Loading...
Logo TinLit
Read Story - Luka Dan Perkara Cinta Diam-Diam
MENU
About Us  

Hal yang paling aku kagumi dari Aksa adalah karena semangatnya yang ingin mengubah keadaan. Tak pernah kulihat ia mengeluh karena kesusahan. Namanya juga kehidupan, keluarganya pun tak jarang dirundung ujian hidup, termasuk perkara usaha yang nyaris bangkrut. Bukan berarti dia tak pernah sedih, hanya saja mudah baginya untuk bangkit dan melakukan yang terbaik.

Aksa sangat menyayangi keluarganya. Semua tahu itu. Ia melakukan yang terbaik dalam hidupnya: dalam segi pendidikan hingga pergaulan. Aksa tidak pernah neko-neko. Ia tak mau melakukan hal yang suatu saat akan merugikan dirinya sendiri dan berimbas pada keluarganya. Berbeda sekali denganku. Aku adalah pecundang yang selalu menyalahkan Tuhan dan terus kabur dari masalah. Sampai ketika mendengar Aksa ditangkap polisi karena terbukti menjual barang haram, aku benar-benar sangat shock.

“Lo bisa nggak sih turunin ego lo dikit aja. Lo bisa bilang dan cerita kalau lo lagi kepepet. Gue dan Daniel pasti bantu jalan keluarnya, Sa. Tapi lo malah lebih memilih jalan konyol kayak gini!” Ethan tak habis pikir dengan apa yang Aksa lakukan. Awalnya kami masih optimis bahwa Aksa hanya dijebak mengantarkan barang haram itu ke sebuah apartemen mewah. Apartemen itu sudah menjadi incaran pihak kepolisian sebab disinyalir menjadi tempat penyelundupan barang haram tersebut. Tetapi jawaban yang kudengar membuat kami berdua kecewa. Aksa tahu isi dalam paket itu. Ia melakukannya dengan keadaan sadar.

“Gue nggak mau jadi benalu. Gue nggak mau nyusahin lo semua,” jawab Aksa dengan suara parau. Matanya tak mendelik ke mana-mana, ia masih setia memandang suram ke arah meja yang memisahkan kami.

“Tapi Tindakan lo merugikan. Lo bisa ditindak pidana. Oh, c’mon, Sa. Gue nggak nyangka lo seceroboh ini.” Aku sudah tak tahan lagi mengendap unek-unek yang terganjal dalam hati. Lupakan dulu soal ‘Mentari dan aku’, masalah ini jauh lebih pelik. Dampaknya tidak hanya Aksa, tetapi juga keluarganya.

Babeh jatuh pingsan setelah pihak kepolisian menangkap Aksa di rumahnya. Proses penangkapan berjalan dengan lancar. Aksa tak melakukan perlawanan atau apa pun. Ibu histeris, tubuhnya langsung terjatuh ke bawah tanah. Mata Babeh melotot kaget, lalu ia langsung memegangi dadanya yang sesak. Aku pun dengan sigap menolongnya. Kejadian ini makin mendramatisir ketika Mentari yang baru pulang langsung berlari memebelah kerumunan warga yang mengepung rumahnya.

Babeh membisikan sesuatu dekat telingaku. ‘Tolong damping Aksa ya, Niel. Babeh percaya sama Daniel.’ Lalu pingsan tak sadarkan diri. Aku memapah Babeh ke dalam mobil Ethan, membawanya ke rumah sakit terdekat. Sementara Mentari masih menenangkan Ibu. Ia tetap harus tergar, meskipun aku tahu bahwa hatinya hancur berkeping-keping.

“Otak gue emang kayak udah nggak ada, Niel. Jalan tuh kelihatan buntu, makanya gue cari jalan pintas. Kerja yang menghasilkan duit banyak. Dan sekarang gue menyesal … gue benar-benar anak durhaka. Babeh dan Ibu nggak seharusnya punya anak kayak gue.”

“Lo butuh uang banyak untuk apa sih? Biaya jualan kan cukup untuk kehidupan sehari-hari.” Ethan bicara terlampau ceplas-ceplos sampai membuat emosi Aksa tersulut juga.

“Anak orang kaya, yang dari kecil sudah hidup enak dan bekecukupan kayak lo nggak pantes ngomong gitu. Lo mana tahu sih kalau hidup tuh butuh perjuangan. Cari duit tuh susah. Lo mana pernah lihat duit tinggal sepuluh ribu di dompet, tetapi masih harus bayar ini itu. Listrik, semesteran kuliah, even BPJS tuh bayar. Semua tuh butuh uang. Dengan kondisi keluarga gue yang lagi terpuruk ini … gue bener-bener keteteran.”

