Loading...
Logo TinLit
Read Story - Are We Friends?
MENU
About Us  

Sudah pukul sebelas malam, Dinda masih tidak bisa tidur. Ingatan mengenai janjinya bersama Pasa dulu mengganggu pikirannya. Dia memang sudah bertemu kembali dengan Pasa, tapi sampai saat ini, mereka masih belum membahas kejadian dua tahun lalu.

"Kenapa dia tidak mengingatkanku soal pentas itu?" Dinda menggigit bawahnya memikirkan segala kemungkinan yang ada untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi dari semua kemungkinan yang diberikan kepalanya semuanya hanya berujung pada kemungkinan buruk yang selama ini memang sudah menari-nari di kepala Dinda.

Dinda melirik ke kamar Ryo yang lampunya belum mati. Kening Dinda mengernyit begitu menyadari bukan hanya lampunya saja yang belum mati, tapi jendelanya pun belum tertutup rapat. Baru saja, dia hendak menelepon Ryo menanyakan hal itu, ponselnya lebih dulu berbunyi.

"Ya, Bi?" Itu panggilan telepon dari Bi Inah, asisten rumah tangga Ryo.

"Non, aduh gimana ini, Non?"

Suara panik yang terdengar dari suara Bi Inah membuat bibir Dinda mengerucut. Matanya melirik ke jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. "Ada apa, Bi?"

"Anu, anak Bibi sakit, Bibi mesti pulang malam ini. Bapak sebentar lagi jemput Bibi."

"Oh ya udah, Bi. Kenapa Bibi telepon Dinda? Bibi udah bilang—"

"Bukan gitu, Non!" potong Bi Inah cepat, membuat Dinda menghentikan kata-katanya dan mendengar ucapan Bi Inah. "Ini Den Ryo demam, Mami dan Papi Ryo dari tadi Bibi telepon enggak ada yang angkat. Ibu sama Bapak Non Dinda juga."

Dinda sekarang mulai mengerti apa yang sedang terjadi. Ryo sakit. Biasanya kalau Ryo sakit, Bi Inah bisa mengurus Ryo sendirian, tapi sekarang anak Bi Inah juga sakit. Jadi, Bi Inah sekarang bingung siapa yang akan menjaga Ryo kalau beliau pulang.

"Bi, Bibi pulang aja. Dinda bakal ke sana jagain Ryo."

"Tapi, Non, aduh, Non kan perempuan. Enggak baik, Non. Ibu dan bapak Non Dinda aja yang ke sini." Suara cemas Bi Inah masih terdengar jelas di telinga Dinda.

"Ya ampun, Bi. Dinda kan enggak sekali dua kali nginep di sana. Santailah, Bi, Ryo gak bakalan ngapa-ngapain Dinda. Ini Dinda ke sana, ya."

Dinda langsung menutup panggilan itu. Sekarang, terjawab sudah pertanyaan kenapa jendela kamar Ryo masih terbuka dan lampunya masih menyala. Dinda segera mengirimkan pesan ke mama dan papanya mengabarkan situasi saat ini. Orang tuanya sudah terlalu sering melihat anak gadisnya itu menginap di sana ataupun sebaliknya. Lagipula, keduanya sudah tertidur sejak pukul delapan malam tadi. Jadi, Dinda pikir, menunggu jawaban dari orang tuanya hanya akan menghabiskan waktu.

Dengan bergegas, Dinda mengambil jaket di lemarinya, buku piece Romance D'amour, dan ponselnya di nakas. Tidak sampai lima menit, Dinda sudah berada di kamar Ryo. Bi Inah sudah dijemput suaminya pulang.

Ini bukan pertama kalinya Dinda harus merawat Ryo. Orang tua Ryo bukan tipe orang tua yang peduli dengan anaknya. Sejak kecil perawatan Ryo diserahkan sepenuhnya ke Bi Inah. Bahkan, setelah Bi Inah menikah dan punya anak pun, beliau masih dipekerjakan di rumah Ryo karena sahabat Dinda itu tidak mau diurus oleh ART lain selain Bi Inah. Bagi Bi Inah pun, Ryo sudah seperti anak sendiri.

Karena itulah, Dinda bisa memahami dilema yang tadi dirasakan oleh Bi Inah.

Dinda memandang Ryo yang kini tergeletak di tempat tidurnya dengan wajah pucat. Dia sedikit heran dengan Ryo. Tadi sore, Dinda sempat melihat Ryo baik-baik saja. Sahabat karibnya itu berlatih basket bersama Richard dan Kak Levi. Meski sesekali terlihat wajah Ryo yang menggeram saat harus sparing dengan Kak Levi, secara keseluruhan Ryo tidak terlihat seperti orang yang akan terbaring di rumah seperti ini.

"Kamu kenapa, Yo?" ucap Dinda lembut sambil menyentuh dahi Ryo yang panas dengan tangan kanannya.

