Loading...
Logo TinLit
Read Story - Toko Kelontong di Sudut Desa
MENU
About Us  

Bagian Ketiga

"Ladang?" 

Winter mengembuskan napas pelan. "Hoo...." 

Mereka masih berdiri mematung hingga tetesan air dari langit mulai jatuh membasahi mereka. Mending, sunyi, senyap, hampa, dan abu-abu pekat. Hanya itu yang digambarkan oleh Afuya maupun Winter di sana. Seperti tidak ada sebuah kehidupan. Bahkan warna tanaman padi di ladang pun tidak terlihat hijau. Tidak terlihat satupun rumah di sana. Hanya jalan kecil yang diapit oleh ladang-ladang yang begitu luas. Winter melengkungkan lengannya di atas kepala Afuya, gna memberikan sebuah peneduhan. Namun, sama saja mereka berdua masih berpotensi basah kuyup. 

Winter mengajak Afuya untuk tetap jalan ke depan, siapa tahu mereka menemukan tempat untuk berteduh. Akan tetapi, gadis itu tetap ingin ke arah yang berlawanan. Suasana yang dirasakan mereka sekarang begitu mengerikan. Afuya ingin segera kembali ke toko kelontong kakek. Beberapa kali Winter menjelaskan, bahwa kembali pun mereka tidak pasti akan menemukan pintu itu lagi. Semaksimal mungkin remaja lelaki tersebut tetap memaksa Afuya terus berjalan ke arah depan sebelum mereka semakin basah. 

Firasat Winter tak meleset. Baru berlari kecil beberapa langkah, di sebelah kiri jalan ada sebuah gazebo yang terbuat dari kayu bambu. Langsung tanpa menunggu lagi, mereka naik ke gazebo tersebut. Gelap. Tidak ada penerangan seperti lampu. Meskipun kesal, Afuya tidak berani duduk dengan jarak terlalu jauh dari Winter. Bagaimanapun juga, pemuda itu yang tetap berani maju paling depan. 

Winter melepas kaus kaki. "Sudah basah itu, lepaslah. Nanti masuk angin."

Afuya menggeleng. "Kita tidak membawa sandal atau sepatu. Nanti kakiku sakit terkena kerikil." 

"Nanti aku gendong. Sini lepas, daripada masuk angin." Winter meraih pergelangan kaki Afuya untuk memaksa gadis itu melepas kaus kakinya yang telah basah kuyup. 

"Sini, Fu." Afuya menarik kakinya kuat-kuat hingga Winter tidak bisa menahannya dan memilik melepas. "Masih marah sama aku, ya?" 

"Kalau saja tadi aku nggak menuruti Kamu, pasti kita nggak akan tersesat begini!" 

"Ya maaf... sudah telanjur juga, terus maunya gimana?" Winter menggaruk rambutnya yang tak gatal, tetapi basah.

"Tadi seharusnya kita persiapan bawa bekal sama tas sekolah. Lumayan ada ponsel kita juga. Kalau begini jadi repot 'kan, kita hanya bawa badan sama nyawa." 

Winter memilih diam, membiarkan Afuya mengomel. Ia sadar posisinya memang salah. Mau pembelaan sebagaimana mungkin, dia yang telah memaksa Afuya untuk ikut bersamanya. Langit semakin gelap dan hujan juga semakin deras. Tidak ada tanda-tanda akan reda dalam waktu singkat. Di gazebo bambu tersebut tidak ada penerangan. Pengelihatan mereka mulai samar-samar. Winter sedikit tak jelas ketika memandang Afuya dari jarak yang lumayang terbilang dekat.

Afuya menyudahi sesi merajuknya. Ia lebih memilih menggeser posisi duduk lebih ke tengah supaya dekat lagi dengan Winter. Hawa dingin malam semakin mencengkram. Afuya memikirkan apakah kakeknya sudah kembali ke toko kelontong? Apakah beliau melihat pintu di balik rak kayu? Lalu bagaimana dengan bundanya? Apakah Meira khawatir dan mencarinya ke mana-mana? Tidak hanya Afuya, Winter juga sama demikian. Dipikirnya, apakah bibi Eryn akan mencarinya juga? 

Demi mencairkan suasana agar Afuya tidak semakin takut, sekarang Winter memulai obrolan dengan menceritakan sebuah dongeng singkat. Entah bisa dikatakan sebuah dong atau tidak, dulu saat Winter kecil, ia selalu mendengarnya dari sang nenek yang sekarang telah memilih tempat indah untuk bertemu Sang Pencipta. Winter membiarkan bahunya untuk menopang Afuya yang mulai lemas karena kelaparan. 

"Fu, tau cerita pengembala anak sapi?" 

"Nggak."

"Kalau pengembala anak domba?"

"Nggak."

"Pengembala anak kambing?"

"Nggak. Pengembala mulu, dah. Terus apa lagi? Pengembala anak ayam warna-warni?" 

Winter tertawa renyah. "Mana ada begitu?" 

"Coba aja, siapa tau laku jadi cerita di pasaran." 

"Ngomong-ngomong, Fu, sepertinya aku nggak asing dengan tempat ini." Winter mengubah mimik wajahnya dari tertawa menjadi serius. 

