fer.” Jessi tersenyum malu melihat teman seangkatannya mendapati dia dan Vanta sedang mojok di tangga.

Hampir saja mereka lompat dari tangga. Takut kalau yang datang adalah Alvin.

”Lo ngapain, Jes? Kok duduk di sini?” tanya Ferdi ramah.

”Ehehe ... ini, makan sama temen gue.” Jessi menyuarakan tawanya dalam suku kata.

Cowok itu tampak bingung. ”Loh, kok nggak di kantin? Penuh?”

Kali ini Vanta yang menjawab, ”Area kantin jadi tempat yang berbahaya buat kami. Gue kan lagi jadi buron, jadi Jessi nemenin gue. Eh ya, bukan berarti gue abis makan di kantin, terus nggak bayar, ya.”

Sebenarnya cowok itu nggak mengerti maksud Vanta, tapi dia tersenyum dan memperkenalkan diri. ”Gue Ferdi, seangkatan sama Jessi.”

Vanta tertegun melihat senyum Ferdi yang kepalang manis. Cowok itu rapi, gayanya cukup oke. Wajahnya juga masuk dalam kategori cowok kalem tipikal murid yang tidak pernah terlibat masalah waktu sekolah.

Sadar kalau ia terlalu lama diam, Vanta buru-buru berdiri membalas jabat tangan Ferdi. ”Vanta, maba DKV,” sahutnya tersenyum salah tingkah.

Siapa yang tidak bakal malu kepergok sembunyi-sembunyi begini? Lesehan pula di tangga. Tapi di saat seperti ini Vanta mencoba bersikap masa bodoh. Dibanding cobaan dari Alvin, rasa malu kali ini tidak seberapa.

”Boleh gabung?” Pertanyaan Ferdi bukan saja membuat Vanta tercengang, tapi Jessi yang sudah kenal cowok itu pun melongo kaget.

Vanta menyikut Jessi, memberi kode supaya cewek itu yang menjawab. Tapi Jessi malah menyikut Vanta balik, tanda lepas tangan. Ya, mereka jadi sikut-sikutan dan berkomunikasi lewat mata. Wajar kalau sekarang Ferdi menertawakan mereka.

Wow, suara tawanya bahkan sekalem wajahnya. Vanta berdecak dalam hati.

”Boleh gue gabung di sini sama kalian?” ulang Ferdi tersenyum.

Untuk yang ke sekian kali, Vanta dan Jessi saling pandang sebelum akhirnya mengangguk kompak.

”Gue ke kantin dulu sebentar, habis itu ke sini lagi. Ada yang mau titip?” tawar Ferdi.

Hanya Vanta yang menyebutkan titipannya, sementara Jessi bilang sudah beli minum tadi. Ferdi pun kemudian pergi ke kantin.

“Eh, Ta,” panggil Jessi mencolek-colek lengan Vanta. Tampang Jessi berubah, persis ibu-ibu tetangga yang siap bergosip. “Menurut lo Ferdi gimana?”

Nah, benar kan. Pertanyaan ‘gimana’ dalam kamus Jessi merupakan pertanda akan memulai suatu pembicaraan yang bercabang ke mana-mana. Vanta mengenal arah obrolan ini.

“Kelihatannya anak baik.”

“Ganteng nggak?” Jessi bertanya sambil menaik-turunkan alis. Maksudnya sudah mulai terendus oleh Vanta.

Bohong kalau Vanta jawab tidak. Makanya dia memilih jujur. “Lumayan.” Lalu menyendok udang goreng tepungnya ke mulut.

Senyum Jessi langsung mengembang. Wajahnya berseri-seri. Cewek itu menjentikkan jari sambil berseru, “Dia aja, Ta!”

“Dia kenapa?” tanya Vanta tak mengerti.

Ada jeda karena Jessi sedang mengelap bibirnya dengan tisu. “Kandidat pacar.” Lalu meremas-remas tisu bekasnya.

Vanta yang lagi asyik mengunyah langsung tersedak makanannya. Jessi ikut kaget dan membantu menepuk-nepuk punggungnya pelan. Setelah dapat mencerna dengan baik, Vanta menyahut, ”Nggak salah lo? Baru juga kenal.”

“Nggak salah, dong. Dari kenal bisa akrab sambil PDKT. Gimana, gimana? Ide bagus menurut gue. Kelihatannya si Ferdi juga tipe lo banget.”

“Sok tau!”

“Tau donggg. Tadi aja lo sampe terpana gitu diajak salaman. Pake ada jedanya.” Peka memang si Jessi. Vanta kira cewek itu tidak sadar.

“Itu reaksi normal kali, kalo lihat cewek atau cowok cakep. Menurut lo juga dia oke kan?”

“Iya sih, tapi bukan tipe gue.”

“Terus tipe lo kayak apa?” tanya Vanta iseng.

“Yang badass pokoknya, bikin degup-degup.” Gadis cantik itu meletakkan kedua tangan di dada sambil berkedip genit.

“Kayak Alvin?” Padahal Vanta cuma asal bicara. Niatnya juga meledek. Tapi Jessi malah tersedak, bikin Vanta membelalak. “Eh, beneran lo, yang kayak Alvin?”

“Mmm ...  kalo boleh jujur, iya sih. Dulu.”

