Saat bel pulang sekolah terdengar, Dira menjadi orang pertama yang keluar dari kelas. Meninggalkan Santi yang beberapa kali memanggil namanya. "Dir! Tungguin!"
Tak peduli pada panggilan itu, Dira langsung berlari ke gerbang sekolah agar cepat sampai ke rumahnya.
Selama perjalanan pulang, Dira menjadi lebih was-was. Beberapa kali, dia juga memperhatikan sekitar takut-takut ada seseorang yang mengikutinya lagi.
Saat sudah cukup jauh dari sekolah, tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang parkir tepat di hadapannya. Dira yang kaget kemudian terdiam sesaat.
Ketika orang yang memiliki mobil tersebut keluar, Dira amat terkejut dan berusaha untuk kabur. Sayangnya, orang itu dapat mengejar dan menariknya masuk ke dalam mobil.
Dira memberontak hingga membuat pria yang sebenarnya Bagas kesal. "Kamu bisa diem nggak sih!"
Suara Bagas yang begitu tinggi membuat Dira kembali terdiam, mematung hingga tanpa sadar dia sudah duduk manis di sisi mantan ketua ekskul PMR tersebut.
Dengan cepat Bagas menjalankan mobilnya dan membawa Dira entah kemana. Sepanjang perjalanan, Dira hanya dapat menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.
Bagas tentu mendengar tangisan Dira. Namun, dia terlihat tak peduli dengan apa yang perempuan itu lakukan.
Setelah 10 menit perjalanan, mobil yang dikendarai Bagas berhenti tepat di parkiran sebuah taman. Mata Dira yang sembab memperhatikan sekitar, dia agaknya tau dimana keberadaan mereka. Taman kota yang cukup jauh dari rumahnya.
"Kakak ngapain bawa saya kesini?" tanya Dira dengan suara yang bergetar.
Tubuh Bagas berubah arah sehingga dapat berhadapan dengan Dira yang kini menyadarkan tubuhnya penuh di pintu mobil. "Saya kan sudah bilang, saya pengen ngobrol sama kamu. Tapi, kamu malah kabur!"
"Maaf, Kak," cicit Dira. Perempuan itu masih menundukkan kepalanya, tanpa berani menatap Bagas yang sedang memijat keningnya.
"Saya mau minta maaf atas kejadian waktu itu. Saya bener khilaf," ucap Bagas sebenernya suka sama lo."
Pernyataan Bagas membuat Dira mengangkat wajahnya, mata bulatnya bertemu dengan mata Bagas yang tertutupi oleh kacamata.
Melihat ada sisa air mata di pipi Dira, Bagas berinisiatif untuk membersihkannya. Namun, perempuan itu dengan kasar mencegahnya.
Bola mata Dira bergerak tak karuan saat tau pria di sisinya mungkin merasa kesal akan tindakannya.
Saat tengah terdiam, Bagas tiba-tiba berucap hal yang tidak pernah Dira bayangkan. "Pantesan, Marvin ngelindungin lo mulu. Lo semenarik ini."
Setelah selesai berucap, Bagas mengunci tubuh Dira dengan menahan kedua tangan perempuan itu. Wajahnya perlahan mendekat dan membuat Dira tanpa segan berteriak. "Tolong! Tolong!"
Wajah Dira menoleh ke kanan dan ke kiri guna menghindari wajah Bagas yang semakin mendekat ke arahnya. Sayangnya, pria itu tiba-tiba menahan wajah Dira agar tidak bergerak lagi.
Bibir Bagas berhasil mendarat di bibir Dira saat itu juga. Tanpa aba, dia melumat habis bibir perempuan yang kini masih terus memberontak dalam kungkungannya.
Tangan kiri Dira yang bebas terus mengetuk pintu mobil Bagas agar orang di luar dapat mendengar dan melihat apa yang pria itu lakukan padanya. Benar saja, setelah kurang lebih lima menit. Seorang pria paruh baya datang dan mencoba untuk membuka pintu mobil Bagas.
