Read More >>"> Are We Friends? (8. Ekstrakulikuler Musik) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Are We Friends?
MENU 0
About Us  

DINDA kini duduk di pinggir lapangan basket. Seperti biasa, membaca buku sambil menunggu Ryo selesai latihan. Lima hari berlalu sejak Ryo mengucapkan permintaannya.

Selama ini, baik Dinda maupun Ryo selalu menghindari topik itu dengan baik. Bahkan, mereka cenderung melupakannya. Ada perasaan yang tidak menyenangkan setiap kali harus mengingat kejadian demi kejadian akibat keputusan Dinda saat itu. Keputusan yang untuk pertama kalinya dia ambil sendiri.

Dinda kira, keputusannya untuk tidak bergabung dengan klub musik lagi adalah keputusan yang terbaik.

Ternyata tidak. Permintaan Ryo kemarin benar-benar mengganggu tidur Dinda semingguan ini. Ditambah lagi, tenggat waktu untuk menentukan akan ikut ekstrakulikuler apa juga semakin dekat.

Jadi, kemarin pagi dengan setengah hati Dinda memasukkan formulir pendaftarannya ke klub musik. Berharap dengan begini, rasa bersalah yang terus menghantuinya selama dua tahun belakangan bisa sedikit menghilang.

Seperti biasa, Dinda duduk di tepi lapangan basket, menunggu Ryo selesai latihan. Cowok itu dari dulu begitu. Minatnya pada basket tidak pernah surut sedikit pun. Sama seperti Dinda yang selalu duduk di pinggir lapangan basket menunggui Ryo untuk bisa pulang bersama.

Ini hari Sabtu, sudah satu jam berlalu sejak waktu ekskul dimulai. Seharusnya Dinda sekarang ada di ruangan klub musik, bukan di sini. Tapi, entah kenapa kakinya urung ke ruangan keramat itu. Masih enggan atau masih merasa tidak nyaman, entahlah. Yang jelas, dia kini memilih untuk menunggu Ryo di pinggir lapangan basket, seperti biasa.

"Memang ya, cuma Ryo yang bisa bikin kamu gerak." Wajah seseorang muncul di samping bahunya, membuat Dinda terlonjak kaget.

"Kak Levi!" pekik Dinda sambil menjengit ke belakang.

"Biasa aja, Neng, jangan teriak-teriak juga. Budek kuping saya." Cowok itu dengan santai duduk di samping Dinda sambil mengucek-ngucek kupingnya.

"Kak Levi enggak latihan basket?" Dari tadi memang Dinda tidak melihat Levi di lapangan. Ini minggu kedua Dinda di sini, dan Levi si kapten basket, sudah dua kali pula bolos latihan. "Dan, kelihatannya enggak niat latihan juga," komentar Dinda ketika memperhatikan pakaian yang kini dikenakan Levi. Mana ada orang yang akan latihan basket memakai kemeja putih lengan panjang, celana jin, dan sepatu pantofel.

"Ini karena kamu, tahu?"

"Aku?"

"Kemarin aku lihat formulir pendaftaranmu di klub musik. Jadi, kukira kamu bakal di sana hari ini." Cowok itu menatap Dinda tajam membuat Dinda merasa tidak nyaman seketika. "Ditungguin sejam, orangnya enggak nongol-nongol. Padahal aku udah siapin D'amore buat dimainin."

Ditatap begitu tentu saja Dinda jengah juga. Apalagi, cowok yang ada di sampingnya ini memiliki kontur wajah yang tegas, dengan mata yang tajam beriris hitam, dan bibir merah, membuat cowok ini betul-betul bisa menarik hati siapa saja yang melihatnya.

Astaga, aku mikir apaan barusan?

Pipi Dinda memanas menyadari isi pikirannya sendiri. Dinda mengalihkan pandangannya ke lapangan lagi, ke tempat Ryo sedang rebutan bola basket dengan teman-teman setimnya. Cowok itu tampak begitu fokus.

"Ngapain di sini?"

"Menurut Kakak?"

"Nungguin Ryo lagi?"

Dinda bergeming.

