Selama perjalanan, Dira hanya terdiam sembari sesekali memperhatikan wajah Marvin dari kaca sepion. Dia benar-benar tidak menyangka akan bersama dengan kakak kelasnya itu walau hanya sebatas Marvin mengantarnya pulang ke rumah.
"Jadi, rumah lo dimana?" tanya Marvin dengan cukup pelan karena tertutupi helm full face.
"Kakak lurus aja, nanti sebelum simpangan ada gang kecil. Turunan aku disitu aja, Kak."
Mendengar penjelasan Dira, Marvin langsung menoleh. "Loh, kenapa cuman disitu?"
"Gang rumah aku kecil, Kak. Susah masuknya."
"Ya kan, kita naik motor. Bisa masuk kan?"
"Bisa sih, tapi ... ."
"Nggak ada tapi-tapian. Gue anter sampe depan rumah, oke!" potong Marvin sebelum kembali menjalankan mesin motornya karena mereka tadi tengah menunggu lampu lalu lintas berubah hijau.
Sesampai di gang yang Dira maksud, Marvin berhenti sejenak tanpa mematikan mesin motornya."Ini kan, Gangnya?" tanya Marvin memastikan.
"Iya, Kak."
Setelah mendapat jawaban, Marvin masuk ke dalam gang tempat Dira tinggal. Selama di jalan, perempuan itu menyapa beberapa orang yang melewatinya dan membuat Marvin sedikit heran.
Karena tinggal di perumahan, Marvin jarang bertemu dengan tetangganya bahkan berinteraksi seperti yang dilakukan oleh Dira. Hal yang baru kemudian Marvin temui saat ini.
"Kak, itu rumah saya yang warna biru," ucap Dira setelah melihat rumahnya dari kejauhan.
Marvin kemudian ikut memperhatikan rumah yang dimaksud Dira dan berenti tepat di depan rumah biru berlantai satu itu. Di depan rumah milik Dira ada banyak tanaman yang membuatnya begitu asri walau cukup terbilang kecil dan harus berdempetan dengan rumah lainnya.
"Kak, saya mau turun," cicit Dira karena sejak tadi dia bingung caranya untuk turun dari motor Marvin.
Pria itu menoleh dan tertawa sejenak sebelum akhirnya menyodorkan tangannya untuk membantu Dira turun dari motor.
"Makasih ya, Kak," ucap Dira pada Marvin yang membuat pria itu mengangguk pelan.
Saat Dira membalik tubuhnya, tiba-tiba ibu perempuan itu datang dan terkejut melihat putrinya diantar oleh seorang pria. "Eh, kok tamunya nggak diajak masuk," ucap Fani dengan ramah sembari merangkul putrinya yang kini bingung dengan sikap ibunya.
"Nggak usah, Bu. Kak Marvinnya sibuk, jadi nggak bisa mampir ... ."
"Nggak kok, saya nggak sibuk," potong Marvin sembari turun dari motornya. Pria itu membuka helm yang dia gunakan dan bersalaman dengan Fani. "Saya Marvin, Tan. Kakak kelas Dira."
Fani mengangguk pelan dan menoleh ke arah Dira sembari tersenyum tipis ke arah putrinya itu. Dia cukup terpesona dengan wajah tampan milik Marvin, sebelumnya Dira tidak pernah membawa pria ke rumahnya dan Fani cukup terkejut dengan kedatangan Marvin ke rumah mereka.
"Mari Nak Marvin, masuk ke dalam. Maaf ya, rumah kami kecil," ucap Fani sembari berjalan lebih dahulu masuk ke rumahnya. Meninggalkan Dira dan Marvin yang saling bertatapan.
Dira sudah menampilkan wajah melasnya ke arah Marvin. Namun sayang, pria itu tidak peduli dan malah ikut masuk ke dalam rumah Dira layaknya rumah sendiri.
Sebelum ikut masuk, Dira menghela napasnya dan mencoba untuk tenang. Setelah ini, ibunya pasti akan mencercanya dengan banyak pertanyaan.
Saat masuk, Dira cukup terkejut karena Marvin sudah asyik bermain dengan kedua adik kembarnya. Mereka bahkan duduk lesehan di lantai. "Eh, Kak Marvin kok duduk di lantai," ucap Dira dengan rasa bersalah.
Wajah Marvin terangkat begitu juga dengan kedua alisnya. "Emang kenapa?"
"Kotor, Kak. Ayuk, duduk di kursi," perintah Dira yang malah tak didengar oleh Marvin. Pria itu kembali sibuk berbincang dengan kedua adik Dira.
"Yoga, Yogi. Masuk ke kamar!" perintah Dira dengan tegas.