“Lo pikir hidup gue itu enak! Jangan asal ngomong kalau lo sendiri nggak pernah ada di posisi gue!” Suara Ethan tak kalah meninggi. Ia juga tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Aksa.

“Gila yang lo berdua. Dalam situasi genting kayak gini aja masih bisa adu nasib. Sadar ini di mana. Lo berdua kudu tahan emosi lo,” kataku yang ikutan kesal.

Setelah itu kami bertiga diam cukup lama. Sampai pada akhirnya Aksa mulai membuka suaranya. “Maafin gue, Than. Nggak seharusnya gue kayak begini.”

Ethan mengangguk pelan. Ia pun segera meminta maaf pada Aksa karena ucapannya yang keterlaluan. Ia terlalu menggampangi masalah seseorang, padahal tak pernah ada di posisinya. Waktu jenguk selesai. Kami akan bertemu lagi saat persidangan. Sebelum mengakhiri perjumpaan, aku tak mau menyianyiakan waktu untuk meminta maaf pada Aksa. Bagaimana pun aku tetap bersalah karena menutupi sesuatu darinya.

“Persahabatan kita udah lama terjalin. Kayaknya selama mengenal lo, kita nggak pernah selama ini untuk saling mendiami satu sama lain. Gue nggak mau hubungan kita malah jadi canggung apalagi renggang. Lo udah gue anggep kayak saudara sendiri, Sa. Jadi, maafin gue kalau udah buat lo kecewa, ya!”

Aksa sempat tertegun. Mungkin tak menyangka jika aku mengatakanya dengan melankolis. Aksa pun mengangguk sembari tersenyum, lalu memelukku erat. “Gue juga minta maaf, Niel. Harusnya gue tahu kalau lo pasti punya alasannya sendiri. Mentari bener … lo adalah sahabat terbaik yang penah gue miliki. Gue titip Mentari dan keluarga gue, ya!”

**

Pandangan yang sedang kulihat begitu amat pilu. Ibu menangis di samping Babeh yang tergeletak lemah dengan beberapa alat yang menempel pada tubuhnya. Ibu tak pernah beranjak dari sana, bahkan sanggup untuk tak makan dan tidur semalaman demi menjaga Babeh. Dan aku tak bisa melakukan sesuatu. Hanya bersembunyi memandang mereka dari jauh.

Duniaku hancur seketika. Banyak kejadian pilu dalam satu waktu. Mas Aksa dipenjara dan Babeh masuk rumah sakit karena kondisi jantungnya makin parah. Aku makin merasa buruk karena selama ini tak mengetahui keresahan yang dialami Mas Aksa. Sebagai anak laki-laki pertama di keluarga, Mas Aksa pasti berpikiran bahwa semua adalah tanggung jawabnya. Saking buntunya, ia rela melakukan sesuatu yang mengkhianati prinsip yang ia anut selama ini.

Aku terus berjalan menuju kampus. Aku sadar bahwa sejak tadi banyak pasang mata yang memandangku, tetapi aku tak peduli. Aku terus berjalan melewati gedung dan Lorong-lorong fakultas. Nasib baik memang tak pernah berpihak kepadaku sehingga kebetulan saja aku berpasan dengan Mara. Ekspresi perempuan yang sedang tertawa itu berubah kecut. Aku masih mengangguk sopan dan berniat melanjutkan langkahku, tetapi tangan Mara menghentikannya.

“Karma itu nyata, ya! Lihat saja apa yang terjadi sama kakak dan bokap lo. Itu semua karena lo. Dasar perempuan pembawa sial!”

Kerongkonganku terasa kering. Aku tak bisa balas apa-apa selain terus berjalan meninggalkan Mara yang masih berteriak menghinaku. Hinaan yang sama sekali tak pantas dilontarkan untuk perempuan berpendidikan seperti dia. Ia boleh menghinaku, karena aku memang salah telah menyakitinya. Tetapi bukankah ia keterlaluan jika harus membawa keluargaku dalam masalah ini. Mara bahkan menyumpahi Mas Aksa dan Babeh mati.