Sentuhan Dinda sepertinya mengganggu tidur Ryo. Tangan cowok itu terangkat ke arah tangan Dinda yang sedang bertengger di kepalanya. Perlahan dia menarik tangan Dinda, dipindahkannya tangan itu ke dadanya sambil digenggam erat. Mata Ryo tidak terlihat terbuka, masih tertutup rapat.

Hal ini membuat Dinda bingung. Dia mencoba menarik tangannya, tapi yang terjadi Ryo malah semakin erat menggenggam tangannya.

"Yo, tanganku."

Ryo hanya menggumam pelan, membuat Dinda berpikir Ryo sedang mengigau.

"Kamu tuh kenapa, sih, Yo?" tanya Dinda lembut. Tangan kirinya kini mengelus kepala Ryo.

Dinda melihat Ryo yang menarik napasnya pelan. "Papa dan Mama akan cerai, Din."

Mendengar itu, Dinda terkejut. Tadinya dia sudah akan menarik tangannya dari genggaman tangan Ryo, tapi demi melihat setetes air mata yang jatuh di sudut mata kanan Ryo, Dinda urung melakukannya.

"Kamu tahu darimana? Jangan suka asal ah masalah begituan."

Ryo menggeleng. Kali ini wajahnya terarah ke Dinda. Dinda bisa melihat dengan jelas mata merah dan sembab Ryo. "Sebenarnya, aku ini dianggap apa? Anak? Boneka? Pajangan?"

Dinda mendesah pelan. Isu perceraian orang tua Ryo bukan isu baru. Mereka sudah lama ingin bercerai, tapi selalu menjadikan Ryo sebagai alasan kegagalan perceraian itu. Sebenarnya, Dinda sudah muak mendengar isu sama yang hampir tiap semester dia dengar dari bibir Ryo. Kalau boleh berteriak, Dinda ingin sekali teriak sambil meminta mereka untuk bercerai saja, jangan menyiksa Ryo dengan menjadikan anak sebagai alasan.

Toh, ada atau tidak adanya mereka di kehidupan Ryo tidak ada bedanya sama sekali. Seumur Dinda mengenal Ryo, tidak sekalipun Ryo diurus oleh mereka, kecuali masalah uang.

"Jangan suka ambil kesimpulan, Yo," bisik Dinda lebih ke meyakinkan dirinya sendiri.

"Aku yakin kali ini mereka akan bercerai."

"Darimana kamu yakin?"

"Tadi aku dengar Papa sudah menelepon pengacara untuk mengurus perceraian itu, Din."

This is news. Selama ini, meski sudah ada beberapa kesempatan isu perceraian itu naik ke permukaan, ini pertama kalinya mereka benar-benar bergerak. Om Bimo dan Tante Dara tidak pernah benar-benar melakukan sesuatu seperti menghubungi pengacara. Mereka hanya saling ancam, saling teriak, lalu pergi dari rumah, meninggalkan Ryo yang ditemani Bi Inah.

"Jangan berasumsi, Yo. Mereka ... mungkin hanya bertengkar." Dinda menarik tangannya dari Ryo. Apa pun yang ada di pikiran Ryo sekarang, genggaman tangan ini tidak seharusnya bertahan. Begitu pikir Dinda.

Sambil menarik tangannya, membelokkan tubuh menghadap Dinda, masih dalam posisi tiduran, Ryo berkata, "Andai mereka sekali saja, mengharapkan keberadaanku, Din, kurasa aku akan baik-baik saja, mereka cerai atau enggak."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Ryo terlelap. Dinda masih bertahan di rumah teman masa kecilnya itu.

Kamar ini masih sama, masih berbau Ryo yang sangat khas, masih berantakan, masih penuh dengan pernak-pernik basket, dan ... masih penuh dengan foto-foto mereka sejak kecil hingga beranjak dewasa.

Ada Ryo dan Dinda saat mereka menanam pohon mangga di sebelah rumah. Ada mereka saat baru masuk TK. Ada foto Ryo yang sedang menggandeng bola basket, bola basket pertamanya. Ada Dinda yang menangis, yang ini membuat Dinda tersenyum geli.

Dinda ingat kapan foto itu diambil. Itu adalah foto saat mereka kelas tiga SD. Saat itu, sekolah mereka mengadakan acara Pojok Seni. Siswa-siswi di sekolah itu diminta untuk berpartisipasi di beberapa bidang. Di acara itu, Dinda memilih tampil membawakan pianika. Sementar Ryo diminta untuk menjadi tokoh utama dalam pementasan drama.

Masalahnya, tokoh utama dari drama itu berakhir menikah. Dinda kecil yang belum paham bahwa itu cuma pertunjukan, mengira Ryo akan menikah dengan teman sekelasnya dan pindah rumah. Padahal Ryo pernah berjanji akan menemaninya selamanya. Karena itulah tangis Dinda pecah.

Dinda tersenyum sambil menyentuh foto itu. "Bahkan dulu aku sampai berteriak ingin menikah denganmu, Yo. Cuma agar kita enggak berpisah," ucap Dinda sambil menggeleng kecil.

