Hari ini atau esok sekali pun, mata yang memandang dengan penuh kebencian akan terus seperti itu sampai perpisahan mengubah segalanya.
-Ailenn Graciousxard
Cahaya matahari mulai menyinari bumi, meski begitu hawa dingin terus menusuk tulang sampai terasa ngilu. Pagi ini, kicauan burung ditemani umpatan gadis manis berambut putih. Penderitaannya seakan tak berujung, takdir membuat ia terombang-ambing.
Sejak sang surya masih tenggelam, ia sudah berlatih. Setiap hari, selalu diawali dengan latihan, tetapi tidak ada perubahan atau peningkatan yang berarti. Rasa kecewa menggenggam hatinya sampai air mata menggantikan.
"Kalau begini terus, bagaimana Academy mau mengundangku?" Ailenn tersenyum kecut. Harapannya makin tipis saat hari pendaftaran kian mendekat.
Cahaya kehijauan muncul di sertai sulur tumbuhan di atas telapak tangan yang merambat ke bawah sampai menyentuh tanah. Senyum Ailenn mengembang dirasa kekuatannya berkembang. Perlahan-lahan sulur-sulur itu menuju batang pohon dan melingkar. Namun, kebahagiaan Ailenn hanya bertahan sebentar sebab sulurnya hilang begitu saja ketika mencapai puncak pohon.
Menit berlalu menjadi jam. Terik matahari membuat Ailenn terus mengeluarkan keringat, meski begitu tidak ada kata berhenti sampai harapannya terwujud. Hari ini, Ailenn ingin mendapat pujian, bukan cacian yang terasa menyakitkan di hati. Semua orang harus melihat usahanya nanti.
Sihirnya terkuras, Ailenn terduduk di atas rumput sembari mengatur napas sebab kelelahan. Sihir dan fisiknya hanya bertahan tidak lebih dari lima jam, Ailenn menggeram sebal. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Ailenn menyerah untuk kembali berjuang.
"Oh, Tuan Puteri sedang berlatih?"
Suara seseorang terdengar menyebalkan, Ailenn segera menoleh. Ditatapnya remaja laki-laki berambut keriting tengah menatapnya remeh.
"Kau benar-benar membuang tenaga, waktu, dan makin tidak berguna. Kusarankan agar beristirahat untuk selamanya, mungkin keluargamu akan senang jika seperti itu?"
Ailenn paham maksud Daylen, artinya lebih baik ia mati daripada menjadi beban. Ucapan laki-laki itu memang tidak pernah benar dan selalu menyakitkan, khusus untuk dirinya. Berulang kali Ailenn mencoba tidak terpengaruh, tetapi hati tidak pernah bisa berbohong. Entah bagaimana, keturunan seorang Count memiliki sifat rendah seperti itu.
Daylen memandang Ailenn dengan sinis, tidak ada satu pun kebaikan yang pernah ia ingat tentang gadis itu. Entah bagaimana, sahabatnya memiliki adik dengan segala kekurangan yang cukup memalukan. Apalagi Ailenn termasuk keturunan berpengaruh dalam kasta kerajaan. Rasanya Daylen ingin melenyapkan gadis itu agar tidak menjadi aib bagi keluarga bangsawan.
Sebelum Daylen meninggalkan Ailenn, ia menyiapkan sebuah jebakan. "Bersenang-senanglah dengan hidupmu. Semoga bahagiamu hanya sesaat."
Iris biru Ailenn menatap kepergian Daylen. Setelah mengembuskan napas lega, ia beranjak menuju kamar di kastil Barat. Sepanjang jalan, Ailenn merasa perasaannya tidak enak. Meski begitu, ia tetap melangkah tanpa peduli apa yang akan terjadi.
Beberapa pengawal dan pelayan membungkuk hormat saat Ailenn melintas. Mereka tentu menghormati darah bangsawan yang mengalir di tubuhnya. Sedangkan Ailenn membalas rasa hormat mereka dengan senyum tulus.
Ketika Ailenn sampai di kamar, sejumlah peralatan makan seperti pisau, garpu, dan sendok melayang ke arahnya. Beruntung Ailenn mampu menghindar, tetapi tetap saja ia terkena goresan dan meninggalkan luka. Tanpa diberitahu, Ailenn sudah bisa menebak pelaku dari kejadian ini.
Kurasa dia sedang tertawa karena berhasil melukaiku. Batin Ailenn.
🎐🎐🎐
Setelah mengobati lukanya, Ailenn harus menyiram berbagai macam tanaman di belakang rumah. Sebenarnya, ini bukan tugas yang harus dilakukan oleh Ailenn. Namun, melihat senyum sang Ibu saat bunga-bunga bermekaran membuat Ailenn tergerak merawat semua tanaman itu.