"Kamu ... apa hidupmu akan terus berputar di sekitar Ryo?"

Pertanyaan yang Dinda tidak prediksi keluar dari mulut kakak kelasnya itu. "Maksud Kakak apa?"

"Yah, hampir semua keputusanmu karena Ryo, kan? Bahkan soal payung pun begitu."

Dinda tidak bisa mengelak. Memang hampir seluruh dunianya ada di sekitar Ryo. Janji masa kecil yang dia buat dengan cowok itu membuatnya enggan untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Sangat berkebalikan dengan Ryo yang memutuskan sesuatu berdasarkan mimpi dan tujuannya. Mimpiku apa? Musik? Dinda menggelengkan kepalanya.

Lengannya tiba-tiba digenggam Levi. Cowok itu kini telah berdiri di hadapan Dinda dan menarik gadis itu untuk ikutan berdiri. Mau tidak mau Dinda bangkit dari duduknya. Dia menatap Levi dengan bingung. Cowok itu mengambil tas sandang Dinda yang masih tergeletak di kursi, mengambil buku musik Dinda, dan menarik gadis itu keluar lapangan.

"Eh, kita mau ke mana?" Dinda menahan dirinya agar tidak tertarik tangan cowok itu.

"Klub musik lah, ke mana lagi?"

Sementara itu, di lapangan Ryo melihat kejadian itu. Bola yang dilemparkan Olon ke arahnya tidak tertangkap, malah melayang bebas menabrakkan diri ke kepala Ryo.

"Aduh!"

"Eh, Nyuk, ngelamunin apaan, sih, lo?" Olon mengikuti arah pandangan Ryo. Lalu dia tertawa.

Richard mendatangi mereka lalu sambil tertawa berkata, "Kan, udah gue bilang. Kalau punya gebetan itu, yang paling susah bukan sukanya, tapi cemburunya."

***

Di ruangan klub musik, Dinda hanya duduk di pinggir ruangan dengan canggung. Ini hari pertamanya di klub musik. Hampir semua anak yang masuk klub musik di hari ini dianggap sebagai siswa yang tidak begitu serius. Mau bagaimana lagi? Orang-orang yang memutuskan begabung di last minute dianggap sebagai orang-orang yang mengambil keputusan hanya agar tidak dimarahi Pak Emil.

Untuk kasus Dinda itu ada benarnya. Salah satu alasan dia mengambil ekskul ini memang agar tidak harus mendapat omelan tambahan dari wakasek kesiswaannya itu.

Dengan keadaan yang begitu ditambah dengan keterlambatannya, tentu saja kini dia mendapat tatapan tajam dari banyak siswa lain. Bukan hanya tajam, cenderung merendahkan malah. Dinda hanya bisa tertawa miris menatap mereka.

"Jadi, namamu Dinda?"

Dinda mengangguk. Itu pertanyaan dari ketua klub. Kayaknya, sih, teman dari Levi karena begitu Levi menepuk pundaknya, cowok itu langsung berdehem kecil dan tersenyum, mengucapkan selamat datang pada Dinda yang terdengar setengah hati.

Dinda kira dia bukan satu-satunya siswi yang memasukkan formulir di hari terakhir, ternyata tidak. Hampir semua anggota klub adalah first-submitter, dia satu-satunya yang submit di hari terakhir. Itu berarti dia satu-satunya pengkhianat di sini.

Dinda menghela napas. Keberadaannya di klub ini tidak akan semenyenangkan perkiraan.

Seseorang menyentuh bahunya, Dinda menoleh.

