Dua minggu setelah Alditya memutuskan Chayra. Tiba-tiba saja cowok itu datang ke rumah Chayra.
Pintu kamar Chayra diketuk oleh Namira. Ia sudah tahu Namira Mama nya akan mengatakan jika, Alditya datang. Sebab, suara motor Alditya sudah terdengar oleh Chayra. Chayra yang penasaran pun mengintip dari balik jendela.
"Sayang, ada yang nunggu kamu di depan."
Chayra yang sedang pura-pura asik di meja belajarnya langsung terhenyak. Menghentikan aktivitasnya. Dengan terpaksa, ia membuka pintu kamar.
"Siapa, Ma? Kak Alditya?" Namira mengangguk. Chayra berdecak pelan.
'Mau ngapain dia? Mau buat klarifikasi?'
"Chayra engga mau ketemu, Ma. Tolong bilangin ke Kak Alditya, kalau Chayra udah tidur."
Namira menghampiri anak tunggalnya itu. Membelai lembut rambut Chayra seraya berkata, "Kamu ada masalah, sayang?"
Chayra mengeleng. Ia tidak mau Mamanya pusing memikirkan permasalahannya.
"Engga kok, Ma." Chayra melirik buku-buku yang berserakan di meja belajarnya.
"Benar? Kata Alditya, dia mau ngomong penting."
Chayra membelalak usai mendengar penuturan Namira. Chayra segera menghampiri Alditya diikuti oleh Namira. Pandangan mata Alditya langsung tertuju pada Chayra ketika melihat seseorang turun dari lantai dua. Chayra meneguk salivanya, lalu menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Ia pun berdehem.
"Ada apa, Kak?"
Alditya terdiam. Ia melirik pada Namira. Namira yang sadar pun berkata, "Tante buatin minum dulu, ya?"
Setelah Namira berlalu Chayra pun duduk dengan ragu dan bertanya sebab kedatangan Andrian.
"Ada apa, Kak?"
"Buku gua ada sama lu, ya?"
Chayra sedikit mengernyit. Mengingat-ingat, namun ia sama sekali tidak ingat.
"Buku yang mana, Kak?"
"Buku gua. Yang tulisannya Pengantar Ilmu Komunikasi. Kalau ga salah waktu itu ketinggalan di meja, pas gua ketemu sama lo." Alditya menatap manik mata Chayra.
"Bukunya ada sama lo, ga?"
Chayra terdiam berperang dengan rasa kesal sekaligus marah mengingat kejadian seminggu yang lalu. Maksud hati ingin melupakan Alditya, sekarang orang yang menyebabkan hatinya patah berada tepat dihadapannya. Chayra sebenarnya ingin memukul-mukul Alditya mengunakan batal yang berada tepat di samping tubuhnya. Karena tidak ada rasa bersalah sedikit pun dari cowok itu.
"Ra?" Alditya melambaikan-lambaikan tangan di depan wajah Chayra. Membuat Chayra tersadar dari lamunan.
"O-oh buku Kak yang itu. Kenapa gak bilang di chat aja, biar gua kirim pake ojek online. Kenapa harus datang ke rumah, Kak?" jawab Chayra ketus.
"Gua udah chat lo. Tapi gak bisa. Lo ngeblokir gua 'kan?" jawab Alditya enteng.
Jawaban Alditya membuat Chayra geram. Chayra pun langsung berdiri dan berkata, "Ya udah bentar gua ambilin."
'Dasar nyebelin...'
'Manusia ga tau diri!'
Umpatan-umpatan rasa kekecewaan tersebut terlontar ketika, Chayra sudah berada di dalam kamar. Chayra mengambil buku milik Alditya dan tidak lupa ia, memukul-mukul buku milik Alditya sebagai pelampiasannya.
Sehabis melampias 'kan rasa kesal pada buku milik Alditya. Namira dan Andrian sudah berdiri seakan sudah menunggu seseorang.
"Lho Ra, kamu kok ga ganti baju? Alditya bukannya ngajak kamu jalan?"
Chayra mengerutkan kening, tidak mengerti dengan ucapan Mama nya. Kemudian, Chayra menatap Alditya meminta penjelasan.
"O ... Oh, ga apa-apa Tante. Kita cuma mau jalan-jalan dekat kompleks aja kok. Chayra pake baju seperti ini juga ga apa-apa," tukas Alditya.
"Yuk, Ra," ajak Alditya.
"Saya pamit ya, Tante." Alditya menyalami Namira.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam." Namira mengantar Alditya dan Chayra hingga sampai di depan pintu rumah.
Cowok berambut panjang itu lalu meminta Chayra segera naik ke atas motor. Setelah merasa Chayra sudah siap, Alditya menyalakan mesin motor. Melajukan motor dengan kecepatan sedang.