"Din ...."

Dinda melirik ke belakang, ke arah tempat Ryo kini sedang terpejam. "Hem?"

"Dinda ... jangan pergi ...."

Dinda mendekati Ryo, mengelus pelipis cowok itu. "Aku di sini, kok, Yo."

Mata Ryo masih terpejam. Wajah Ryo kini dipenuhi keringat. "Papa sama Mama, mereka ... mereka akan ninggalin aku, Din."

Dinda meringis. Mereka bahkan tidak pernah ada untuk Ryo, batin Dinda kesal. "Iya, Yo, aku enggak akan ke mana-mana."

Racauan Ryo semakin tidak jelas. Mulai dari sekolah, basket, rumah, Bi Inah, sampai makanan yang dia makan sore tadi pun disebutkan. Dinda sudah akan membangunkan Ryo saat tiba-tiba cowok itu menangkap tangan Dinda yang ada di pipi Ryo.

"Kamu tahu, Din?"

Dinda melirik mata Ryo, cowok itu masih terpejam. Namun, dia berbicara seperti sedang berhadapan dengan Dinda. "Yo ... bangun. Kamu ngigau."

Mata cowok itu terbuka sedikit. Dinda tidak tahu apakah Ryo benar-benar sudah bangun atau masih berada di dalam mimpi. Sepengamatan Dinda, pandangan cowok itu sekarang seperti antara ada dan tiada.

"Aku suka kamu, Din," bisik Ryo tiba-tiba.

Dinda terkesiap mendengarnya. Dia mencoba memastikan apakah Ryo sepenuhnya sadar atau masih mengigau. Ditatapnya mata nanar Ryo dalam-dalam. "Ryo ... kamu ngigau?"

Seolah tidak mendengar ucapan Dinda, Ryo meneruskan kalimatnya. "Aku sudah merasakan ini sejak dulu. Kamu suka ...."

Ryo tidak melanjutkan kalimatnya. Matanya kini sepenuhnya terpejam. Tinggallah Dinda yang kini bingung harus bereaksi apa atas perkataan Ryo itu.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Varian Lara Gretha
5548      1710     12     
Romance
Gretha harus mempertahankan persahabatannya dengan Noel. Gretha harus berusaha tidak mengacuUhkan ayahnya yang berselingkuh di belakang ibunya. Gretha harus membantu ibunya di bakery untuk menambah biaya hidup. Semua harus dilakukan oleh Gretha, cewek SMA yang jarang sekali berekspresi, tidak memiliki banyak teman, dan selalu mengubah moodnya tanpa disangka-sangka. Yang memberinya semangat setiap...
Kainga
1412      815     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
8502      2291     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
After Feeling
5983      1927     1     
Romance
Kanaya stres berat. Kehidupannya kacau gara-gara utang mantan ayah tirinya dan pinjaman online. Suatu malam, dia memutuskan untuk bunuh diri. Uang yang baru saja ia pinjam malah lenyap karena sebuah aplikasi penipuan. Saat dia sibuk berkutat dengan pikirannya, seorang pemuda misterius, Vincent Agnito tiba-tiba muncul, terlebih dia menggenggam sebilah pisau di tangannya lalu berkata ingin membunuh...
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
493      342     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
A CHANCE
1962      879     1     
Romance
Nikah, yuk!" "Uhuk...Uhuk!" Leon tersedak minumannya sendiri. Retina hitamnya menatap tak percaya ke arah Caca. Nikah? Apa semudah itu dia mengajak orang untuk menikah? Leon melirik arlojinya, belum satu jam semenjak takdir mempertemukan mereka, tapi gadis di depannya ini sudah mengajaknya untuk menikah. "Benar-benar gila!" 📌📌📌 Menikah adalah bukti dari suatu kata cinta, men...
Langit Tak Selalu Biru
83      70     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Perhaps It Never Will
6032      1735     0     
Romance
Hayley Lexington, aktor cantik yang karirnya sedang melejit, terpaksa harus mengasingkan diri ke pedesaan Inggris yang jauh dari hiruk pikuk kota New York karena skandal yang dibuat oleh mantan pacarnya. Demi terhindar dari pertanyaan-pertanyaan menyakitkan publik dan masa depan karirnya, ia rela membuat dirinya sendiri tak terlihat. William Morrison sama sekali tidak pernah berniat untuk kem...
Unknown
260      211     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Memorieji
7761      1642     3     
Romance
Bagi siapapun yang membaca ini. Ketahuilah bahwa ada rasa yang selama ini tak terungkap, banyak rindu yang tak berhasil pulang, beribu kalimat kebohongan terlontar hanya untuk menutupi kebenaran, hanya karena dia yang jadi tujuan utama sudah menutup mata, berlari kencang tanpa pernah menoleh ke belakang. Terkadang cinta memang tak berpihak dan untuk mengakhirinya, tulisan ini yang akan menjadi pe...