Afuya mengembalikan posisi duduknya menjadi tegak, tidak bersandar lagi di bahu Winter. "Aku juga." Gadis itu mulai masuk dan serius dalam obrolan mereka. 

Mereka berdua saling tatap. Meskipun dalam keadaan gelap gulita, walau sedikit mereka masih bisa mengenali wajah masing lawan bicaranya. Tidak ada kalimat lanjuta setelah itu. Mereka masih saling kontak mata diselimuti diam seribu bahasa. Beberapa detik berjalan, barulah apa yang mereka pikirkan sekan tersambung. Mereka berdua seperti sedang melakukan sebuah telapati. 

"Gazebo kakek!" ucap Afuya dan Winter secara bersamaan. 

"Benar, nggak salah lagi," Winter melanjutkan.

"Berarti kita sebenarnya sudah dekat dengan toko kelontong." Afuya beranjak berdiri. "Ayo, aku ingin segera pulang." 

Mata Winter mengikuti arah mata Afuya. Pemuda itu mengembuskan napas besar. "Fu, aku rasa tidak semudah itu. Ini juga masih hujan deras."

Afuya tidak ingin mengulangi sikap kekanak-kanakannya lagi. Ia memilih bersikap bijak seperti Winter yang selalu berani ambil risiko dan selalu menjaganya. Afuya memilih kembali duduk di sebelah pemuda tersebut. Meskipun kondisi yang tidak menjamin, perut juga sudah membunyikan alarm sedari tadi. Setidaknya, bersabar sebentar mungkin akan menghasilkan pilihan yang benar. Winter juga belajar dari kesalahannya agar tidak terlalu tergesa-gesa memutuskan sesuatu tanpa dipikirkan terlebih dahulu. 

Mereka berdua kembali hening. Suara katak bersahutan. Afuya dan Winter semakin yakin, bahwa mereka berdua tidak berada di bawah kendali suatu ilusi. Masih ada tanda-tanda kehidupan di sana. Hujan yang semakin deras,embuat air di selokan meluber ke jalanan. Kaus kaki yang masih dikenakan Afuya sedikit mengering. Mereka berdua masih diam sembari memandangi kegelapan yang tiada ujungnya. Tanpa diduga, tiba saja ada sesuatu yang mengagetkan mereka.

"Hai...."

Afuya melotot. "Hantu!" 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My LIttle Hangga
784      510     3     
Short Story
Ini tentang Hangga, si pendek yang gak terlalu tampan dan berbeda dengan cowok SMA pada umunya. ini tentang Kencana, si jerapah yang berbadan bongsor dengan tinggi yang gak seperti cewek normal seusianya. namun, siapa sangka, mereka yang BEDA bisa terjerat dalam satu kisah cinta. penasaran?, baca!.
Potongan kertas
922      480     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Allura dan Dua Mantan
4537      1330     1     
Romance
Kinari Allura, penulis serta pengusaha kafe. Di balik kesuksesan kariernya, dia selalu apes di dunia percintaan. Dua gagal. Namun, semua berubah sejak kehadiran Ayden Renaldy. Dia jatuh cinta lagi. Kali ini dia yakin akan menemukan kebahagiaan bersama Ayden. Sayangnya, Ayden ternyata banyak utang di pinjol. Hubungan Allura dan Ayden ditentang abis-abisan oleh Adrish Alamar serta Taqi Alfarezi -du...
Gray November
3760      1296     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
V'Stars'
1490      686     2     
Inspirational
Sahabat adalah orang yang berdiri di samping kita. Orang yang akan selalu ada ketika dunia membenci kita. Yang menjadi tempat sandaran kita ketika kita susah. Yang rela mempertaruhkan cintanya demi kita. Dan kita akan selalu bersama sampai akhir hayat. Meraih kesuksesan bersama. Dan, bersama-sama meraih surga yang kita rindukan. Ini kisah tentang kami berlima, Tentang aku dan para sahabatku. ...
ATMA
325      231     3     
Short Story
"Namaku Atma. Atma Bhrahmadinata, jiwa penolong terbaik untuk menjaga harapan menjadi kenyataan," ATMA a short story created by @nenii_983 ©2020
Mengapa Harus Mencinta ??
3646      1173     2     
Romance
Jika kamu memintaku untuk mencintaimu seperti mereka. Maaf, aku tidak bisa. Aku hanyalah seorang yang mampu mencintai dan membahagiakan orang yang aku sayangi dengan caraku sendiri. Gladys menaruh hati kepada sahabat dari kekasihnya yang sudah meninggal tanpa dia sadari kapan rasa itu hadir didalam hatinya. Dia yang masih mencintai kekasihnya, selalu menolak Rafto dengan alasan apapun, namu...
Matahari untuk Kita
838      458     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Sampai Kau Jadi Miliku
1669      787     0     
Romance
Ini cerita tentang para penghuni SMA Citra Buana dalam mengejar apa yang mereka inginkan. Tidak hanya tentang asmara tentunya, namun juga cita-cita, kebanggaan, persahabatan, dan keluarga. Rena terjebak di antara dua pangeran sekolah, Al terjebak dalam kesakitan masa lalu nya, Rama terjebak dalam dirinya yang sekarang, Beny terjebak dalam cinta sepihak, Melly terjebak dalam prinsipnya, Karina ...
Anderpati Tresna
2649      1035     3     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?