Chayra yang duduk di belakang Alditya hanya bungkam. Tidak tahu harus berkata apa. Ia lebih memilih untuk mengikuti apa pun yang Alditya ingin lakukan.
Motor Alditya telah berhenti tepat di sebuh kafe dekat kompleks rumah Chayra. Dengan sigap Chayra segera turun dari motor. Begitu pun Alditya.
"Ayo, masuk."
Alditya berjalan masuk ke dalam kafe meninggalkan Chayra. Chayra mengerucut 'kan bibir berusaha sabar.
Alditya dan Chayra makan dalam diam. Dilihat Alditya yang sedari tadi sibuk memainkan ponsel. Tidak sama sekali mengajak Chayra berbicara. Ketika mereka makan dalam diam, ponsel Alditya pun berbunyi. Alditya dengan cekatan mengelap bibir dan meraih ponselnya.
Alditya berdiri dari tempat duduknya. Berjalan menjauhi Chayra hanya untuk mengangkat telepon yang entah dari siapa. Sedangkan Chayra menjadi tidak napsu makan. Ia hanya memainkan makanan yang telah dipesan, sembari mengamati Alditya dari kejauhan. Tidak lama Alditya datang. Chayra pura-pura mengalihkan pandangan.
"Gua, gak bisa lama-lama. Lo, udah 'kan makannya?"
"Ha?" ucap Chayra yang terkejut dengan perkataan Alditya. Namun, ia langsung menjawab pertanyaan Alditya.
"Oh ... Udah kok, udah!"
Dan Alditya segera mengajak Chayra untuk kembali pulang. Padahal belum ada waktu setengah jam mereka sudah kembali lagi.
Alditya mengendarai motor sport warna hitam dengan kecepatan yang cukup cepat menuju rumah Chayra. Membuat Chayra yang berada di belakang boncengan Alditya berpegangan erat pada jok belakang motor Alditya karena, tidak tahu mau berpenggan di mana.
"Ini buku lo, kak. Makasih udah anterin gua balik." Chayra memberikan sebuah goodybag berwarna hitam yang berisi buku milik Alditya. Dan lantas pergi masuk ke dalam rumah begitu saja.
***
Malam sudah larut. Maksud hati Tafila ingin memberikan sebuah martabak manis pada Chayra. Niat itu Tafila urungkan. Ketika ia melihat Alditya, sosok yang Chayra benci.
Tafila melihat wajah kekecewaan Chayra usai ia turun dari motor milik Alditya. Mendadak Tafila menjadi marah dan hatinya terasa tersayat. Untuk apa cowok brengsek itu bertemu Chayra lagi?
Selepas Alditya mengantar Chayra. Tafila mengikuti Alditya diam-diam dari belakang, sehingga Alditya tidak mengetahui jika ada seseorang yang sedang mengikutinya.
Dengan gerakan cepat yang entah bagaimana. Tafila sudah menghadang Alditya menggunakan motornya. Membuat motor sport hitam Alditya berhenti mendadak.
Tafila tidak melepas helm yang dikenakan. Ia turun dari motor kemudian, menghampiri Alditya. Tafila mencoba menahan amarah yang telah memuncak. Tangan Tafila menarik jaket hoodie yang Alditya kenakan.
Satu pukulan mendarat dengan kencang. Alditya terkejut, tanpa persiapan dan terjatuh. Darah segar mengalir sedikit di sudut bibir Alditya. Ia meringis kesakitan.
"lo, siapa? Maksud, lo apa!" protes Alditya. Ia tampak menahan kekesalan. Napas Alditya memburu.
"Lo, ga perlu tau gua siapa. Yang jelas karena lo, udah nyakitin Chayra. Lo berurusan dengan gua!"
Dengan tenaga yang masih tersisa Alditya berusaha berdiri. Manik mata Alditya dan Tafila saling beradu tajam. Alditya melepas helm yang Tafila gunakan, lalu melempar kesembarang arah. Alditya tidak terima dengan perlakuan Tafila. Ia pun membalas pukulan Tafila.
Tafila membelalak. Tidak mau kalah, mengingat air mata Chayra. Tafila sekali lagi memukul Alditya. Kali ini mengarah pada bagian perut.
Sehabis melakukan hal itu, Tafila lekas memungut helm yang sempat dibuang oleh Alditya. Kemudian, melangkah kembali ke motor. Tafila tersenyum sinis melihat Alditya menatapnya penuh rasa marah, tetapi tidak bisa membalas lantaran pukul Tafila yang cukup kencang. Membuatnya kesulitan untuk berdiri. Tanpa memedulikan kesakitan Alditya—Tafila menjalankan motornya. Pergi meninggalkan Alditya begitu saja.