“Waah! Pengkhianat lo, ya?” Jari telunjuk Vanta terangkat menunjuk sahabatnya.

“Ih! Kok gitu? Kan dulu!”

“Sampe sekarang kali?”

“Nggaaak!” elak Jessi

Puas membuat sahabatnya kelimpungan, Vanta pun tertawa. Mau Jessi suka sama Alvin juga bukan masalah buatnya. Perasaan Jessi yang punya, Vanta tidak mungkin melarang. Kalau Jessi sama Alvin, bukannya malah bagus, cowok itu jadi nggak mengganggunya lagi?

Hmm ... benar juga.

“Jes, kenapa nggak lo aja yang sama Alvin? Biar dia nggak ganggu gue lagi?”

Jessi langsung memasang ekspresi aneh. “Kan, kan ..., nih anak. Mulai ngaco, deh.”

“Loh, kenapa nggak? Cuma karena gue musuhan sama orang yang lo suka, nggak menutup kemungkinan buat lo PDKT sama dia.”

“Kan gue udah pernah bilang, dia jutek banget sama cewek. Doi nggak doyan cewek kayaknya.”

“Ah, gimana sih? Keluarin pesona seorang Jesslyn dong!”

“Resek lo, Ta!” Ditimpuknya Vanta dengan tisu bekas. Tapi Vanta bisa menghindar dan malah tertawa.

“Gue cuma mengagumi doang, kalii ...,” kata Jessi lagi.

“Iya, sayang.”

Jessi mengabaikan ekspresi menyebalkan Vanta yang sedang menggodanya dan bertanya, “Lo tau nggak, apa sebutan para mahasiswi buat Alvin dkk?”

Vanta menggeleng.

Kedua tangan Jessi membentang terangkat ke atas, memberi kesan dramatis. “Malaikat.”

“Najis!”

Tags: twm23

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Luka atau bahagia?
3201      1022     4     
Romance
trauma itu sangatlah melekat di diriku, ku pikir setelah rumah pertama itu hancur dia akan menjadi rumah keduaku untuk kembali merangkai serpihan kaca yang sejak kecil sudah bertaburan,nyatanya semua hanyalah haluan mimpi yang di mana aku akan terbangun,dan mendapati tidak ada kesembuhan sama sekali. dia bukan kehancuran pertama ku,tapi dia adalah kelanjutan dari kisah kehancuran dan trauma yang...
River Flows in You
698      401     6     
Romance
Kean telah kehilangan orang tuanya di usia 10 tahun. Kemudian, keluarga Adrian-lah yang merawatnya dengan sepenuh hati. Hanya saja, kebersamaannya bersama Adrian selama lima belas tahun itu turut menumbuhkan perasaan lain dalam hati. Di satu sisi, dia menginginkan Adrian. Di sisi lain, dia juga tidak ingin menjadi manusia tidak tahu terima kasih atas seluruh kebaikan yang telah diterimanya dar...
KataKu Dalam Hati Season 1
3859      1124     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Let's See!!
1492      727     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
KILLOVE
3336      1098     0     
Action
Karena hutang yang menumpuk dari mendiang ayahnya dan demi kehidupan ibu dan adik perempuannya, ia rela menjadi mainan dari seorang mafia gila. 2 tahun yang telah ia lewati bagai neraka baginya, satu-satunya harapan ia untuk terus hidup adalah keluarganya. Berpikir bahwa ibu dan adiknya selamat dan menjalani hidup dengan baik dan bahagia, hanya menemukan bahwa selama ini semua penderitaannya l...
Lily
1184      554     4     
Romance
Apa kita harus percaya pada kesetiaan? Gumam Lily saat memandang papan nama bunga yang ada didepannya. Tertulis disana Bunga Lily biru melambangkan kesetiaan, kepercayaan, dan kepatuhan. Lily hanya mematung memandang dalam bunga biru yang ada didepannya tersebut.
Play Me Your Love Song
3070      1251     10     
Romance
Viola Zefanya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi guru piano pribadi bagi Jason, keponakan kesayangan Joshua Yamaguchi Sanjaya, Owner sekaligus CEO dari Chandelier Hotel and Group yang kaya raya bak sultan itu. Awalnya, Viola melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan tuntutan "profesionalitas" semata. Tapi lambat laun, semakin Viola mengenal Jason dan masalah dalam keluarganya, sesu...
Manuskrip Tanda Tanya
3976      1347     1     
Romance
Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui karya yang diasuh sedemikian rupa agar menjadi sempurna. Sayangnya, rasa gembira itu mendadak berubah menjadi serba salah ketika Bu Maya menugaskan Katya untuk mengurus tulisan pengarang t...
Negeri Tanpa Ayah
8608      1925     0     
Inspirational
Negeri Tanpa Ayah merupakan novel inspirasi karya Hadis Mevlana. Konflik novel ini dimulai dari sebuah keluarga di Sengkang dengan sosok ayah yang memiliki watak keras dan kerap melakukan kekerasan secara fisik dan verbal terutama kepada anak lelakinya bernama Wellang. Sebuah momentum kelulusan sekolah membuat Wellang memutuskan untuk meninggalkan rumah. Dia memilih kuliah di luar kota untuk meng...
Demi Keadilan:Azveera's quest
692      384     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...