"Look at me when I play," bisik Levi kemudian duduk di sebuah kursi kayu tanpa senderan di tengah ruangan. Pelan suara petikan gitar terdengar dari senar-senar yang diajak bermain oleh Levi. Romance D'Amoure. Music of love. Lembut dan terdengar sedih.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Mbak Sum (The Queen of Ngeyelan)
351      227     2     
Short Story
Di dunia ini ada orang yang susah amit dikasih tau. Apa aja yang diomongin orang selalu berhasil dia bales sampai majikannya kewalahan. Inilah cerita tentang Queen of Ngeyelan bernama Mbak Sum.
High Quality Jomblo
41759      5998     53     
Romance
"Karena jomblo adalah cara gue untuk mencintai Lo." --- Masih tentang Ayunda yang mengagumi Laut. Gadis SMK yang diam-diam jatuh cinta pada guru killernya sendiri. Diam, namun dituliskan dalam ceritanya? Apakah itu masih bisa disebut cinta dalam diam? Nyatanya Ayunda terang-terangan menyatakan pada dunia. Bahwa dia menyukai Laut. "Hallo, Pak Laut. Aku tahu, mungki...
Kenangan Masa Muda
6251      1759     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
Si 'Pemain' Basket
3939      1115     1     
Romance
Sejak pertama bertemu, Marvin sudah menyukai Dira yang ternyata adalah adik kelasnya. Perempuan mungil itu kemudian terus didekati oleh Marvin yang dia kenal sebagai 'playboy' di sekolahnya. Karena alasan itu, Dira mencoba untuk menjauhi Marvin. Namun sayang, kedua adik kembarnya malah membuat perempuan itu semakin dekat dengan Marvin. Apakah Marvin dapat memiliki Dira walau perempuan itu tau ...
Caraphernelia
786      428     0     
Romance
Ada banyak hal yang dirasakan ketika menjadi mahasiswa populer di kampus, salah satunya memiliki relasi yang banyak. Namun, dibalik semua benefit tersebut ada juga efek negatif yaitu seluruh pandangan mahasiswa terfokus kepadanya. Barra, mahasiswa sastra Indonesia yang berhasil menyematkan gelar tersebut di kehidupan kampusnya. Sebenarnya, ada rasa menyesal di hidupnya k...
Sarah
455      322     2     
Short Story
Sarah, si gadis paling populer satu sekolahan. Sarah yang dijuluki sebagai Taylor Swift SMU Kusuma Wijaya, yang mantannya ada dimana-mana. Sarah yang tiba-tiba menghilang dan \'mengacaukan\' banyak orang. Sarah juga yang berhasil membuat Galih jatuh cinta sebelum akhirnya memerangkapnya...
Denganmu Berbeda
8568      2410     1     
Romance
Harapan Varen saat ini dan selamanya adalah mendapatkan Lana—gadis dingin berperingai unik nan amat spesial baginya. Hanya saja, mendapatkan Lana tak semudah mengatakan cinta; terlebih gadis itu memiliki ‘pendamping setia’ yang tak lain tak bukan merupakan Candra. Namun meski harus menciptakan tiga ratus ribu candi, ataupun membuat perahu dan sepuluh telaga dengan jaminan akan mendapat hati...
Sahabat Sejati
429      291     1     
Short Story
Sahabat itu layaknya tangan dan mata. Saat tangan terluka mata menangis, saat mata menangis tangan mengusap. Saling melengkapi tanpa merasa tersaingi. Ini adalah kisah dua sahabat yang kocak habis. Mereka lengket macam perangko. Kadang romantis tapi tak jarang juga sadis. Kehadiran mereka berdua kadang membawa malapetaka yang berujung bahagia. Adalah Alyd dan Keken, sahabat sejati yang saling men...
MONSTER
5885      1627     2     
Romance
Bagi seorang William Anantha yang selalu haus perhatian, perempuan buta seperti Gressy adalah tangga yang paling ampuh untuk membuat namanya melambung. Berbagai pujian datang menghiasi namanya begitu ia mengumumkan kabar hubungannya dengan Gressy. Tapi sayangnya William tak sadar si buta itu perlahan-lahan mengikatnya dalam kilat manik abu-abunya. Terlalu dalam, hingga William menghalalkan segala...
Premium
Akai Ito (Complete)
5596      1283     2     
Romance
Apakah kalian percaya takdir? tanya Raka. Dua gadis kecil di sampingnya hanya terbengong mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Raka. Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu dan pita kecil yang menghiasi sisi kanan rambutnya itupun menjawab. Aku percaya Raka. Aku percaya bahwa takdir itu ada sama dengan bagaimana aku percaya bahwa Allah itu ada. Suatu saat nanti jika kita bertiga nant...