Loading...
Logo TinLit
Read Story - Story Of Chayra
MENU
About Us  

Rasa

 

Yang mulai tumbuh saat it

 

Yang awalnya hanya sebuah biji

 

Kini telah tumbuh menjadi sebuah pohon kecil

 

Dan mungkin akan bertambah besar

 

♡♡♡

 

Alditya menepuk bagian sisi sebelah kanan yang masih tersedia untuk Chayra duduk. Pandangan mata Chayra mengerti maksud Alditya. Ia pun duduk dengan cangung di samping Alditya.

Mereka duduk diselasar yang berada di tengah-tengah lahan sekolah menengah kejuruan Kartini. Alditya mengibaskan topi yang ia kenakan untuk menghilangkan rasa gerah ditubuhnya. Chayra tampak memperhatikan Kak Fadi dengan serius. Bagi Chayra, ternyata belajar sejarah seperti ini sangat menyenangkan. Andai saja waktu SMA, belajar sejarah bisa semenyenangkan seperti ini.

"Sekolah Kartini dibuka pada tahun 1913 oleh Nyi Abdurrahman, istri
Bupati Meester Cornelis, melalui Bataviasche Kartini School Vereniging. Ada beberapa sekolah yang sama didirikan di kota-kota besar di Jawa seperti
di Rembang dan Semarang, sebagai bentuk untuk memajukan pendidikan bagi kamu wanita Bumiputra pada masa itu," ucap Kak Fadi melalui pengeras suara speaker yang ia bawa.

Chayra menopang dagu dengan sebelah tangannya. Sementara itu, Alditya yang tidak sengaja melihat raut wajah Chayra yang sangat serius. Diam-diam membidik Chayra dengan kamera mirrroless-nya. Tiga hasil foto Chayra berhasil ia ambil. Dan Chayra masih tidak menyadari bahwa seseorang sudah memotret-nya diam-diam.

Hampir satu jam Chayra, Andrian dan para rombongan singgah di SMK Kartini. Terik matahari siang yang terasa sangat panas kala itu. Membuat mereka betah berlama-lama duduk di selasar atau pendopo sekolah Kartini.

Alditya kembali membagi Chayra, kali ini Alditya memberikan Chayra sebuah roti. Chayra mengelengkan kepala. Chayra tidak lapar, hanya saja ia merasa sangat haus seperti orang yang sedang berpuasa.

Setelah Kak Fadi memberikan informasi mengenai sekolah Kartini dan semua orang mendengarkan dengan antusias. Sekarang Kak Fadi mengajak para rombongan ke sebuah jembatan merah. Melewati jalan bernama Pangeran Jayakarta, jembatan merah berada.

Alditya merasa lelah berkeliling. Begitu juga dengan Chayra. Ternyata jarak yang mereka tempuh dari titik awal yakni stasiun Sawah Besar sampai Jembatan Merah sangat jauh sekitar 1,7 km. Dan waktu yang ditempuh hampir dua jam.

Chayra menarik napas panjang, ia kembali menyeka keringat didahi serta pelipisnya. Kaki Chayra mulai terasa pegal, rasanya ingin lepas.

"Capek ya?" tanya Alditya.

Chayra menolehkan kepalanya menatap Alditya. "Engga kok."

"Jangan bohong. Kalau cape bilang." Chayra tersenyum kikuk.

Chayra melihat beberapa orang dari rombongan Jakarta kepo ada yang melipir di sebuah mini market. Alditya pun mengajak Chayra untuk menepi.

"Mampir mini market yuk!" Alditya menari lengan Chayra tanpa persetujuan dengan santai.

Saat masuk ke dalam mini market, udara sejuk dan dingin langsung menerpa tubuh Chayra. Chayra tersenyum senang. Ia pun menuju tempat minuman dingin berada. Chayra tahu bahwa tidak baik untuk kesehatan meminum muniman dingin setelah berjalan atau berlari dengan jarak yang cukup jauh. Tapi, mau bagaimana lagi rasa lelah dan haus mengalahkan segalanya.

Chayra mengambil sebuah pocari sweet. Minuman penganti cairan tubuh, slogan dari merk tersebut. Usai mengambil minuman. Chayra terlihat mencari keberadaan Alditya. Ia beberapa kali memutari rak di mini market mencari Alditya yang ternyata sedang berdiri tepat di depan AC mini market bersama Sena.