Kedua adik kembarnya itu kemudian mengeluh kesal. Namun, tetap mengikuti perintah yang Dira katakan. Setelah kedua adik Dira masuk ke dalam kamar, Marvin bangun dari duduknya. "Lo kenapa sih, kasian tuh adik lo. Padahal masih mau main sama gue."
"Lagian, kakak saya suruh di kursi nggak mau," jawab Dira dengan cemberut.
"Ya udah, nih gue duduk. Panggil lagi gih, adek lo," suruh Marvin setelah duduk di kursi ruang tamu rumah Dira. Namun, tiba-tiba Fani datang dengan segelas air di tangannya.
"Minum dulu, Nak," ucap Fani setelah menaruh gelas yang dia bawa ke atas meja di hadapan Marvin.
"Makasih, Tan."
Dengan perlahan, Marvin meminum air yang Fani berikan dan kegiatan pria itu menjadi pusat perhatian Dira juga ibunya.
Setelah Marvin selesai minum, kedua perempuan di sisinya menjadi salah tingkah. Apalagi Dira, perempuan itu langsung pamit pergi ke kamarnya. "Saya ke kamar dulu ya, Kak."
Sepeninggal Dira, Marvin dan Fani sibuk berbincang. Marvin memang ahli dalam memikat hati perempuan, Fani menjadi salah satu korbannya. Perempuan itu terus bersemu saat berbincang dengan kakak kelas putrinya.
Setelah Dira selesai berganti pakaian, perempuan itu kembali ke ruang tamu dimana Marvin dan Fani berada. Dia sedikit bingung melihat interaksi ibu dan kakak kelasnya itu. Namun, dia tetap mendengarkan apa yang mereka tengah bicarakan sembari duduk di sisi Marvin yang kosong.
"Jadi, saya boleh kan, kapan-kapan ke sini lagi?" tanya Marvin tiba-tiba.
"Boleh dong, Nak. Tante malah seneng banget kalau kamu mau ke sini lagi."
Dira hanya terdiam mendengar percakapan ibu dan kakak kelasnya itu. Sebenarnya dia tidak mau Marvin kembali ke rumahnya lagi dan ingin dia hanya sekali ke sini. Sayangnya, sang ibu sepertinya tertarik pada Marvin dan membiarkan pria itu untuk kembali datang dengan tangan terbuka.
"Kak, udah sore loh, kakak nggak mau pulang apa?" tanya Dira dengan maksud mengusir Marvin halus.
Marvin menatap jam tangan yang dia gunakan dan kembali menatap wajah Dira setelahnya. "Belum sore banget kok, aman."
Dira menghela napas setelah sadar bahwa Marvin tidak memahami maksudnya. Pria itu kembali berbincang dengan ibunya dan membuat Dira seakan tidak ada di antara mereka.
Mengisi waktu senggangnya, Dira memainkan ponsel walau hanya membaca beberapa pesan yang masuk saat pulang tadi. Di antaranya berasal dari Santi yang menanyakan tentang beberapa tugas untuk minggu ini.
Di tengah kegiatannya, tiba-tiba Marvin menoleh dan ikut membaca pesan-pesan yang ada di ponsel Dira. "Lo nggak mau save nomor gue?" bisik Marvin karena Fani ternyata sudah menghilang entah kemana dan meninggalkan mereka berdua.
Dira langsung menyembunyikan ponselnya dan terlihat salah tingkah saat mendengar pertanyaan Marvin. Dia tidak tertarik memiliki nomor ponsel kakak tingkatnya itu. Apalagi jika Marvin harus menghubunginya di luar jam sekolah seperti sekarang.
"Ya udah, kalau lo nggak mau save nomor gue. Gue aja yang save nomor lo."
Marvin langsung mengeluarkan ponselnya dari saku jaket, dia bersiap mengetik nomor ponsel Dira. Namun, perempuan itu hanya terdiam sembari mencari cara agar tidak memberikan nomornya pada Marvin.
Sebelum sempat mendapat jawaban, tiba-tiba Fani kembali datang dengan segelas air lagi. "Kasih aja, Dir. Kalau ada apa-apa kan enak Marvin hubungin kamu."
Dira menghela napas setelah mendengar ucapan ibunya. Mau tak mau, dia harus memberi nomor ponselnya pada Marvin jika tidak ibunya pasti akan marah.
Setelah mengetikkan nomornya di ponsel Marvin, Dira mengembalikan ponsel pria itu dan membiarkan Marvin menulis nama untuknya di ponselnya sendiri. Dira tidak terlalu peduli akan hal itu.
***
seru ni, menatikan playboy kena karma. wkakakka
Comment on chapter Chapter 1ada yang tulisannya Dio dan Deo,
mau berteman dan saling support denganku?