Sejak hari itu, Marvin terus mengantar Dira pulang dan bermain dengan kedua adik perempuan itu. Dira tidak bisa mengelak dan mengikuti apa yang Marvin inginkan bahkan pria itu sampai menunggunya di depan kelas hanya untuk pulang bersama.
"Yuk, pulang," ajak Marvin setelah mencegat Dira di depan kelasnya. Pria itu menggenggam tangan Dira dengan erat dan membawa perempuan itu pergi. Tarikannya cukup kuat sehingga Dira merasa seperti diseret apalagi langkah kaki Marvin cukup panjang dan Dira susah untuk mengimbanginya.
"Kak, saya nggak bisa pulang sekarang!" balas Dira yang membuat Marvin menghentikan langkahnya.
"Kenapa?"
"Saya ada jadwal rapat sama teman-teman PMR," jelas Dira singkat.
Marvin terdiam sejenak sembari berpikir, dilepasnya tangan Dira. Namun, perempuan itu tidak kabur dan menunggu Marvin selesai berpikir.
"Ya udah, gue temenin," ucap Marvin dengan santai sembari kembali menarik tangan Dira.
"Hah, tapi, Kak ... ."
"Nggak ada tapi-tapi-an, gue temenin sampe selesai terus kita balik bareng."
Layaknya perintah yang tak terelakkan, Dira hanya pasrah mendengar apa yang Marvin ucapkan.
Sesampai di ruang ekskul PMR, mereka menjadi pusat perhatian karena sudah cukup banyak siswa yang berkumpul. Dira mengambil tempat paling belakang dan Marvin ikut duduk di sisinya.
Sepanjang penjelasan, Marvin terus menguap karena kelelahan. Dira yang merasa kasihan kemudian menggeser tas yang sebelumnya dia pangku. "Tidur aja, Kak. Kalau capek," bisik Dira yang langsung membuat Marvin tidur di pangkuannya.
Sebenarnya, Dira merasa tidak enak pada Marvin. Namun, pria itu terus memaksa untuk ikut padahal mereka belum tau akan selesai jam berapa rapat kali ini.
Untungnya, tubuh Marvin yang tengah tiduran tertutup oleh meja di hadapan Dira sehingga tidak menjadi pusat perhatian. Dira sedikit takut dengan pikiran orang-orang yang melihat mereka nantinya.
"Jadi, acara penerimaan anggota baru hari sabtu ya sepulang sekolah sampai minggu sore. Kita nginap di sekolahan dan ada beberapa acara penting yang perlu kalian ikuti," jelas Bagas yang ternyata adalah ketua ekskul PMR tahun ini.
Pria berlesung pipi itu beberapa kali menatap Dira sehingga membuat perempuan itu salah tingkah.
"Ada pertanyaan tentang acara kita nanti?" tanya Bagas sembari memperhatikan seluruh siswa yang hadir. Sayangnya, tak satupun mengangkat tangan termasuk Dira. Dia tidak memiliki pertanyaan untuk disampaikan sehingga memutuskan untuk diam saja.
"Oke, nggak ada pertanyaan ya. Saya akhiri pertemuan kita hari ini. Terima kasih."
Setelah penutupan, para siswa yang hadir langsung berhamburan. Ada yang masih tetap tinggal karena asyik berbincang. Ada juga yang sudah hilang entah kemana. Dira yang masih memangku Marvin kemudian membangunkan pria itu karena rasa ketam tiba-tiba menjalar di kakinya.
"Kak. Ayo bangun. Kaki aku kram," bisik Dira sembari menepuk bahu Marvin.
Perlahan, pria itu bangun dari tidurnya dan membuat Dira merasa lega apalagi setelah kepala Marvin tak lagi berada di pahanya.
Mata Marvin mulai membiasakan cahaya yang masuk dan Dira yang berada di sisinya hanya memperhatikan pria itu sampai dia benar-benar sadar.
Dari kejauhan, mereka ternyata diperhatikan oleh Bagas. Tanpa ekspresi wajah yang jelas, pria itu menatap tajam ke arah Marvin. Seperti ada dendam. Namun, entah apa.
"Ayuk, balik," ajak Marvin setelah bangun dari duduknya. Dira ikut melakukan hal yang sama dan keduanya bergegas pergi dari ruang ekskul PMR.
Seperti sebelumnya, Marvin datang ke rumah Dira dan bermain dengan kedua adik perempuan itu. Mereka semakin dekat dan membuat Dira merasa asing di antara mereka.
