Loading...
Logo TinLit
Read Story - Are We Friends?
MENU
About Us  

MEREKA kini di ruangan OSIS. Levi tidak berbohong kepada Bu Meira. Dinda memang dipanggil oleh wakil kepala sekolah bagian kesiswaan tentang statusnya yang belum menjadi anggota dari ekstrakuliler mana pun. Di sini, ada beberapa siswa lain yang juga bernasib sama.

"Kok, di sini juga, Kak?"

"Nemenin kamu." Levi yang duduk di samping Dinda tersenyum manis menatap Dinda.

Di depan sana, Pak Emil sedang berceramah panjang lebar mengenai betapa pentingnya ekstrakuliler sebagai salah satu metode pengenalan diri siswa terhadap bakat terpendamnya. Dinda menghela napasnya. Bukannya dia tidak tahu, masalahnya dia belum benar-benar memutuskan akan ikut ekskul apa.

Musik jelas pilihan utamanya. Tapi, dengan segala hal yang pernah terjadi, Dinda merasa bermain musik lagi merupakan pilihan egois yang bisa dia pilih.

"Sebenarnya, ada apa dengan kamu dan musik, sih?"

Dinda menatap kehadiran kakak kelasnya itu yang tadi tiba-tiba hilang dan kini sudah muncul lagi di sebelahnya dengan dua kotak susu cokelat di tangannya. Salah satu susu cokelat itu diberikannya ke Dinda.

Tangan Dinda secara otomatis mengambil susu cokelat itu dan meminumnya. "Makasih." Dinda menunduk lagi. Kalau saja kejadian itu tidak pernah terjadi, mungkin aku masih .... Dinda menghela napasnya.

"Lagi?"

Dinda menatap Levi dengan mimik bingung.

"Kayaknya kalau ngobrol denganku kamu selalu menghela napas."

"Karena kakak selalu menanyakan sesuatu yang membuatku menghela napas." Dinda memicingkan matanya ke arah Levi.

Levi meringis. "Apa aku selalu menanyakan sesuatu yang salah?"

Dinda menggeleng pelan. "Mungkin ... bukan salah, cuma aku tidak tahu cara menjawabnya."

Omongan Pak Emil di depan sana pelan-pelan mereda. Beliau sedang duduk mengambil napas. Pelan ditatapnya satu persatu siswa yang belum terdaftar di ekstrakulikuler itu, lalu beliau menghela napas. "Kalian harus bisa menentukan hidup kalian sendiri. Kalau mengenai hal sekecil ini saja kalian tidak bisa menentukan, bagaimana kalian akan bisa menentukan hal yang besar-besar?"

Dinda terdiam. Dia menunduk dan memandang ujung kakinya.

Levi menatap perubahan air muka Dinda.

Ya, kalau memutuskan hal seperti ini saja Dinda tidak bisa, bagaimana dia akan memutuskan hal besar nantinya? Dinda menghela napas lagi.

"Bukannya dengan tidak masuk ke ekstrakulikuler apapun berarti sudah memutuskan sesuatu, ya, Pak?"

Suara Levi di sampingnya mengagetkan Dinda. Gadis itu menatap pada Levi dengan mata membulat dan mulut menganga. Gila kali ya ini orang?

"Kalau mengenai hal sekecil ini saja keputusan kami sudah dicampuri, bagaimana kami akan bisa menentukan hal yang besar-besar?" lanjut Levi lagi.

Pak Emil terdiam sebentar, kemudian beliau menatap wajah Levi dan mendekati cowok itu. Beliau menggaruk-garuk dagunya yang berjenggot tebal hitam mengkilat. Dia tampak memikirkan sesuatu sebelum berkata, "Kamu Pahlevi Angkasa, kan? Kelas 11 IPA 1?"

Levi tersenyum meringis. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Bapak ingat saya?"

"Kamu gitaris muda berbakat itu, kan? Yang sampe di sini malah gabung ke klub basket bukan musik?"

"Pak, saya gabung di klub musik, kok. Cuma jarang aja ke sana. Gimana lagi, basket lebih diminati gadis-gadis, kan?" Levi tersenyum lalu mengedipkan matanya pada Dinda.