Melihat hal itu, Bagas langsung menghentikan kegiatannya dan memperbaiki posisi duduknya.
"Buka! Buka pintunya sekarang! Apa yang kalian lakukan di dalam!" ucap pria paruh baya tersebut.
Saat menekan tombol untuk membuka pintu, Bagas tanpa sadar ikut membuka pintu di sisi Dira sehingga perempuan itu langsung keluar.
Dira yang masih menangis berlindung di belakang pria paruh baya yang baru saja membantunya. "Mbak kenapa?" tanya pria itu. Namun, Dira belum bisa menjawab karena masih begitu ketakutan akan tindakan Bagas padanya.
"Heh! Kamu apain dia!"
Pria paruh baya itu menunjuk Bagas yang baru saja keluar dari mobilnya tanpa rasa bersalah. Dia melangkah mendekat pada Dira yang menyembunyikan penuh tubuhnya agar tidak terlihat oleh Bagas.
"Maaf, Pak. Dia pacar saya, tadi kami lagi berantem," ucap Bagas dengan santai. Dira menggeleng pelan menolak ucapan pria itu.
Pria paruh baya yang berada di hadapan Dira memperhatikan tubuh Bagas dari atas hingga bawah dan beralih pada Dira yang ada di belakangnya.
Kondisi Dira benar-benar berantakan. Pakaiannya lusuh, rambutnya acak-acakan dan bibirnya bawahnya terluka juga mengeluarkan sedikit darah.
"Kamu beneran berantem sama pacar kamu itu?" tanya pria paruh baya itu dengan lembut sembari memegang kedua lengan Dira.
Mendengar pertanyaan tersebut, Dira langsung menggeleng pelan. Matanya yang masih merah menatap sosok pria di hadapannya. "Nggak, Pak. Saya bukan pacar dia, dia ngelakuin pelecehan sama saya, Pak. Dia cium paksa saya," jelas Dira dengan sekuat tenaga.
Mendengar penjelasan Dira, Bagas bergegas kabur dari taman tersebut meninggalkan Dira yang kemudian dibawa oleh pria paruh baya yang membantunya ke rumah sakit.
"Tolong Mbaknya di visum ya," ucap pria paruh baya yang ternyata adalah RT setempat. Taman yang menjadi tempat parkir mobil Bagas termasuk wilayahnya.
Dira dibawa ke sebuah ruangan untuk melakukan visum dan Agus, pria paruh baya yang membantu Dira menunggunya di luar bersama dengan beberapa pria lain yang sudah ikut membawa Dira ke rumah sakit.
"Setelah hasil visumnya keluar, kita langsung ke kepolisian buat bikin laporan," ucap Agus menjelaskan pada warganya.
Setelah cukup lama, Dira akhirnya keluar dari ruang visum dan beberapa lukanya sudah diobati. Terutama luka yang ada di bibirnya.
Saat melihat Agus, Dira tersenyum kecil. "Makasih ya, Pak. Sudah bantu saya."
"Iya, Mbak. Sama-sama. Setelah dapat hasil visumnya, kita langsung ke kepolisian ya buat bikin laporan," ucap Agus yang membuat Dira terdiam sesaat. Matanya bergetar pelan yang membuat pria di hadapannya sedikit kebingungan." Mbak, nggak pa-pa? "
Mata Dira kembali fokus pada wajah Agus. Namun, ekspresi wajahnya terlihat sedikit ketakutan." Apa perlu bikin laporan, Pak?"
"Perlu, Mbak. Biar pelakunya jera," sahut seorang pria di belakang Agus.
Tangan Agus perlahan mengusap lengan Dira agar membuat perempuan itu nyaman. "Mbak tenang aja, biar kami yang urus semuanya."
Dira mengangguk pelan dan perlahan duduk di kursi tunggu. Kepalanya masih pusing efek terbentur kursi mobil Bagas. Dia juga bingung memikirkan ekspresi ibunya saat melihat kondisinya saat ini.
***
seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka
Comment on chapter Chapter 1ada yang tulisannya Dio dan Deo,
mau berteman dan saling support denganku?