Ketika orang lain menaruh percaya padaku, aku akan menjaganya.
Sebab kepercayaan itu terlalu rapuh.
Jika dilanggar, rusaklah semua.
Jika dikhianati, usailah sudah semua.
πππ
Perbincangan dua keluarga menjadi lebih santai setelah sarapan pagi yang kesiangan. Pembahasan mengenai hubungan Yashinta dan Denandra menjadi topik utama dan terhangat. Rasa canggung perlahan menjadi lebih cair ketika yang dibahas adalah pengalaman berumah tangga dari dua keluarga.
"Laki-laki itu nggak boleh gengsi. Dulu, waktu Papa sama Mama masih berdua, Mama nyuruh beli terasi ke pasar, Papa langsung berangkat."
"Betul, meski disuruh beli sabun cuci, minyak curah, kerupuk, tetap jalan. Tapi jangan diartikan lelaki itu takut istri. Yang ada justru mereka ingin menjadikannya ratu, makanya semua dituruti, begitu 'kan, Mas?" tanya ayah Yashinta pada papa Danendra.
Lelaki yang berusia lebih muda manggut-manggut. Bang Didi langsung menyenggol Danendra dan berbisik di dekat telinganya. "Kalau Abang sudah pasti nggak bisa ngelawan, anak pertama perempuan itu adalah ratu. Hal yang sama berlaku untukmu wahai adik ipar."
Danendra mengangguk paham dan mengacungkan jempolnya. Belum selesai acara bincang-bincang, ponsel Bang Didi berbunyi, begitu juga dengan ponsel Danendra. Keduanya kompak berpamitan dan menuju teras rumah.
Keduanya kembali dengan wajah seperti menyembunyikan sesuatu. Hal ini menarik perhatian dari orang-orang di ruang tamu.
"Ada apa, Mas Dan?"
"Kejadian kemarin naik, Mbak. Ada yang videoin."
Yashinta bergegas membuka ponselnya. Beberapa berita di media online sudah banjir dengan kabar dan foto dirinya ketika di supermarket.
ARTIS PENDATANG BARU BERPACARAN UNTUK PENGALIHAN ISU SEBELUMNYA
KASIR WANITA DIPECAT DARI PEKERJAANNYA KARENA BERTENGKAR DENGAN KEKASIH SEORANG ARTIS.
Danendra merampas ponsel Yashinta dan menyembunyikanya di balik punggungnya. "Nggak usah dibaca kalau bikin puyeng. Nanti biar saya yang urus."
Meski beberapa kali Yashinta meminta bahkan sampai mendapat teguran dari sang Ayah yang memintanya untuk membiarkan apa yang Danendra lakukan. Gadis berambut cokelat itu akhirnya pasrah dan mengalah.
"Mbak Yas hebat bener, itu yang bilang pengalihan isu persisi dengan yang Mbak Yas bilang waktu itu, ingat?" tanya Bang Didi.
"Ingat, Bang. Eh, iya juga, ya? Kok bisa begitu? Ah, kebetulan saja." Yashinta mencoba mengelak.
"Mulutmu memang agak nggak biasa, Nduk. Asal njeplak, tapi bisa kejadian. Lah itu, yang bilang mau bawain Danendra jadi mantu ibu? Sekarang kejadian beneran 'kan?" sang ibu memperkuat pernyataannya dan membuat Yashinta mendapat tatapan tajam dari Danendra.
"Wah, Mbak Yas agak lain rupanya. Bisa dong nanti minta sumpahin biar jadi kaya?" Bang Didi menggoda.
"Nggak sengaja itu. Anggap saja doa, pas lagi ngomong ada malaikat yang dengar, jadi disampein, dah."
Meski berita tengah ramai, Yashinta tetap berusaha tenang seperti yang sudah Danendra sampaikan beberapa kali. Sebab kehidupan di dunia hiburan memang seperti itu. Kadang ada saja hal yang bisa menjadi bahan untuk menjatuhkan seseorang.
Ketika keluarga hendak pamit dan akan pulang, tiba-tiba saja ada beberapa orang yang memasuki halaman sambil berteriak memanggil ayah Yashinta. Kejadian itu membuat seisi rumah keluar menuju halaman.
Ada dua orang yang Yashinta kenal, yaitu Nita dan ibunya. Selebihnya adalah keluarga dari pihak ibu Nita. Mereka datang berteriak dan menuntut pertanggungjawaban Yashinta karena sudah membuat Nita diberhentikan dari pekerjaannya.
"Bagaimana kalian mendidik anak, ha? Cara berpikirnya licik. Mentang-mentang pacarnya artis terus seenaknya."
