Read More >>"> Toko Kelontong di Sudut Desa (Page 374-3) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Ketiga

"Ladang?" 

Winter mengembuskan napas pelan. "Hoo...." 

Mereka masih berdiri mematung hingga tetesan air dari langit mulai jatuh membasahi mereka. Mending, sunyi, senyap, hampa, dan abu-abu pekat. Hanya itu yang digambarkan oleh Afuya maupun Winter di sana. Seperti tidak ada sebuah kehidupan. Bahkan warna tanaman padi di ladang pun tidak terlihat hijau. Tidak terlihat satupun rumah di sana. Hanya jalan kecil yang diapit oleh ladang-ladang yang begitu luas. Winter melengkungkan lengannya di atas kepala Afuya, gna memberikan sebuah peneduhan. Namun, sama saja mereka berdua masih berpotensi basah kuyup. 

Winter mengajak Afuya untuk tetap jalan ke depan, siapa tahu mereka menemukan tempat untuk berteduh. Akan tetapi, gadis itu tetap ingin ke arah yang berlawanan. Suasana yang dirasakan mereka sekarang begitu mengerikan. Afuya ingin segera kembali ke toko kelontong kakek. Beberapa kali Winter menjelaskan, bahwa kembali pun mereka tidak pasti akan menemukan pintu itu lagi. Semaksimal mungkin remaja lelaki tersebut tetap memaksa Afuya terus berjalan ke arah depan sebelum mereka semakin basah. 

Firasat Winter tak meleset. Baru berlari kecil beberapa langkah, di sebelah kiri jalan ada sebuah gazebo yang terbuat dari kayu bambu. Langsung tanpa menunggu lagi, mereka naik ke gazebo tersebut. Gelap. Tidak ada penerangan seperti lampu. Meskipun kesal, Afuya tidak berani duduk dengan jarak terlalu jauh dari Winter. Bagaimanapun juga, pemuda itu yang tetap berani maju paling depan. 

Winter melepas kaus kaki. "Sudah basah itu, lepaslah. Nanti masuk angin."

Afuya menggeleng. "Kita tidak membawa sandal atau sepatu. Nanti kakiku sakit terkena kerikil." 

"Nanti aku gendong. Sini lepas, daripada masuk angin." Winter meraih pergelangan kaki Afuya untuk memaksa gadis itu melepas kaus kakinya yang telah basah kuyup. 

"Sini, Fu." Afuya menarik kakinya kuat-kuat hingga Winter tidak bisa menahannya dan memilik melepas. "Masih marah sama aku, ya?" 

"Kalau saja tadi aku nggak menuruti Kamu, pasti kita nggak akan tersesat begini!" 

"Ya maaf... sudah telanjur juga, terus maunya gimana?" Winter menggaruk rambutnya yang tak gatal, tetapi basah.

"Tadi seharusnya kita persiapan bawa bekal sama tas sekolah. Lumayan ada ponsel kita juga. Kalau begini jadi repot 'kan, kita hanya bawa badan sama nyawa." 

Winter memilih diam, membiarkan Afuya mengomel. Ia sadar posisinya memang salah. Mau pembelaan sebagaimana mungkin, dia yang telah memaksa Afuya untuk ikut bersamanya. Langit semakin gelap dan hujan juga semakin deras. Tidak ada tanda-tanda akan reda dalam waktu singkat. Di gazebo bambu tersebut tidak ada penerangan. Pengelihatan mereka mulai samar-samar. Winter sedikit tak jelas ketika memandang Afuya dari jarak yang lumayang terbilang dekat.

Afuya menyudahi sesi merajuknya. Ia lebih memilih menggeser posisi duduk lebih ke tengah supaya dekat lagi dengan Winter. Hawa dingin malam semakin mencengkram. Afuya memikirkan apakah kakeknya sudah kembali ke toko kelontong? Apakah beliau melihat pintu di balik rak kayu? Lalu bagaimana dengan bundanya? Apakah Meira khawatir dan mencarinya ke mana-mana? Tidak hanya Afuya, Winter juga sama demikian. Dipikirnya, apakah bibi Eryn akan mencarinya juga? 

Demi mencairkan suasana agar Afuya tidak semakin takut, sekarang Winter memulai obrolan dengan menceritakan sebuah dongeng singkat. Entah bisa dikatakan sebuah dong atau tidak, dulu saat Winter kecil, ia selalu mendengarnya dari sang nenek yang sekarang telah memilih tempat indah untuk bertemu Sang Pencipta. Winter membiarkan bahunya untuk menopang Afuya yang mulai lemas karena kelaparan. 

"Fu, tau cerita pengembala anak sapi?" 

"Nggak."

"Kalau pengembala anak domba?"

"Nggak."

"Pengembala anak kambing?"

"Nggak. Pengembala mulu, dah. Terus apa lagi? Pengembala anak ayam warna-warni?" 

Winter tertawa renyah. "Mana ada begitu?" 

"Coba aja, siapa tau laku jadi cerita di pasaran." 

"Ngomong-ngomong, Fu, sepertinya aku nggak asing dengan tempat ini." Winter mengubah mimik wajahnya dari tertawa menjadi serius. 

Afuya mengembalikan posisi duduknya menjadi tegak, tidak bersandar lagi di bahu Winter. "Aku juga." Gadis itu mulai masuk dan serius dalam obrolan mereka. 