"Ngapain kamu di sini? Yang saya panggil ke sini hanya siswa kelas satu." Pak Emil menatap tajam pada Levi.

"Saya nemenin dia." Levi menunjuk Dinda.

Panik menguasai Dinda. Segera gadis itu menggelengkan kepalanya ke Pak Emil. "Sa-saya tidak memintanya, Pak!"

"Kalian berdua, tinggal di sini. Yang lain, kembali ke kelas masing-masing!"

* * *

Kantin sekolah kini begitu ramai. Semua siswa sedang mencari makanan, entah itu hanya sebagai cemilan, pengganjal perut, atau makan siang. Mereka berkumpul di stan-stan penjaja makanan yang menyewa tempat di sana.

Ryo dan Dinda duduk bersebelahan di salah satu meja. Ryo memesan siomay, Dinda memesan seblak pedas. Sebenarnya Dinda tidak biasa makan pedas, tapi ini hari khusus. Ini pertama kalinya dia kena hukum menghormat di depan tiang bendera.

Dan parahnya lagi, orang yang menyebabkannya dihukum sekarang sedang cengengesan di depannya. Duduk santai tanpa merasa bersalah dengan semangkuk baso kuah yang siap dimakan di hadapannya.

"Gimana rasanya kena hukum?" tanya cowok itu tanpa merasa bersalah.

"Menurut lo?" Dinda melahap seblak pedasnya dengan muka tertekuk.

Levi tertawa terbahak-bahak mendengar balasan dari Dinda. Di samping Dinda, Ryo memakan siomaynya dengan khidmat. Seolah-olah makanan itu adalah makanan terenak di dunia yang tidak pernah dia makan sebelumnya.

"Eh, Yo, ngomong sesuatu, dong," pinta Levi sambil mengunyah baso daging lengkap dengan sayurnya. "Gimana pendapat lo sahabat lo kena hukum hormat bendera?"

Dinda menatap Ryo, menunggu respons dari cowok itu.

"Ya, biasa aja, memangnya ada yang aneh dari siswi yang dihukum menghormat bendera? Tiap hari juga ada aja, tuh, yang dihukum Pak Emil di sana," jawab Ryo sambil lalu. Tampak tidak tertarik sama sekali dengan obrolan Levi dan Dinda.

Dinda menatap Ryo tidak percaya. Air mukanya langsung berubah. Pipinya menggembung, mulutnya mengerucut, keningnya mengerut. Hei, ini pertama kalinya, loh, Dinda dihukum, dan Ryo mengatakan itu seolah-olah ini bukan kejadian luar biasa. Sahabat macam apa itu?! Dinda mendengkus.

"Apa? Aku salah?" tanya Ryo menatap Dinda.

"Ya, gak salah, sih, tapi ya gak gitu juga ngomongnya. Kayak aku sering banget aja kena masalah."

Ryo menatap Dinda dengan pandangan sinis. "Hem?"

"Emang aku bikin masalah apa coba?" tantang Dinda.

Ryo menunjukkan telunjuk kanannya. "Satu, menukar makanan Pak Daya dengan makanan Bu Meisya waktu kita kelas dua SD."

"Itu aku enggak sengaja, Ryo."

Ryo kini mengacungkan telunjuk dan jari tengah, membentuk huruf 'V'. "Dua, bikin Bibi tergopoh-gopoh datang ke sekolah karena kamu bilang aku jatuh dari tangga saat kita kelas empat. Padahal aku cuma kesandung biasa, di anak tangga terakhir pula."

"Itu kesalahpahaman, Ryo. Aku jelas-jelas lihat kamu meringis kesakitan di anak tangga terbawah," balas Dinda lagi.

Tidak mengindahkan kalimat Dinda, Ryo menaikkan jari manisnya. "Tiga, waktu kelas satu SMP, kamu bikin Pak Dodo marahin Aya karena ketahuan nyontek dari bukumu."

"Ih, itu Aya-nya aja yang enggak hati-hati. Bukan aku yang bikin masalah!"

"Tapi kamu yang bikin Pak Dodo datang ke meja Aya." Ryo tersenyum menang.

