Bisa ketemuan sebentar? Di kafe Mentari?
Sebaris kalimat yang Chayra terima dari pesan Whatsapp tersebut sontak membuat Chayra terkejut. Alditya tiba-tiba saja menghubungi Chayra kembali. Ia meminta Chayra bertemu di sebuah kafe dekat dengan rumah Chayra.
Setelah mendapat sebuah pesan singkat dari Alditya. Chayra menuju kafe dekat rumah. Tanpa pikir panjang, Chayra langsung menyetujui ajakan Alditya. Ia pun segera berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil baju terbaik yang akan ia kenakan.
Hampir lima belas menit Chayra menunggu kedatangan Alditya. Sesekali pandangan mata Chayra melirik pada jam dipergelangan tangan. Chayra menyipitkan mata, setelah seseorang yang sudah lama ia tunggu, akhirnya datang juga. Chayra melambaikan tangan, Alditya melangkah menghampiri Chayra.
Dan tidak lama, Chayra menatap kehadiran Alditya yang masih sama tidak ada yang berubah sedikit pun. Wajah yang tengil dengan rambut hitam yang kian hari kian panjang. Bahkan, sekarang rambut itu lebih panjang dari rambut Chayra sepertinya. Cowok itu pun duduk tepat dihadapan Chayra. Ia meletakkan sebuah buku yang sering dibawa oleh anak komunikasi tepat di atas meja.
Sikap Alditya terlihat aneh, beberapa kali ia membuang pandang ke arah luar kafe. Seakan sedang ditunggu oleh seseorang. Dan baru saja Alditya duduk sebentar ia langsung mengeluarkan sebuah amplop. Dan diberikannya amplop itu pada Chayra. Wajah Chayra tampak kebingungan kala Alditya memberikan sebuah amplop yang entah berisi apa.
"Gua gak bisa lama-lama. Jangan lupa baca suratnya," ungkap Alditya dengan wajah datar. Ia pun segera berdiri dari tempat duduk.
Kalimat yang dilontar 'kan Alditya itu membuat Chayra bertanya-tanya. Usai memberikan sebuah kertas Alditya, lalu pergi begitu saja tanpa berkata apa pun lagi.
"Tunggu!" sergah Chayra.
Chayra berlari kecil menyusul Alditya. Tetapi, Andrian berlalu dan memilih berjalan keluar dari kafe. Bahkan Alditya pun lupa dengan buku yang diletakkannya di atas meja. Beberapa kali Chayra menghalangi serta menahan Alditya untuk pergi namun, hal tersebut sia-sia.
Pada akhirnya, Chayra hanya bisa menatap punggung tegap Alditya yang semakin menjauh. Chayra kembali duduk di posisi sebelumnya. Chayra meraih buku milik Alditya, kemudian memasukkan buku tersebut ke dalam tasnya. Meskipun Alditya sudah menyakiti hatinya, namun Chayra itu tetap saja peduli dengan cowok tengil itu.
Chayra menarik napas sebelum. memilih untuk membuka surat pemberian Alditya.
To. Chayra
Kita putus ya, Ra?
Karena, sebab dari semua ini adalah cinta yang terburu-buru. Yang aku tahu sesuatu yang dilakukan dengan terburu-buru itu tidak baik. Jadi, ku harap kamu mengerti alasanku. Untuk mengatakan putus itu, karena cinta kita yang terkesan terburu-
buru.
Chayra mengigit bibir bawah, usai membaca surat pemberian Alditya. Matanya tak sanggup untuk menahan air mata. Pantas saja beberapa hari Alditya tidak ada kabar dan seakan menghilang begitu saja dari kehidupan Chayra.
Beberapa kali Chayra menghapus air mata yang keluar dari matanya. Chayra pun segera meremas surat pemberian Alditya. Dikepalnya surat tersebut dengan kencang. Dan segera ia berdiri, kemudian berjalan keluar kafe dengan mata sembab. Chayra tak peduli hal itu. Usai sampai di luar kafe, Chayra membuang kertas yang berisi surat pernyataan putus oleh Alditya ke dalam tong sampah.
Dengan perasaan kesal, surat tersebut Chayra buang ke dalam tong sampah. Kini, bukan hanya surat tersebut, tetapi seharusnya juga perasaan Chayra pada Alditya.
***
Chayra duduk terdiam pada sebuah bangku taman dekat kompleks rumah. Berkali-kali ia menarik napas panjang. Bagi Chayra, hal itu dapat sedikit mengurangi beban dipikirannya.
Pandangan Chayra terpaku manatap langit. Dan entah mengapa mata Chayra kembali berkaca. Chayra mulai menangis kembali, ia tidak sanggup menahan kepedihan hatinya saat ini.
"Lo, kenapa?"
Tiba-tiba saja seseorang menghapus air mata Chayra. Suara itu terdengar tidak asing dipendengaran Chayra. Chayra pun menolehkan kepala. Bibirnya terasa kelu untuk berucap. Namun, seseorang yang sekarang duduk di samping Chayra. Memandangi Chayra dengan penuh kelembutan.
Chayra menunduk tangisan nya semakin terisak. Tangan Tafila kembali menyentuh mata Chayra dengan pelan, menghapus air mata Chayra.
"Ra, lo kenapa? Siapa yang nakal sama lo, biar gua bales dia!" tanya Tafila dengan wajah tenang, tetapi menyelidik.
Usai mendengar pertanyaan Tafila, bukannya jawaban yang Tafila dapatkan, tetapi sebuah senyuman dari bibir mungil milik Chayra. Bibir yang Tafila tahu adalah senyuman kesedihan.
Sementara itu, Chayra masih menampak 'kan senyumannya. Tangan Chayra menghapus sisa-sisa air mata yang masih mengalir.
Hati Chayra terasa bergetar ketika mendengar pertanyaan Tafila. Meskipun ia telah lama tidak bertemu dengan Tafia, kedekatan perasaan di antara mereka masih terasa hangat.
"Gua ... gak apa-apa," ucap Chayra bergetar.
"Gua, gak yakin. Karena, gak apa-apa nya cewek adalah sebuah kebohongan."
Mendengar penuturan Tafila Chayra merasa tertohok. Memang benar apa yang Tafila katakan.
"Ya udah kalau ga mau cerita sekarang, gak apa-apa. Tapi, inget Ra. Mulai sekarang, gua akan selalu ada buat lo," ucap Tafila seraya mengusap lembut pucuk kepala Chayra.
"Sudah hampir magrib. Mau gua anter pulang? Tapi, gua gak bawa motor, kita jalan kaki aja, ya?" Chayra mengangguk, lalu tersenyum samar.
Setelah ajakan dari Tafila, Chayra setujui. Mereka kembali akrab. Mengingat setiap kejadian di masa lampau ketika mereka masih SD.
Sejak Chayra tahu jika Tafila adala ila teman masa kecilnya. Mereka tiba-tiba saja menjadi dekat. Entah karena dahulu pernah dekat sehingga mereka dengan mudahnya kembali akrab.
Ternyata semesta ingin mempertemukan dan mengakrabkan mereka kembali. Meskipun, sebenarnya mereka sudah bertemu. Tetapi, tidak tahu bahwa pernah ada dicerita yang sama.