Wajahnya seperti cahaya bulan dalam kegelapan, siapakah dia?
-Ailenn Graciousxard
Ailenn memasukkan barang-barang yang diperlukan ke dalam tas berwarna biru-hitam. Tidak banyak sehingga tiga puluh menit kemudian ia telah selesai berkemas. Wajah mendung mulai tergantikan secerah matahari, Ailenn terlampau senang hari ini.
Setelah menempuh masa tiga tahun bersekolah biru-putih, Ailenn harus melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Orang-orang bilang, kalau masa hitam-putih adalah waktu untuk mencari cinta sejati, pertemanan, dan hal menyenangkan lainnya. Hal ini dibuktikan dari tetangganya yang memiliki kekasih yang berganti tiap bulannya.
Entah harus senang atau sedih, Ailenn tidak peduli. Keinginannya harus terpenuhi sebelum memasuki dunia peralihan dari anak-anak menuju remaja. Kemungkinan Ailenn akan menghabiskan waktunya untuk merenungi segala sesuatu yang telah terjadi. Hidupnya yang terasa berat, tetapi menyenangkan di saat bersamaan.
"Kira-kira ... kalau pergi ke kerajaan sebelah, apakah Ayah dan Ibunda akan mencariku?" Ailenn tersenyum miris. Ia rasa tidak satu pun anggota keluarga yang akan mencari bahkan tahu dirinya pergi ke mana. Harapan seperti itu terlalu tinggi bagi Ailenn.
Matahari telah berganti menjadi cahaya bulan, Ailenn ingin cepat-cepat melarikan diri. Bukan karena dirinya beralih menjadi anak durhaka, melainkan kapal yang akan membawa dirinya hendak berlayar sekitar dua jam lagi. Ailenn tidak ingin ketinggalan dan terkurung di sangkar emas.
Sebelum melangkah lebih jauh, Ailenn yang sudah berada di depan rumah berhenti sejenak. Dipandanginya tempat tinggal selama bertahun-tahun dengan luka serta bahagia yang melekat di hati. Ailenn tersenyum tipis lantas pergi.
Perjalanan menuju dermaga ditempuh sekitar satu jam menggunakan kereta kuda sederhana. Beruntung Ailenn mendapatkan harga sewa termurah sebab di siang atau pagi hari kenaikan nominalnya cukup menguras keuangan.
Selama sisa perjalanan, Ailenn memperhatikan lampu-lampu berbentuk kelopak bunga. Cahayanya menyinari sepanjang jalan, di sanalah ia menemukan banyak hal yang tidak ada pada siang hari. Sebuah kehidupan rakyat biasa yang terasa berbeda dari para bangsawan, kelam dan penuh tantangan.
Samar-samar Ailenn mendengar gesekan biola hingga membuatnya menatap ke luar jendela. Kabut malam menghalangi seseorang yang tengah berdiri sembari memainkan alat musik saat keretanya melintas.
Kilauan cahaya ....
Menyinari kegelapan ....
Hati yang tersakiti menciptakan malapetaka ....
Memaafkan membawa keberuntungan ....
Bunga kecil ....
Indah ....
Menawan ....
Aromanya memikat hati sang pangeran ....
"Suara siapa itu? Puisinya terdengar asing. Di mana aku pernah mendengarnya?" Ailenn mengingat-ingat sembari mendengarkan kembali alunan biola dengan puisi tersebut.
Tanpa gadis itu sadari, seseorang telah berdiri mengadang kereta kudanya. Sontak kusir meminta agar orang itu menyingkir, tetapi sang kusir justru kehilangan kesadaran.
Ailenn yang sadar kalau kereta berhenti mulai beranjak. Namun, suara ketukan di pintu membuatnya menoleh ke sumber suara. Ia melihat seseorang berpakaian tertutup dengan topi besar menghalangi sebagian wajah.
"Maaf, kau membutuhkan bantuan?" Ailenn bingung karena tidak ada jawaban melainkan selembar surat yang diberikan untuknya. "Apa maksudnya?"
Saat Ailenn akan bertanya, seseorang itu telah pergi meninggalkan setangkai bunga primrose yang begitu harum seperti madu bercampur daun mint. Agak aneh sebab bunga itu memiliki harum berbeda.
Ailenn membaca selembar surat tersebut dengan pencahayaan lampu berbentuk kelopak bunga yang digantung di langit-langit kereta.
Dear, Ailenn Graciousxard.