'Duh, manusia ini.'

Chayra memutuskan untuk membayar pocari sweet yang baru ia ambil ke kasir. Setelah itu, Chayra memilih untuk keluar dari mini market.

"Ra, mau kemana?" teriak Alditya yang melihat Chayra.

"Sini dulu."

Chayra memutar bola matanya. Ia melangkah dengan terpaksa menghampiri Alditya, karena Sena menatapnya tidak berkedip.

"Kenapa Kak?"

"Ga apa-apa. Sini aja ngadem, di luar panas," ucap Alditya.

"Kalian satu kelas? Kok gua baru liat Chayra ya?" Alditya dan Chayra saling pandang.

"Engga. Dia gak sekelas sama gua,  beda fakultas juga."

"Oh—" Sena terlihat mengangguk-anggukan kepala seraya mengusap dagu.

"Pantesan gua gak pernah liat. Kok lo bisa kenal Alditya sih Ra?  Mau juga lagi temanan sama dia."

"Hah?"

"Iya, lo kok mau temanan sama manusia playboy macam Alditya sih?"

"Sialan lo!" Alditya memukul pelan lengan Sena.

"Bercanda, Bro."

"Jangan dengerin Sena, gak bener. Otaknya suka gak sinkron."

"Hahaha.."

"Nah itu kan... Sekarang malah ketawa, padahal gak ada yang lucu," bisik Alditya pada Chayra. Chayra menatap Sena aneh.

"Eh, lo bilang apaan sama dia.."

"Bukan apa-apa. Ya gak Ra?"  Alditya melirik Chayra. Chayra mengangguk tidak enak.

"Ya udah yuk lanjut jalan. Kak Fadi udah duluan noh." Sena terlihat kebingungan sebab, beberapa orang sudah pergi meninggalkan mini market.

Alditya, Sena dan Chayra keluar dari dalam mini market. Sena dapat sedikit bernapas lega. Ternyata Adi dan Wira masih duduk-duduk santai di depan mini market.

"Gua sampai di sini aja Sen. Kasian Chayra, kayaknya dia cape banget."

Sena beralih menatap Chayra. Raut wajahnya sudah memerah dan lelah. Ia pun mengerti Alditya.

"Ya udah ga apa-apa. Kasian juga Chayra."

"Kak, gua gak apa-apa kok," tutur Chayra pelan.

"Sett.. Udah ikut gua ajak ya," bisik Alditya tepat di telinga Chayra.

"Lo pamitan dulu sama Adi dan Wira."

"Lo tunggu di sini," ucap Alditya.

"Bro, gua duluan ya."

"Mau kemana lo, tumben?" jawab Adi, ia menyesap rokok dari tangan kanannya.

"Teman gua kasian. Kayaknya udah gak kuat." Adi dan Wira menatap Chayra.

"Oke deh Bro. Hati-hati ya!"

Alditya lantas menyalami Sena, Wira dan Adi untuk berpamitan. Kemudian, ia segera mengajak Chayra pergi dari mini market.

***

 

"Duduk di sana aja yuk," ajak Alditya.

Alditya menujuk pada sebuah tenda di mana terdapat banyak bangku yang berjajar. Chayra menuruti ajakan Alditya. Mereka pun duduk di sana dengan nyaman.

Alditya sesekali menyisir rambut dengan jemari. Setelah rambutnya berantakan menghalangi mata terlebih ketika sedang berjalan tadi. Sekarang Alditya dan Chayra menepi di Museum Fatahillah. Setelah berpanas-panasan menyusuri jalan pangeran Jayakarta, menaiki angkutan umum dan akhirnya mereka sampai di museum Fatahillah.

"Mau pesan apa? Biar gua pesenin," ucap Alditya.

Chayra menyisir pandangan menatap beberapa stand makan yang berdiri. Ada tahu gejrot, bakso, mie ayam, dawet ayu, cendol, bahkan kerak telur.

"Mau mie ayam aja Kak."

"Minumnya?"

"Es teh manis aja."

Alditya lalu berdiri. Berjalan menuju stand mie ayam yang tersedia.

"Pak, mie ayamnya dua ya. Sama es teh manisnya juga dua."