Pergi menuju belakang rumah artinya harus melewati ruang utama. Ailenn hanya takut bertemu orang-orang penting dan menanyakan identitasnya. Akan menjadi bencana kalau ada yang mengenalnya sebagai Putri Duke Graciousxard. Ailenn bisa mendapat masalah dan dihukum. Salahkan saja yang menempatkan kamar tidurnya mesti melintasi ruangan penting tersebut.
Ailenn mengembuskan napas, bunga-bunganya harus disiram. Rambut seputih salju diikat menggunakan pita biru, baju putih panjang dipadu rok hitam sepanjang lutut. Ailenn berpakaian tidak seperti pelayan, tetapi tak semewah para bangsawan lain. Katanya, Ailenn tidak pantas menggunakan gaun dengan berbagai perhiasan yang melekat. Meski sebenarnya, ia juga ingin merasakan gaun mahal yang dirancang oleh penjahit terkenal.
"Apa ada orang?" Ailenn memperhatikan lantai satu yang sepertinya cukup ramai. Ia harus turun dari tangga kemudian berbelok ke kanan dan keluar. Namun, kedatangannya pasti mengalihkan perhatian di ruang utama.
Melihat matahari mulai meninggi, Ailenn akhirnya menyerah. Ia menunduk sedalam mungkin lantas berjalan cepat menuruni tangga. Ketika mencapai anak tangga terakhir, ia bisa mendengar suara-suara yang cukup familiar.
Apakah tamu di ruang utama adalah teman-teman Ailenna? Batin Ailenn.
"Berhenti!"
Langkah Ailenn akhirnya terhenti, meski begitu tidak ada niatan untuknya mendongak. Ketika seseorang mencoba menghampiri, indra penciumannya mengenal betul aroma parfum yang mengudara. Seketika peringatan dalam dirinya memberitahu kalau ia dalam bahaya.
"Kau berani mengabaikanku, Nona Ailenn?" tanya Daylen sinis.
Ailenn menggeleng pelan. "Maaf atas kelancangan diri ini, Tuan."
Daylen berbalik lantas menatap teman-temannya. "Kalian tidak mau bermain dengan gadis ini?"
Seorang gadis cantik berambut hitam dengan iris biru datang. Tatapannya begitu merendahkan sehingga siapa pun ragu untuk berteman. Namun, wajah yang memiliki kecantikan di atas rata-rata membuat semua orang mendekat. Dia adalah Rose Glenny Linette, didefiniskan sebagai mawar berduri karena kecantikan dan kekejamannya di usia muda.
"Oh, Nona Ailenn. Apa kabar? Kau terlihat sehat."
Mawar berduri, Ailenn tidak akan lupa dengan senyum manis disertai berbagai macam ancaman yang akan dilakukan Rose. Demi apapun, Ailenn hanya ingin lewat dan tidak berniat untuk bertemu Rose. Pada akhirnya, Ailenn hanya mengucapkan kata-kata terbaiknya agar terlepas dari Rose.
"Kabar saya baik. Terima kasih sudah bertanya, Nona Linette. Semoga harimu selalu dilimpahkan kebahagiaan. Saya permisi." Ailenn sedikit mengangkat roknya sebagai tanda kehormatan. Namun, langkahnya segera terhenti.
"Siapa yang memberimu izin untuk pergi?" Rose dengan tatapan tajamnya menarik rambut Ailenn lantas berkata, "Mungkin hari ini kau bisa merasakan masakan yang telah kubuat sepenuh hati?"
Ailenn berusaha melepaskan diri saat Rose mulai memaksanya untuk menelan kue berbentuk bulan sabit. Ia tidak yakin akan baik-baik saja setelah memakannya. Berulang kali Ailenn berusaha menggelengkan kepala untuk menghindari.
Rose tersenyum sinis karena Ailenn terus memberontak, ia tidak akan melakukan hal semacam ini kalau saja Ailenn bersikap baik. Ketika kue buatannya hampir tertelan, suara seseorang menghentikan kegiatannya. Ia pun berbalik dengan tatapan tajam mengutuk seseorang yang sudah berdiri di sampingnya.
"Jangan membuat kegaduhan di pagi hari, Rose. Kau tidak ingin dipandang buruk oleh pelayan-pelayan di sini, kan?"
Rose mendengkus lantas kembali duduk di ruang utama. Sementara itu, Ailenn mengucapkan terima kasih dalam hati pada penolongnya, Will Asterio.
"Terima kasih, Tuan Asterio." Ailenn membungkuk.
