Katanya, anak bungsu selalu mendapatkan kasih sayang, cinta, dan segala hal yang diinginkan, tetapi mengapa aku tidak?
-Ailenn Graciousxard
***
Kilauan cahaya bintang dan bulan menyinari bumi, malam kembali menyapa berganti dengan sang surya. Angin terasa membekukan, tetapi tidak membuat seorang gadis berambut seputih salju dengan panjang melebihi pundak beranjak. Ia asik memperhatikan langit malam dibanding bergabung dengan anggota keluarga di ruang makan.
Kamar kecil di atas loteng benar-benar menjadi ruang pribadi yang tidak akan pernah dikunjungi siapa pun. Jendela besar mengarah langsung pada menara tertinggi di kerajaan Canderz, pemadangan lampu berwarna-warni memberi kesan menakjubkan. Secangkir cokelat panas dan mushroom chips menemani malamnya yang terasa dingin.
Papan nama terbuat dari kayu berkualitas rendah terukir nama seorang gadis 'Ailenn Graciousxard'. Gadis pemilik kamar mulai menggigil kedinginan, kaki jenjangnya berjalan ke arah lemari berukuran sedang. Ia mengambil selimut tebal kemudian duduk kembali.
"Beberapa hari lagi akan ada surat undangan yang disebar dari academy. Kira-kira namaku akan terpilih tidak, ya?" gumamnya masih menatap menara sembari mengunyah makanan ringan di atas piring.
Sebuah impian sederhana yang berusaha diperjuangkan agar mereka menoleh padanya. Sudah belasan tahun, tidak ada perubahan sekadar peduli. Rasa lelah dan putus asa selalu menghantui, tetapi melihat senyum orang tuanya membuat ia kuat. Takut, adalah kata yang selalu menemani sampai ke alam mimpi.
Tanpa gadis itu sadari, seekor kucing hitam dengan sayap putih bersih datang. Ia memperhatikan nonanya dengan mata bulat yang bersinar di malam hari. Bulu halus serta tubuh mungil membuat siapa pun gemas. "Apa yang kau pikirkan, Ailenn?"
Semua pikiran Ailenn melebur sebab suara hewan kesayangannya. Ia mendapati Dust dengan raut penasaran tengah menatapnya. Ailenn tidak bisa menahan keimutan makhluk mungil tersebut.
Kucing hitam bernama Dust itu terkejut ketika tubuh kecilnya diangkat. Ia melayangkan protes dengan mencakar wajah Ailenn menggunakan tangan kecilnya. Namun, Ailenn tidak marah melainkan tertawa.
"Ailenn! Turunkan sekarang juga!" geram Dust sembari menggoyangkan kaki kecilnya.
Ailenn menggeleng lantas mengayunkan tubuh Dust ke langit membuat kucing kecil itu pusing. "Habisnya kau imut sekali, Dust." Ailenn menciumi wajah Dust. "Tumben sekali kau ke sini? Ada apa?"
WizMan, sebutan bagi makhluk berdarah campuran antara penyihir dan manusia. Semua orang yang terlahir dengan adanya darah penyihir, diwajibkan tinggal di Legeniel, yaitu wilayah para WizMan tinggal. Legeniel terpisah dari dunia manusia sehingga tidak bisa sembarangan keluar-masuk. Legeniel diisi oleh berbagai makhluk Maka dari itu, makhluk semacam Dust adalah hal biasa.
Dust mengusap pipi Ailenn dengan ekornya. Sudah dua tahun lebih ia mengenal gadis itu sehingga tipuan kecil tidak akan mempengaruhi. "Kau mengalami masalah, kan? Jangan berbohong dengan senyum palsumu itu. Menangislah kalau bebanmu bisa berkurang, makhluk kecil ini siap menjadi pendengar."
Ailenn tersenyum tipis lantas menggeleng, masalah dalam hidupnya seperti angin yang selalu menyapa dalam keadaan apapun. Ia membawa Dust ke atas ranjang kemudian menyelimuti hewan kecilnya. Tatapan Ailenn menyelami iris hitam Dust, ada sesuatu yang mengerikan dan menenangkan sekaligus. Dust adalah makhluk aneh dengan sejuta rahasia, Ailenn sendiri bingung karena bisa menemukan hewan tersebut.
"Katakan sesuatu, Ailenn. Jangan menanggungnya sendiri!" Dust memaksa.
Tawa Ailenn mengudara. "Tanpa perlu kukatakan ... sepertinya kau sudah tahu, Dust. Jangan pura-pura dan memintaku bercerita. Kalau masih memaksa, sebaiknya pergi saja sana!"
Ailenn pergi keluar kamar meninggalkan Dust. Pada langkah pertama menuju lantai satu, suara tawa beberapa orang terdengar. Ailenn yakin kalau mereka sedang bersenang-senang, mungkin kedatangannya akan menjadi bencana.