Kehidupan tidak selalu di bawah, akan ada masanya berputar dan kebahagiaan menyapa. Semua hal pasti berlalu dengan meninggalkan kesan berbeda. Tidak semua hal buruk menimpa, pasti ada saatnya kau tersenyum.
Ailenn, suatu hari kau akan bahagia. Percayalah, takdir tidak sekejam itu. Darahmu mengalirkan kemakmuran, kau adalah anugerah. Jangan menyalahkan kelahiranmu sebab sang dewi telah memilihmu.
"Kelahiranku akan membawa kemakmuran? Lelucon macam apa yang orang itu inginkan? Setelah hidup belasan tahun, tidak ada kebahagiaan melainkan penderitaan. Aku tidak pernah percaya akan takdir," lirih Ailenn lantas membuang surat tersebut.
Sang kusir terbangun dan kembali menjalankan kereta, ingatan mengenai kejadian tadi seolah terlupakan begitu saja. Sementara itu, Ailenn bersandar sembari memikirkan kehidupan yang tengah dijalani. Tidak ada orang iseng sekadar memberikan surat di malam hari dengan tulisan seindah itu, bahkan orang gila sekali pun memilih tidur di malam yang dingin ini.
Meski sudah berusaha melupakan, Ailenn tetap saja mengingatnya sampai suara deburan ombak terdengar. Tanpa ia sadari, senyum tipis mulai terukir. Melihat pemandangan laut di malam hari bagaikan bintang jatuh, indah dan bersinar. Di bawah cahaya rembulan, air laut memantulkan cahayanya.
Tak lama, Ailenn turun. Angin membuat rambutnya berantakan, segera ia rapikan lantas berjalan menuju loket untuk membeli tiket. Sekitar tiga puluh menit, Ailenn berhasil mendapatkan selembar tiket menuju wilayah seberang dan menuju tempat pemeriksaan.
"Baiklah, kau diperbolehkan masuk. Terima kasih." Penjaga mengembalikan koper milih Ailenn dengan senyum ramah.
Ailenn berjalan menuju jembatan penyeberangan, di sana ia melihat banyak kendaraan masuk ke dalam kapal. Suara bising membuat telinganya sakit, segera saja ia melangkah menuju salah satu kamar. Ailenn merebahkan diri dengan mata terpejam.
Ketika waktu terus berlalu, Ailenn merasa bosan. Kapal sudah berlayar sejak sepuluh menit lalu, pemadangan laut di malam hari begitu memanjakan mata. Hewan-hewan seperti paus dan lumba-lumba naik ke permukaan seolah menyapa para pengunjung di atas kapal. Ailenn tertarik menuju dek dengan tatapan berbinar.
Dek kapal cukup ramai, lampu-lampu menghiasi tiang-tiang kapal. Udara dingin membuatnya merapatkan jaket berwarna biru kesukaannya. Ailenn berjalan ke pinggir, tepatnya pagar pembatas. Di sana ia menemukan tempat untuk menenangkan diri.
"Sudah lama rasanya, perasaan setenang ini di antara keramaian sekitar. Sendiri ditemani udara dingin, deburan ombak, dan cahaya rembulan. Kapan terakhir kali aku bisa tersenyum tanpa air mata?" Senyum tulus dengan perasaan hancur, Ailenn tidak bisa berkata-kata lagi.
Ketika Ailenn berusaha mencari ketenangan, tanpa disadari seorang laki-laki seumuran dengannya tengah menatap punggung Ailenn. Ia menghampiri gadis berambut putih dengan jaket biru, kemudian memberikan jubah besarnya agar gadis itu tidak kedinginan. "Jika kau berniat untuk membekukan diri maka pilihanmu sudah tepat, Nona."
Ailenn menoleh, irisnya mendapati laki-laki berambut hitam dengan wajah bagaikan sinar bulan dalam kegelapan. Pada pandangan pertama, Ailenn merasa seperti dilindungi hanya dengan tatapan seseorang di hadapannya.
Senyum seindah rembulan mengakhiri tatapan keduanya. Ailenn kehilangan laki-laki itu sebab terlalu fokus akan keindahan di hadapannya. Namun, senyum Ailenn kembali terukir mengingat laki-laki itu meminjamkan jubah berwarna hitam dengan aroma mint yang menenangkan. Ailenn memiliki alasan untuk bisa kembali bertemu, hanya menunggu waktu yang tepat agar bisa melihat kembali wajah pangerannya.
"Wajahnya seperti cahaya bulan dalam kegelapan, siapakah dia?"