Levi tersenyum melihat tingkah Dinda Dan Ryo. "Kalian benar-benar duo yang menarik."

Dinda mendengkus. "Cuma empat itu. Dan, semua itu bukan salahku."

Ryo menggeleng sebentar. Terdengar helaan napas darinya sebelum dia melanjutkan lagi. Kali ini dengan nada suara yang terdengar sedih. "Kamu pernah membuat seseorang harus menghadapi neraka sendirian di atas panggung yang seharusnya kalian pijak bersama."

Kali ini, Dinda bergeming. Perasaan bersalah yang selama ini dia pendam dan dia sembunyikan menyeruak dengan cepat. Dia ingat sekali kejadian itu. Bagaimana mungkin dia bisa melupakan kejadian yang membuatnya memutuskan berhenti main piano? Terlebih, karena ulahnya itu, partnernya—yang kini entah ada di mana—kehilangan nama untuk bisa tetap bertahan di panggung yang dulu pernah mereka berdua kuasai.

"Jadi, karena itu kamu ragu masuk ke ekskul musik?" Levi yang sedari tadi mendengar perkataan Ryo menatap keduanya bergantian.

"Din, main piano lagi, ya?" bisik Ryo lembut. Tatapan cowok itu langsung menuju mata Dinda. Tatapan tulus yang lembut.

Itu jelas sebuah permintaan. Ryo jarang meminta Dinda melakukan sesuatu dengan cara seperti ini. Kalau cowok itu sudah menggunakan cara ini, berarti permintaan itu penting untuknya.

"Maafin dirimu sendiri, Dinda," bisik Ryo lagi.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
High Quality Jomblo
45313      6338     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...
Panik Kebiasanku
360      220     2     
Short Story
Hanum Farida itu namaku, Hanum adalah nama panggilanku. Usiaku sekarang baru menginjak 17 tahun. Aku tinggal di sebuah desa kecil di perbatasan antara kabupaten Mojokerto dan kabupaten Pasuruan. Dan ini adalah ceritaku, ketika aku masih duduk di bangku SMP. Liburan kelas 9 adalah masa-masa akhir sekolah dan berkumpul bersama teman seperjuangan. Ya.. Seperti biasa, jika anak-anak SMP selalu...
Love Al Nerd || hiatus
137      108     0     
Short Story
Yang aku rasakan ke kamu itu sayang + cinta
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
14971      2074     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Sang Pencari Ketenangan 1 (Pencarian Jati Diri)
533      376     0     
True Story
Pertemuan tokoh pelajar yang menyimpan teka-teki kehidupan. Sekolah futuristik, tempat pendidikan favorit di generasi Superiormempertemukan sejumlah para pelajar jenius dari berbagai tempat, saling bersaing, juga mempelajari berbagai hal dalam sebuah sistem. Bercerita tentang "Pengenalan Diri Sendiri & Lingkungan"
Lantunan Ayat Cinta Azra
997      613     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Bittersweet My Betty La Fea
4856      1539     0     
Romance
Erin merupakan anak kelas Bahasa di suatu SMA negeri. Ia sering dirundung teman laki-lakinya karena penampilannya yang cupu mirip tokoh kutu buku, Betty La Fea. Terinspirasi dari buku perlawanan pada penjajah, membuat Erin mulai berani untuk melawan. Padahal, tanpa disadari Erin sendiri juga sering kali merundung orang-orang di sekitarnya karena tak bisa menahan emosi. Di satu sisi, Erin j...
Selfless Love
4682      1317     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.
Untuk Reina
25834      3964     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Kejar Mika!
3580      1139     5     
Romance
Sudah bukan rahasia lagi kalau Pinky jatuh cinta setengah mati dengan Mikail Angelo, pemuda tampan paling populer di sekolahnya yang biasa dipanggil Mika. Jungkir balik dan jatuh bangun mengejar cintanya sedari SMP, yang ia dapat adalah penolakan. Lagi, lagi dan lagi. Pantang menyerah, Pinky berjuang keras demi bisa masuk SMA yang sama dengan pemuda itu. Dan ketika ia berhasil berada di ...