Mereka berdua saling tatap. Meskipun dalam keadaan gelap gulita, walau sedikit mereka masih bisa mengenali wajah masing lawan bicaranya. Tidak ada kalimat lanjuta setelah itu. Mereka masih saling kontak mata diselimuti diam seribu bahasa. Beberapa detik berjalan, barulah apa yang mereka pikirkan sekan tersambung. Mereka berdua seperti sedang melakukan sebuah telapati. 

"Gazebo kakek!" ucap Afuya dan Winter secara bersamaan. 

"Benar, nggak salah lagi," Winter melanjutkan.

"Berarti kita sebenarnya sudah dekat dengan toko kelontong." Afuya beranjak berdiri. "Ayo, aku ingin segera pulang." 

Mata Winter mengikuti arah mata Afuya. Pemuda itu mengembuskan napas besar. "Fu, aku rasa tidak semudah itu. Ini juga masih hujan deras."

Afuya tidak ingin mengulangi sikap kekanak-kanakannya lagi. Ia memilih bersikap bijak seperti Winter yang selalu berani ambil risiko dan selalu menjaganya. Afuya memilih kembali duduk di sebelah pemuda tersebut. Meskipun kondisi yang tidak menjamin, perut juga sudah membunyikan alarm sedari tadi. Setidaknya, bersabar sebentar mungkin akan menghasilkan pilihan yang benar. Winter juga belajar dari kesalahannya agar tidak terlalu tergesa-gesa memutuskan sesuatu tanpa dipikirkan terlebih dahulu. 

Mereka berdua kembali hening. Suara katak bersahutan. Afuya dan Winter semakin yakin, bahwa mereka berdua tidak berada di bawah kendali suatu ilusi. Masih ada tanda-tanda kehidupan di sana. Hujan yang semakin deras,embuat air di selokan meluber ke jalanan. Kaus kaki yang masih dikenakan Afuya sedikit mengering. Mereka berdua masih diam sembari memandangi kegelapan yang tiada ujungnya. Tanpa diduga, tiba saja ada sesuatu yang mengagetkan mereka.

"Hai...."

Afuya melotot. "Hantu!" 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Bet
15368      2371     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
Manuskrip Tanda Tanya
4338      1443     1     
Romance
Setelah berhasil menerbitkan karya terbaru dari Bara Adiguna yang melejit di pasaran, Katya merasa dirinya berada di atas angin; kebanggaan tersendiri yang mampu membawa kesuksesan seorang pengarang melalui karya yang diasuh sedemikian rupa agar menjadi sempurna. Sayangnya, rasa gembira itu mendadak berubah menjadi serba salah ketika Bu Maya menugaskan Katya untuk mengurus tulisan pengarang t...
Heliofili
1896      953     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
IMAGINE
347      243     1     
Short Story
Aku benci mama. Aku benci tante nyebelin. Bawa aku bersamamu. Kamu yang terakhir kulihat sedang memelukku. Aku ingin ikut.
Renata Keyla
6010      1317     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
Sekotor itukah Aku
20214      3251     5     
Romance
Dia adalah Zahra Affianisha. Mereka biasa memanggilnya Zahra. Seorang gadis dengan wajah cantik dan fisik yang sempurna ini baru saja menginjakkan kakinya di dunia SMA. Dengan fisik sempurna dan terlahir dari keluarga berada tak jarang membuat orang orang disekeliling nya merasa kagum dan iri di saat yang bersamaan. Apalagi ia terlahir dalam keluarga penganut islam yang kaffah membuat orang semak...
Perempuan Beracun
17      16     2     
Inspirational
Racuni diri sendiri dengan membawanya di kota lalu tersesat? Pulang-pulang melihat mayat yang memilukan milik si ayah. Berada di semester lima, mengikuti program kampus, mencoba kesuksesan dibagian menulis lalu gagal. Semua tertawa Semua meludah Tapi jika satu langkah tidak dilangkahinya, maka benar dia adalah perempuan beracun. _________
Mencari Malaikat (Sudah Terbit / Open PO)
4807      1785     563     
Action
Drama Malaikat Kecil sukses besar Kristal sang artis cilik menjadi viral dan dipujapuja karena akting dan suara emasnya Berbeda dengan Viona yang diseret ke luar saat audisi oleh mamanya sendiri Namun kehidupan keduanya berubah setelah fakta identitas keduanya diketahui Mereka anak yang ditukar Kristal terpaksa menyembunyikan identitasnya sebagai anak haram dan mengubur impiannya menjadi artis...
Ayugesa: Kekuatan Perempuan Bukan Hanya Kecantikannya
7289      2193     204     
Romance
Nama adalah doa Terkadang ia meminta pembelajaran seumur hidup untuk mengabulkannya Seperti yang dialami Ayugesa Ada dua fase besar dalam kehidupannya menjadi Ayu dan menjadi Gesa Saat ia ingin dipanggil dengan nama Gesa untuk menonjolkan ketangguhannya justru hariharinya lebih banyak dipengaruhi oleh keayuannya Ketika mulai menapaki jalan sebagai Ayu Ayugesa justru terus ditempa untuk membu...
Demi Keadilan:Azveera's quest
821      467     5     
Mystery
Kisah Vee dan Rav membawa kita ke dalam dunia yang gelap dan penuh misteri. Di SMA Garuda, mereka berdua menemukan cinta dan kebenaran yang tak terduga. Namun, di balik senyum dan kebahagiaan, bahaya mengintai, dan rahasia-rasasia tersembunyi menanti untuk terungkap. Bersama-sama, mereka harus menghadapi badai yang mengancam dan memasuki labirin yang berbahaya. Akankah Vee menemukan jawaban yang ...