Sosok tampan bernama Will tersenyum penuh kelembutan. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban, kemudian kembali menghampiri teman-temannya. Will hanya tidak ingin terjadi keributan yang membuat seisi rumah berdatangan. Setelah merapikan rambut merahnya, Will memberi isyarat agar Ailenn segera pergi.
Ailenn bergegas pergi, beruntung ada yang menyelamatkannya. Sesampainya di taman, gadis setinggi 160 cm itu mengambil gembor berbahan logam. Ukurannya cukup besar sehingga Ailenn harus ekstrak hati-hati agar tidak menumpahkan air di dalamnya. Perlahan ia menyiram tanaman mulai dari ujung ke ujung sembari bersenandung, ini adalah kegiatan kesukaannya selain menyendiri di kamar.
Sebenarnya, Ailenn takut untuk menyirami tanaman di sini karena milik ibunya—Vittoria Graciousxard, tetapi tidak pernah sekali pun Ailenn dimarahi setelah mengurusnya sejak beberapa tahun. Semua tanaman tampak sehat dan bermekaran ketika ia siram, seolah kehidupan telah dibangkitkan hingga memunculkan kelopak-kelopak baru tiap paginya.
Tanpa gadis itu sadari, seseorang datang dengan senyum licik. "Ah! Sakit!"
Teriakan seseorang sukses mengalihkan perhatian Ailenn. Ketika menoleh ia mendapati kembarannya—Ailenna Graciousxard terluka. Ailenn datang dengan wajah khawatir berusaha mengobati tangan saudarannya. Hanya saja, Ailenna menatap dirinya seolah telah melakukan kejahatan.
"Ada apa? Kemarikan tanganmu, kuobati dengan—"
Ailenna menyela, "K-kau jahat! Tanganku terluka karena kelakukanmu!"
"A-apa maksudmu?" Ailenn berusaha menelan tuduhan yang dilayangkan.
Ketika mereka tengah berdebat, Kakak dari keduanya datang dengan wajah memerah. Bahkan Rose bersiap menampar Ailenn kalau saja tidak dihalangi, ia benci dengan sikap gadis sok rapuh padahal memiliki segudang rencana jahat. Rose membantu Ailenna berdiri lantas mengantarnya ke dalam rumah.
"K-kakak, kau percaya padaku, kan?" Ailenn merasa bodoh telah berkata demikian.
Dariel Salvatore Graciousxard, anak sulung Keluarga Graciousxard menatap adiknya tajam. Sudah ratusan kali ancaman dan peringatan ia berikan pada Ailenn agar tidak menyakiti Ailenna, tetapi peringatannya seolah angin lalu. Dariel akan memberikan hukuman supaya Ailenn sadar perbuatannya sangat tidak terpuji. Dariel menjunjung tinggi kebenaran dan rela menghukum meski adiknya sendiri.
Sementara itu, Ailenn berusaha menjelaskan yang sebenarnya. Sudah berkali-kali ia dijebak seperti tadi, tetapi tidak ada yang percaya padanya. Ailenn selalu mendapat hukuman dari perbuatan yang tidak ia lakukan. Saat melawan sekali pun, semua orang enggan berpihak padanya.
"Kakak, tolong percaya padaku. Ini bukan perbuatanku! Percayalah!"
Dariel membentak, "Omong kosong! Kau selalu berbuat seperti itu dan melukai saudaramu sendiri! Maka terimalah hukuman yang pantas kau dapatkan!"
Beberapa pelayan menatap iba Ailenn. Mereka tidak bisa berbuat banyak sebab yang menjatuhkan hukuman adalah putra sulung Graciousxard, di mana semua ucapannya adalah mutlak. Ringisan Ailenn tak menghentikan Dariel saat menyeret adiknya kemudian mengguyurnya dengan air pada suhu yang cukup dingin.
Daylen cukup puas melihat Ailenn disiksa, ia ingin menambahkan hukuman untuk gadis itu. Namun, melihat Dariel menghukum Ailenn sudah membuatnya puas. Sementara itu, Will tidak bisa berbuat apapun karena ingin mencampuri urusan keluarga Graciousxard walau hatinya berkata Ailenn tidak bersalah.
Ailenn tidak menangis, ia hanya kedinginan di bawah guyuran air dengan suhu udara rendah. Matanya sayu menahan dingin, ia bahkan mencoba mempertahankan kesadarannya. Ketika Ailenn sudah tidak kuat untuk melindungi dirinya, seseorang menghentikan perbuatan Dariel.
"Perbuatanmu sungguh keterlaluan, Dariel. Hentikan atau kubunuh kau!"
🎐🎐🎐