Tiga kalimat yang Yashinta dengar langsung membuat telinganya memerah. Ia sudah tidak tahan dan tidak bisa untuk tinggal diam lagi. Ibu dari mantan temannya itu berteriak sampai beberapa warga yang melintas berhenti.
"Bu, maaf. Ini urusan saya sama Nita. Jangan bawa-bawa orang tua saya."
"Nggak bisa! Ini mencoreng nama baik keluarga saya. Saya nggak terima. Bahkan nama anak saya menjadi buruk di masyarakat karena keegoisan dan kesombongan kamu." Tetap saja penyangkalan yang dilakukan oleh ibu Nita. Padahal putrinya justru tertunduk dan memilih diam.
"Mbak, mohon dikecilkan suaranya. Jangan seperti ini. Malu dilihat sama orang. Ayo kita bicarakan baik-baik di dalam," pinta Mama Danendra yang berusaha menjadi penengah.
"Mau nyogok? Nggak usah sok kaya. Mentang-mentang didatangi sama keluarganya artis? Cih, bisaan kalian ngemis, ya?"
Yashinta maju mendekati ibu Nita. Meski Danendra mencekal tangannya, tetapi kekasihnya itu masih saja berusaha untuk maju. Yashinta mengehala napas, berusaha meredam emosinya. Ia lantas tersenyum di depan wajah ibu Nita dan menoleh pada Nita yang justru menghindari tatapan matanya.
"Ibu sudah tanya sama Nita apa yang sudah dia lakukan sama saya? Tanyakan. Tanyakan pada dia. Jangan sampai Ibu malu karena salah menuduh, padahal anak Ibu sendiri yang berbuat jahat."
"Yas," tegur ayahnya pelan.
Sang ayah maju dan merangkul putri sulungnya itu sambil mengelus pelan pundak yang tampak tegang itu. "Jangan seperti ini, malu dilihat tetangga."
"Ayah tahu? Nita yang sudah fitnah Yas sampai dipecat, dia yang bikin cerita sampai Yas kehilangan pekerjaan. Sekarang ibunya hina ayah dan ibu karena dianggap nggak becus ngedidik Yas. Lalu Yas harus diam, begitu?"
Mendengar ucapan Yashinta, ibu Nita terkejut. Ia lantas melirik ke arah Nita yang masih menunduk. Sementara itu, karena tidak tahan, Yashinta berbalik dan pergi meninggalkan kerumunan.
Bang Didi mendekati kerumunan dan meminta mereka untuk membubarkan diri. Setelah kerumunan tidak lahi terlihat, ayah Yashinta meminta Nita dan ibunya masuk. Meski masih terlihat angkuh dan bertahan anaknya tidak bersalah, ibu Nita tetap memenuhi permintaan tuan rumah.
Setelah beberapa saat, barulah Nita mau bersuara. Ia mengatakan bahwa kedatangannya untuk meminta maaf, tetapi sang ibu lebih dulu emosi bahkan sebelum ceritanya selesai disampaikan.
Pucat sudah wajah ibu Nita. Ia merasa malu dan berganti dirinya yang menunduk semakin dalam.
"Tolong sampaikan maaf saja sama Yashinta. Saya janji nggak akan ganggu dia lagi. Saya sudah jera. Minta tolong jangan seret nama saya lagi di berita."
"Itu bukan ulah kami, Mbak, tapi akan kami usahakan berita-berita itu segera mereda."
"Maaf sudah merepotkan dan terima kasih sudah membantu saya," ujar Nita.
Ketika Nita berpamitan untuk pulang bersama ibunya, Yashinta yang dipanggil oleh Danendra menolak untuk menemui. Ia telanjur sakit hati dan tidak bisa jika hari ini harus melihat wajah mantan rekan kerjanya itu.
"Dia mau minta maaf, Mbak Yas."
"Sampaikan saja kalau saya sudah memaafkan. Dia yang sudah saya percaya, malah berkhianat."
"Kalau sudah dimaafkan, kenapa nggak mau nemuin?"
"Saya sanggup memaafkan, tapi tidak bisa untuk melupakan kesalahannya. Apalagi waktu ibunya hina ayah dan ibu saya, Mas Dan."
Danendra mengangguk, ia keluar dari ruang tengah dan menyampaikan pesan Yashinta pada Nita. Tidak dikurangi, tidak juga ditambah.
Dengan wajah merah padam menahan malu, ibu Nita menghampiri satu persatu yang ada diruangan itu sambil meminta maaf. Berkat dari ketajaman lidahnya yang tidak terarah, menyebabkan luka yang rupanya sulit untuk tertutup.
πππ