Kirana pulang ke rumah dengan perasaan yang bad mood! Dia langsung membanting tas di meja, menyimpan asal barang belanjaannya, melempar sepatu ke sembarang tempat lalu langsung menjatuhkan diri di sofa ruang keluarga. Nenek Kirana yang melihat cucunya seperti sedang tidak baik-baik saja langsung menghampiri Kirana dengan membawa segelas jus apel kesukaan cucu kesayangannya itu.
“Kamu kenapa, sayang?” tanya Nenek sambil mengelus lembut rambut Kirana yang terlihat mulai lepek karena kepanasan.
“Makasih, Nek.” Kirana menghela napas berat. Lalu langsung meneguk jus yang sudah Neneknya berikan. “Aku kesel banget, Nek. Masa tadi ada orang aneh yang malah buntutin Kirana pas lagi belanja kebutuhan bikin kue!”
“Oh ya? Memangnya kenapa orang itu sampai buntutin kamu?”
***
“Kirana!” orang aneh itu, alias Sam, mengikuti Kirana turun dari bus. Kirana yang memang sedari tadi sudah betah menggunakan earphone pasti tak cukup mendengar panggilan Sam yang memang berbenturan dengan suara lalu-lalang kendaraan di jalan raya.
“Kirana!” Sam mencoba kembali memanggil Kirana. Dengan berusaha mengejarnya. Tapi terlambat, dia sudah terlanjur masuk ke dalam toko. Toko perlengkapan bahan-bahan kue.
Sam hendak berbalik arah, mencoba melupakan untuk mengejar Kirana. Karena dia juga berpikir, ada urusan apa dia memanggil Kirana? Untuk apa? Sam agak geleng-geleng kepala karena dia juga tak punya cukup alasan untuk menemui dia lagi.
Tapi, pandangan Sam teralih pada sebuah amplop usang yang begitu indah. Di luar amplop biru kecil itu tertulis, -Untuk Ayyana-. Sam tersenyum. Lalu dia melangkahkan kaki masuk ke dalam toko perlengkapan bahan-bahan kue itu. Karena akhirnya dia bisa menemukan alasan untuk menemui cewek galak itu. Sam berusaha mencari sosok yang ingin dia temukan. Kirana!
Tak perlu waktu lama untuk lelaki berhidung mancung itu menemukannya. Dia sudah sangat pasti yakin bahwa cewek di ikat satu ke belakang itu adalah orang yang di carinya. Tapi bukannya menghampiri Kirana dan menyerahkan apa yang dia temukan, Sam justru malah hanya mengikuti Kirana dari belakang saja. Tiap kali Kirana berhenti di depan rak etalase, Sam juga ikut berhenti. Tiap kali Kirana berbincang dengan pegawai di sana untuk menanyakan bahan yang hendak di belinya, Sam hanya memperhatikannya.
Tak sadar, Sam tersenyum sendirian tiap kali dia melihat cewek itu melakukan aktivitasnya dengan semangat. Dan seperti sudah hatam betul lokasi toko ini. Sam bisa menduga, kalau Kirana sudah sering ke sini.
Lalu Sam melihat Kirana menuju meja kasir. Sepertinya dia sudah selesai dengan keperluannya. Dia mengambil satu buah air mineral untuk menuju ke meja kasir. Kirana sudah selesai dengan transaksinya. Dan Sam masih berada di barisan kasir, menunggu giliran untuk dilayani. Di depannya ada satu orang juga yang sedang melakukan transaksi. Beruntung, belanjaan orang yang di depannya hanya sedikit.
“Kembaliannya ambil aja!” ucap Sam saat dia sudah selesai membayar belanjaannya dengan menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah. Dia takut kehilangan Kirana. Sial! Banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang sore itu. Sam tak hilang akal, dia mencoba kembali ke tempat di mana Kirana turun tadi. Yaitu halte bus. Karena sudah pasti, kalau dia ke sini memakai bus, pulangnya juga pasti naik bus.
Dan benar saja. Kirana sedang duduk sendirian di halte. Lengkap dengan tentengan sebuah kantong kresek belanjaannya. Sam melangkah dengan gembira, lalu duduk di sana. Berjarak sekitar beberapa centimeter dari tempat Kirana duduk.