Bapak penjual mie ayam mengangguk mengerti. Alditya asik mengamati daftar menu yang ada.

"Ada lagi yang mau dipesan?"

Alditya tersadar ketika penjual mie ayam berbicara. "Kenapa Pak?"

"Ada yang mau dipesan lagi?"

"Oh, engga Pak."

"Tunggu saja di bangku depan. Nanti saya antar," jawab Bapak penjual mie ayam.

"Oh—" Alditya mengaruk tengkuknya karena malu. "Iya Pak. Terima kasih. Saya tunggu."

Setelah memesan, Alditya melangkah kembali menuju Chayra. Alditya duduk mengamati setiap kegiatan yang terjadi. Ada anak-anak kecil yang berlari ke sana kemari, penjual yang sibuk mengantarkan pesanan dan para remaja yang asik berfoto ria.

Melihat para remaja yang wajahnya semringah saat berfoto. Alditya pun berniat mengabaikan setiap moment di museum Fatahillah. Terlihat menarik. Ia mengambil kamera mirrroless yang berada di dalam tas.

Chayra menoleh, dengan cepat Alditya membidik Chayra.  Wajah Chayra begitu lucu ketika dipotret tadi.


"Liat dong Kak?" Alditya melirik Chayra sekilas.

"Engga ah."

Chayra menekuk wajahnya terang-terangan. Ia kesal karena Alditya memotret-nya tiba-tiba. Sedangkan Alditya malah senyum-senyum sendiri menatap layar kamera.

Chayra pun mengambil paksa kamera milik Alditya. Alditya melotot kesal, tetapi Chayra membalas menjulurkan lidah.

"Liat Kak." Chayra tersenyum ramah pada Alditya. Alditya membalas senyuman tersebut dan menepuk-nepuk pucuk kepala Chayra pelan.

Tidak lama mie ayam yang dipesan oleh Alditya datang ke meja mereka.

"Permisi Mas, ini pesanannya."

"Oh iya Pak. Terima kasih," ucap Alditya, sambil memberikan seulas senyum pada pejual mie ayam.

***

 

Suasana sudah menjelang sore. Alditya memutuskan untuk mengajak Chayra pulang. Takut-takut di jam-jam sore apalagi hari minggu. Kereta comuterline ramai.

Alditya merangkul pundak Chayra, mereka berdua sedang menunggu kereta comuterline arah Bogor. Sepuluh menit waktu untuk menunggu kereta datang. Alditya dan Chayra melangkah bersama masuk ke dalam kereta.

"Abis ini kita pulang ya? Atau pergi kemana lagi?" tanya Alditya disela keheningan di antara mereka.

Chayra memandang mata Alditya. "Pulang aja Kak."

"Oke."

Pandangan mata Alditya tidak bisa lepas melihat Chayra. Membuat Chayra menjadi salah tingkah. Jantungnya berdebar kencang dan tubuh Chayra terasa menghangat hingga ke pipi. Chayra menundukkan kepala, ia takut jika Alditya melihat pipinya yang mungkin sudah memerah.

Malam ini setelah melewati hari yang terasa lelah. Chayra akhirnya bisa pulang ke rumah. Ia tampak duduk di atas motor matik berwarna hitam milik Andrian. Baru kali ini  Chayra merasa energi yang ia miliki terasa habis. Seperti baterai ponsel yang harus segera di charger. Keluar dari zona nyaman memang butuh pengorbanan.

Sedari tadi perasaan dan debar jantung Chayra mendadak aneh. Ia menjadi terus-menerus senyum sendiri dengan segala tingkah dan perilaku Alditya.

Chayra terus memperhatikan punggung Alditya. Tanpa sadar motor yang Alditya kendarai sudah sampai di depan rumahnya. Segera Chayra melepas helm yang dikenakan.

Ketika Chayra sudah turun dari motor dan memberikan helm tersebut pada Alditya. Alditya tiba-tiba memegang kedua pergelangan tangannya.

"Ra, gua mau ngomong sesuatu sama lo."

Mata Chayra berkali-kali mengedip pelan. Tangannya mulai terasa panas.

"Iya. Ngomong aja Kak."

"Gua, suka sama lo. Lo mau gak jadi pacar gua?"

Iris mata Alditya menatap mata teduh milik Chayra. Berharap cewek dihadapanya ini, menerimanya.