Tatapanku kosong sehingga pikiranku mulai tak waras. Suara-suara bisikan itu entah datang dari mana, membuat kakiku bergerak makin jauh berjalan ke atas rooftop. Di sana aku menghebuskan oksigen banyak-banyak, lalu mengeluarkannya perlahan. Namun bukan sesuatu kelegaan yang kudapat, melainkan kehampaan yang amat sangat. Dari atas sini, aku bisa melihat yang tak kulihat jika berada di bawah sana. Banyak orang-orang berkumpul untuk mengobrol, mengerjakan tugas, hingga saling melempar canda tawa. Mereka terlihat sangat gembira. Kulihat lagi pakaian-pakaian bermerek yang melekat di tubuh mereka, terlihat sangat fashionable dan membuat makin percaya diri.

Sejak dulu aku selalu membayangkan bisa menjadi bagian dari mereka. Tetapi aku hanya pecundang yang miskin. Tak ada orang yang mau berteman denganku. Hal itu makin membuatku terpuruk sedih.

Aku tak punya harapan selain pada keluarga. Hanya mereka yang dengan tulus menyayangiku tanpa pamrih. Namun, aku merasa makin tak berguna karena tak bisa diandalkan ketika mereka terpuruk sedih.

Sekarang semuanya sudah berantakan. Tidak ada lagi yang bisa menahanku untuk bertahan. Dalam hati, aku merutuki perbuatanku, meyakinkan bahwa bunuh diri bukan hal yang baik. Tetapi untuk apa aku hidup jika hanya menambah beban keluarga dan tak bisa berbuat apa-apa? Aku tidak cantik, tidak juga pintar. Apa yang bisa aku lakukan. Sama halnya dengan Mas Aksa, aku menemukan jalan buntu.

Aku bentagkan kedua tanganku, lalu menutup mataku yang basah karena tangis. Bersiap untuk terjun dari sini. Namun tiba-tiba, suara seseorang membuyarkan segalanya. Kulihat semua orang di bawah sana teriak histeris.

“Kalau sampai terjadi sesuatu sama lo … gue nggak akan pernah memaafkan diri gue sendiri seumur hidup!” Iren beteriak lantang, lalu berlari untuk menghampiriku di atas roftoop kampus. “Tunggu gue, dan jangan pernah berani untuk bergerak!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Let's See!!
2384      999     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
When Magenta Write Their Destiny
6418      1731     0     
Romance
Magenta=Marina, Aini, Gabriella, Erika, dan Benita. 5 gadis cantik dengan kisah cintanya masing-masing. Mereka adalah lima sahabat yang memiliki kisah cinta tak biasa. Marina mencintai ayah angkatnya sendiri. Gabriella, anak sultan yang angkuh itu, nyatanya jatuh ke pelukan sopir bus yang juga kehilangan ketampanannya. Aini dengan sifat dingin dan tomboynya malah jatuh hati pada pria penyintas d...
Konspirasi Asa
2882      1003     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
Under a Falling Star
1100      636     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Aku Biru dan Kamu Abu
842      491     2     
Romance
Pertemuanku dengan Abu seperti takdir. Kehadiran lelaki bersifat hangat itu benar-benar memberikan pengaruh yang besar dalam hidupku. Dia adalah teman curhat yang baik. Dia juga suka sekali membuat pipiku bersemu merah. Namun, kenapa aku tidak boleh mencintainya? Bukannya Abu juga mencintai Biru?
Potongan kertas
955      493     3     
Fan Fiction
"Apa sih perasaan ha?!" "Banyak lah. Perasaan terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, terhadap orang, termasuk terhadap lo Nayya." Sejak saat itu, Dhala tidak pernah dan tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Katanya sih, susah muve on, hha, memang, gegayaan sekali dia seperti anak muda. Memang anak muda, lebih tepatnya remaja yang terus dikejar untuk dewasa, tanpa adanya perhatian or...
Aku Milikmu
2153      930     2     
Romance
Aku adalah seorang anak yang menerima hadiah terindah yang diberikan oleh Tuhan, namun dalam satu malam aku mengalami insiden yang sangat tidak masuk akal dan sangat menyakitkan dan setelah berusaha untuk berdamai masa lalu kembali untuk membuatku jatuh lagi dengan caranya yang kejam bisakah aku memilih antara cinta dan tujuan ?
Listen To My HeartBeat
606      367     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Aku Benci Hujan
7581      1979     1     
Romance
“Sebuah novel tentang scleroderma, salah satu penyakit autoimun yang menyerang lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki.” Penyakit yang dialami Kanaya bukan hanya mengubah fisiknya, tetapi juga hati dan pikirannya, serta pandangan orang-orang di sekitarnya. Dia dijauhi teman-temannya karena merasa jijik dan takut tertular. Dia kehilangan cinta pertamanya karena tak cantik lagi. Dia harus...
Melody untuk Galang
528      327     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...