“Lo sering belanja bahan kue ya?” tanya Sam. Kirana menengok ke arah samping kanannya itu. Dia terkejut, karena orang yang dirasa mengganggu di bus kota tadi, tiba-tiba ada di sana. Dia tak habis pikir kenapa orang itu ada di sana?
“Gak usah kaget gitu!” kata Sam, seakan tahu apa yang dipikirkan Kirana kala melihatnya.
“Lo ngapain sih? Lo ngikutin gue?”
“Eh? Engga! Siapa juga yang ngikutin lo? Geer!” Sam berusaha berdalih.
“Terus lo ngapain?”
“Nama gue Sam. S-A-M !”
“Bodo amat! Gue gak niat pengen kenal lo!”
“Idih, galak banget sih, mbak!”
“Bodo amat! Ngapain lo di sini?”
“Gue ada alasen kok kenapa...”
“Alasan apa? Hah!”
Sam sudah merogok saku jaketnya untuk mengambil amplop yang tadi dia temukan itu. Tapi niatnya tiba-tiba saja urung dia lakukan dan memilih untuk mencari alasan lain.
“Gue... gue pengen tahu nama lo!” Sam berbohong. Entah dia punya rencana apa dengan itu. Padahal kan sudah sangat jelas, Sam tahu namanya.
Kirana terkekeh kecil sambil geleng-geleng kepala. “Bodoh!”
“Heh, kok lo malah ngatain gue bodoh sih?” Sam tak terima umpatan itu keluar dari mulut manis Kirana.
“Lo jelas udah tahu nama gue, ngapain lo bohong?”
“Ih, gue belum tahu nama lo kok.”
“Terus ngapain lo dari tadi teriak-teriak gak jelas manggil nama gue?”
“Eh? Lo denger? Terus kenapa gak nengok coba?”
“Sengaja! Biar lo pergi!”
“Tapi kenyataannya gue gak pergi kan?” kata Sam membalas perkataan Kirana.
“Ih, lo aneh!”
Bus yang di nanti pun tiba juga. Sambil menunggu bus menepi, Kirana sudah bangkit dari tempat duduknya. Tapi saat dia akan mengambil belanjaannya, Sam tiba-tiba mengambilnya tanpa di minta.
“Ini alasan gue buntutin lo!” kata Sam sambil melangkah masuk ke dalam bus, membawa serta belanjaan Kirana yang sebenarnya tak seberapa itu.
“Aneh!” kata Kirana sambil geleng-geleng perlahan. Berdecak keheranan, lalu mengikuti langkah kaki Sam masuk ke dalam bus kota.
***
Nenek Kirana terkekeh mendengar cerita dari cucunya itu mengenai cowok aneh! Nenek lalu membantu merapikan beberapa peralatan Kirana yang masih terlihat berantakan. Hal itu membuat Kirana merasa keheranan kenapa neneknya begitu terkekeh saat dia bercerita.
“Ternyata, buah memang gak pernah jatuh jauh dari pohonnya!” kata nenek. Kirana semakin keheranan.
“Maksud nenek?”
Nenek menengok ke kanan dan ke kiri ruangan, seakan memastikan diri tak ada seorang pun yang mendengar perbincangan mereka.
“Kamu udah baca buku itu kan?” Kirana mengangguk pelan.
“Emang ada hubungannya?”
“Gak ada hubungannya tapi tentang ‘manusia tak jelas’ itu lah yang bikin semuanya sama percis!” ucap nenek sambil mencubit kecil hidung mancung cucu kesayangannya itu. Kirana hanya diam tak mengerti maksud dari ucapan sang nenek.
Kemudian Kirana kembali membuka buku harian Ayyana.
Diary, kamu masih inget kan soal cowok aneh berkacamata yang sempat aku ceritakan di awal-awal aku masuk SMA Sagara Nusantara?
Kirana menjeda bacaannya sekejap, seakan mengingat-ingat sesuatu. Lalu setelah dia ingat, dia melanjutkan kembali bacaannya.
Aku gak akan pernah menghilangkan title ku buat orang itu! Manusia Gak Jelas Abad Ini! Titik!
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1