Membiarkan Marvin dan kedua adiknya bermain. Dira sibuk dengan ponselnya. Ada beberapa pesan yang belum dia balas dan harus segera dia balas. Ditengah kegiatannya itu, tiba-tiba sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dia kenali.
+62 856-333-****
Sore, ini Adira Benita kan? Saya Bagas Aksa, ketua ekskul PMR. Apa besok siang saat istirahat kamu ada kesibukan?
Sore kak, iya saya Adira Benita. Besok siang ya, nggak kok, Kak. Ada apa ya?
Syukurlah, saya mau nyampaikan sesuatu mengenai kegiatan ekskul PMR akhir pekan nanti. Apa kita bisa ketemu?
Bisa Kok, Kak. Dimana, Kak?
Di ruang ekskul PMR. Saya tunggu besok siang ya.
Baik, Kak.
Setelah percakapan singkat dengan Bagas, Dira meninggalkan ponselnya dan kembali sibuk dengan kedua adik juga kakak kelasnya. Entah apa yang tengah mereka bincangkan sehingga tertawa tanpa beban.
"Ngomongin apa sih?" tanya Dira yang membuat mereka serempak terdiam.
"Ih, kakak kepo deh," ucap Yoga yang membuat Dira kesal.
"Ya udah, kakak nggak mau main sama kalian."
Dira beranjak dari duduknya. Meninggalkan ketiga pria itu yang terus memperhatikannya hingga tak dapat mereka lihat lagi.
"Nah loh, Kak Dira ngambek," ucap Yogi menyalahkan Yoga karena Dira pada mereka.
"Ih, kok aku sih," balas Yoga menampik apa yang Yogi tuduhkan padanya.
"Udah, udah. Bukan salah kalian kok. Dira kayanya lagi nggak mood deh, jadinya begitu."
Niat hati membuat Yoga dan Yogi tenang, malah perasaan Marvin yang kini campur aduk karena sikap Dira. Semarah apapun perempuan itu pada mereka, Dira tidak akan meninggalkan mereka seperti sekarang.
Di tengah kegundahannya, tiba-tiba ponsel Marvin berbunyi dan pria itu langsung menatap Yoga-Yogi secara bergantian. "Kakak angkat telepon dulu ya."
Setelah kedua adik kembar Dira menganggukkan kepalanya, Marvin langsung keluar dari rumah mereka. Pria itu harus mengangkat telepon yang ternyata dari bawahan ayahnya tersebut.
"Halo, Om. Ada apa?" tanya Marvin dengan malas. Namun, dia cukup penasaran dengan alasan bawahan ayahnya itu menelepon.
"Halo, Vin. Kamu dimana?"
"Lagi di rumah temen nih, Om. Kenapa?" tanya Marvin lagi karena merasa bawahan ayahnya itu tidak menjawab pertanyaannya.
"Temen atau temen?"
Marvin menghela napas setelah mendengar pertanyaan dari Bima, bawahan ayahnya. Marvin tau bahwa Bima ingin dekat dengannya, tetapi Marvin enggan karena tau Bima ada maksud tertentu.
"Sudah lah, Om. Mau aku di rumah temen kek, di rumah pacar kek, dimana kek. Itu bukan urusan, Om!"
Terdengar suara Bima tertawa kecil menanggapi amarah Marvin. Pria itu beranggapan bahwa Marvin tengah bercanda padahal tidak.
"Okay-okay. Sorry. Om cuman mau ingetin kamu, kalau akhir pekan nanti ada acara keluarga dan kamu harus datang."
"Om sudah ingetin aku berapa kali tentang hal itu. Iya, aku inget, Om!"
"Syukurlah, kalau kamu inget. Nanti mau dijemput?"
"Nggak usah, Om. Aku bisa naik motor sendiri," tolak Marvin karena tau akan lebih susah kabur jika harus pergi bersama bawahan ayahnya itu. "Itu aja kan, Om? Aku matiin ya."
Tanpa menunggu jawaban Bima, Marvin mematikan panggilan tersebut. Ditatapnya layar ponsel yang perlahan menghitam itu. Meninggalkan kekesalannya pada bawahan ayahnya itu, Marvin kembali masuk ke dalam rumah Dira.
Wajahnya tidak tertekuk seperti sebelumnya karena takut akan membawa suasana yang kurang baik pada kedua adik Dira. Marvin dan kedua adik perempuan itu kembali asyik bermain juga berbincang hingga malam tiba.
***
seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka
Comment on chapter Chapter 1ada yang tulisannya Dio dan Deo,
mau berteman dan saling support denganku?