"Ha? Gimana Kak?" ulang Chayra. Takut-takut ia salah mendengar.

"Gua, suka sama lo. Lo mau gak jadi pacar gua?"

Chayra memilin pelan jaket yang ia kenakan. Chayra mengigit bibir bawahnya. Ia bingung harus menjawab apa. Jujur saja rasanya terlalu cepat bagi Chayra.

"Kalau  masih bingung. Lo boleh kok, pikir-pikir dulu," tutur Alditya.

Chayra mengangguk pelan. Setelah mengangguk lalu, Chayra menjawab dengan nada pelan.

"Iya gua mau Kak."

Usai mendengar suara dari Chayra. Alditya langsung senyum-senyum tidak jelas. Terlihat salah tingkah. Ia berkali-kali menatap Chayra.

"Ya udah gua pulang dulu ya?"

"Engga mampir Kak?"

"Kapan-kapan deh ya. Udah malam. Ya udah kamu masuk ya, istirahat," ucap Alditya. Chayra mengangguk. Alditya langsung mengenakan helm fullface dan melajukan motornya.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kala Saka Menyapa
12235      2888     4     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
Surat untuk Tahun 2001
5409      2198     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Luka Adia
827      503     0     
Romance
Cewek mungil manis yang polos, belum mengetahui apa itu cinta. Apa itu luka. Yang ia rasakan hanyalah rasa sakit yang begitu menyayat hati dan raganya. Bermula dari kenal dengan laki-laki yang terlihat lugu dan manis, ternyata lebih bangsat didalam. Luka yang ia dapat bertahun-tahun hingga ia mencoba menghapusnya. Namun tak bisa. Ia terlalu bodoh dalam percintaan. Hingga akhirnya, ia terperosok ...
Semu, Nawasena
9863      3119     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
A Story
311      248     2     
Romance
Ini hanyalah sebuah kisah klise. Kisah sahabat yang salah satunya cinta. Kisah Fania dan sahabatnya Delka. Fania suka Delka. Delka hanya menganggap Fania sahabat. Entah apa ending dari kisah mereka. Akankah berakhir bahagia? Atau bahkan lebih menyakitkan?
Peri Untuk Ale
5679      2329     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang
JANJI 25
48      41     0     
Romance
Pernahkah kamu jatuh cinta begitu dalam pada seseorang di usia yang terlalu muda, lalu percaya bahwa dia akan tetap jadi rumah hingga akhir? Nadia percaya. Tapi waktu, jarak, dan kesalahpahaman mengubah segalanya. Bertahun-tahun setelahnya, di usia dua puluh lima, usia yang dulu mereka sepakati sebagai batas harap. Nadia menatap kembali semua kenangan yang pernah ia simpan rapi. Sebuah ...
Me & Molla
557      331     2     
Short Story
Fan's Girl Fanatik. Itulah kesan yang melekat pada ku. Tak peduli dengan hal lainnya selain sang oppa. Tak peduli boss akan berkata apa, tak peduli orang marah padanya, dan satu lagi tak peduli meski kawan- kawannya melihatnya seperti orang tak waras. Yah biarkan saja orang bilang apa tentangku,
Kutunggu Kau di Umur 27
4997      2027     2     
Romance
"Nanti kalau kamu udah umur 27 dan nggak tahu mau nikah sama siapa. Hubungi aku, ya.” Pesan Irish ketika berumur dua puluh dua tahun. “Udah siap buat nikah? Sekarang aku udah 27 tahun nih!” Notifikasi DM instagram Irish dari Aksara ketika berumur dua puluh tujuh tahun. Irish harus menepati janjinya, bukan? Tapi bagaimana jika sebenarnya Irish tidak pernah berharap menikah dengan Aks...
Perverter FRIGID [Girls Knight #3]
1502      654     1     
Romance
Perverter FIRGID Seri ke tiga Girls Knight Series #3 Keira Sashenka || Logan Hywell "Everything can changed. Everything can be change. I, you, us, even the impossible destiny." Keira Sashenka; Cantik, pintar dan multitalenta. Besar dengan keluarga yang memegang kontrol akan dirinya, Keira sulit melakukan hal yang dia suka sampai di titik dia mulai jenuh. Hidupnya baik-baik saj...