Ketika Ailenn sudah sampai di ujung tangga, irisnya menangkap pemadangan keluarga bahagia tengah berkumpul di meja makan. Sejujurnya, Ailenn tidak ingin turun dan membuat hatinya ngilu. Namun, Dust begitu menyebalkan sehingga sangat terpaksa, Ailenn pergi ke lantai satu.
Hawa Kehadiran Ailenn setipis kertas, tetapi mampu membuat keempat orang di meja makan menoleh. Tatapan sinis dan penuh kebencian menjadi sapaan baginya, ia pun memilih pergi ke luar rumah. Namun, sang kepala keluarga membuatnya berhenti melangkah.
"Mau ke mana kau, Ailenn? Ini sudah malam." Suara Duke Matteo Graciousxard terdengar tegas dan penuh perintah.
Decakan Duchess Vittoria Graciousxard membuat Ailenn terdiam. "Tidak usah dipedulikan, Duke. Ailenna lebih penting daripada anak itu. Biarkan saja dia."
Dia? Anak itu? Batin Ailenn.
Ekspresi Duke yang semula tampak khawatir seketika berubah. Ia kembali memperhatikan Ailenna dan putranya. Sementara itu, Duchess Vittoria menghampiri Ailenn. Ditatapnya gadis berusia lima belas tahun itu kemudian menepuk pelan puncak kepalanya.
"Dengar, kembaranmu lebih butuh kasih sayang kami. Jadi, sebagai adik yang baik buatlah dirimu lebih berguna, Ailenn. Kau mengerti?" Duchess sedikit menunduk agar bisa melihat air wajah Ailenn.
Ailenn mengangguk kaku lantas pergi dari sana. Hatinya lemah menerima fakta bahwa kembarannya lebih disayang dengan jutaan cinta daripada dirinya. Padahal, Ailenn termasuk anak bungsu, tetapi takdir seolah tidak berpihak padanya.
Duke Graciousxard, salah satu keluarga ternama di kerajaan Canderz yang memegang kendali atas keamanan wilayah memiliki tiga orang anak, yaitu anak pertama—Dariel Salvatore Graciousxard, kemudian kembar Ailenna dan Ailenn Graciousxard. Namun, rakyat hanya mengenal Dariel dan Ailenna. Nama Ailenn tidak pernah diketahui masyarakat umum, hanya anggota keluarga saja yang mengetahui.
Ailenn berjalan menuju danau tak jauh dari rumah, di sana ia menemukan ketenangan. Tanpa menunggu, air mata Ailenn mengalir begitu saja. Bukan keinginannya dilahirkan untuk dibenci, kalau bisa ia tidak hidup di dunia penuh tipu muslihat ini.
"A-apa salahku? Sejak kecil, Ailenna selalu mendapatkan keinginannya. Sedangkan aku?" Ailenn tidak bisa berkata-kata lagi, air mata lebih dulu menjelaskan keadaaanya sekarang.
Ailenna lahir lebih dulu, secara tidak langsung memiliki kedudukan sebagai Kakak Ailenn. Seharusnya, Ailenn menjadi Putri bungsu dengan cinta yang berlimpah, tetapi semuanya hanya khayalan semata. Kasih sayang hanya dimiliki Ailenna, bukan Ailenn.
Ketika asik menangis di bawah rembulan, Dariel datang. Ia menyelimuti adiknya dengan jubah. Sontak Ailenn menoleh dengan wajah berlinang air mata.
"Kakak?" Ailenn menatap Dariel bingung. Jarang sekali remaja laki-laki itu bersikap peduli padanya, di hadapan Ailenna semua perilaku Dariel selalu berhasil menyakiti hatinya.
Dariel mengembuskan napas. "Jangan pernah mencoba mengambil kasih sayang yang diberikan untuk Ailenna. Kau sudah dewasa, bersikaplah selayaknya. Meski kau anak bungsu, tidak sepantasnya mencari perhatian dan berusaha menyingkirkan Ailenna."
Kata-kata Dariel berhasil menusuk hati kecilnya. Kenyataan memang benar, Ailenn selalu mencoba menarik perhatian keluarganya karena merasa tidak disayangi, hal ini terjadi selama beberapa tahun. Tidak peduli meski Ailenn benar, selalu ada celah untuk Ailenna menang.
Setelah mengatakan perkataan menyakitkan, Dariel pergi menyisakan adiknya yang berusaha tersenyum. Ia juga ingin disayangi oleh Dariel meski dalam mimpi, tetapi kenyataan tidak akan pernah menjadi nyata.
"Kami berbeda, meski terlahir sebagai anak kembar sekali pun, sifat dan pribadiku dengan Ailenna tidak sama." Ailenn berjalan menuju danau lantas menenggelamkan dirinya. Sebelum seluruh tubuhnya diselimuti air, Ailenn berucap, "Katanya, anak bungsu selalu mendapatkan kasih sayang, cinta, dan segala hal yang diinginkan, tetapi mengapa aku tidak?"