Loading...
Logo TinLit
Read Story - Story Of Chayra
MENU
About Us  

Alditya memiringkan kepala menatap Chayra yang saat itu asik mengamati pemandangan dari dalam kereta. Chayra yang merasa diamati menolehkan kepalanya.

"Kenapa Kak?"

"Engga papa."

Jemari  Alditya masih mengengam tangan Chayra. Selama di perjalanan menuju stasiun Sawah Besar. Suasana saat itu, tampak ramai membuat tubuh mereka saling berdesak-desakkan.

Beberapa kali Chayra mengatur napas. Jarak tubuh di antara mereka semakin dekat, lantaran banyaknya orang-orang yang akan menaiki kereta comuterline. Dari setiap stasiun di mana kereta berhenti selalu ada orang yang akan naik.

Alditya mengajak Chayra menyelinap di antara orang-orang yang saat itu, menaiki comuterline. Ia perlahan, namun pasti mengucap kata permisi kebeberapa orang agar mereka memberi jalan. Sebab Alditya dan Chayra sebentar lagi akan tiba di stasiun Sawah Besar.

Alditya semakin mengengam erat tangan Chayra. Chayra tidak menolak sedikit pun karena, ia takut hilang jika Alditya tidak mengengam tangannya.

"Yuk!"

Usai Alditya berkata. Pintu kereta pun terbuka. Alditya dan Chayra yang saat itu sudah berdiri di depan pintu langsung melangkah keluar. Mereka sempat terdiam di tengah peron yang sepi. Sebelum akhirnya Alditya mengajak Chayra duduk pada sebuah bangku yang tersedia.

"Tunggu sebentar ya. Gua nunggu orang."

Chayra mengangguk. Ia mengerakkan sepatu mengesek lantai peron sembari menatap ke arah peron seberang.

"Apa kabar bro!" sahut Sena menepuk pundak dan menyalami Alditya.

"Alhamdulillah Baik."

Sena merupakan teman SMA Alditya. Orang yang pertama kali memperkenalkan komunitas Jakarta kepo kepada Alditya.

Dari sinilah Alditya menjadi sangat menyukai sejarah. Bagi Alditya belajar sejarah tidak hanya dari buku sejarah ataupun berkunjung ke museum. Tetapi, dengan bergabung dan mengikuti komunitas seperti Jakarta kepo bisa menjadi pilihan untuk belajar sejarah yang berbeda. Istilahnya jalan-jalan sambil belajar sejarah.

"Lo sama siapa?" lirik Sena kepada Chayra yang sekarang asik dengan ponsel pintarnya.

"Teman."

"Ah masa? Gua kira pacar lo!" Sena tertawa kencang. Membuat Chayra melihat ke arahnya.

"Belum," bisik Alditya.

"Hoo, belum. Berarti ada niat buat dijadiin pacar dong?" Sena tersenyum geli mendengar ucapan Alditya. Alditya memukul kecil bahu Sena.

"Ah, lo!"

"Ya udah yuk. Kenalan dulu."

Sena mengangguk. Alditya dan Sena berjalan menghampiri Chayra. Ia dan Alditya lantas menghampiri Chayra dan berdiri di depan Chayra.

"Ra, kenalin ini Sena teman SMA gua," tutur Alditya.

Chayra menghentikan bermain ponsel. Ia segera memasukkan ponsel ke dalam tas dan mendongakkan kepala.

"Kenalin, gua Sena Pratama. Kalau lo?"

"Saya Chayra. Salam kenal Kak."

Sena tersenyum ramah.
Mereka pun saling bersalaman. Sena menatap lekat Chayra. Membuat Alditya langsung menepis tangan Sena dari tangan Chayra.

"Ya udah yuk kita kumpul."

Alditya merangkul Sena dan mengajaknya menuruni tangga untuk sampai di pintu keluar stasiun. Alditya mengabaikan Chayra. Chayra mendegus kesal dalam diam. Chayra berjalan mengikuti ke mana Alditya dan Sena pergi di belakang. Dengan wajah ditekuk dan memilin tali tas sling bag-nya. Namun, saat itu Alditya langsung berhenti seperti terlupa sesuatu.

"Eh, bentar. Kok elo sih yang gua gandeng?" ucap Alditya kesal.

Ia menolehkan kepala ke belakang. Melihat Chayra yang masih berjalan menuruni tangga. Alditya menepuk keningnya. Bagaimana ia bisa lupa jika ia mengajak Chayra.

'Bodoh banget gua.'

Alditya menunggu Chayra menuruni tangga. Setelah Chayra sampai ia pun mengengam tangan Chayra. Tangan Chayra segera beralih dari tasnya. Sena hanya terdiam.

Mereka pun berjalan menuju pintu keluar stasiun tepatnya di depan sebuah mini market yang berada di dalam stasiun. Meng-tap kartu kereta untuk bisa keluar dari stasiun.

"Udah ramai ternyata. Gua kira bakal ngaret," ucap Sena. Ia pun melangkahkan kaki menuju kerumunan orang yang sudah berdiri di depan sebuah mini market.

"Hey Bro!" Sena menyapa seorang pria.

"Hey! Baru datang?" Sena mengangguk sebagai jawaban.

"Kita ke sana yuk?" Alditya tiba-tiba membuka suara mengajak Chayra menghampiri Sena.

"Engga deh Kak. Saya di sini aja Kak."

"Beneran engga mau? Mereka gak makan orang kok."

Chayra tersenyum simpul. "Kakak aja yang ke sana. Saya di sini aja."

"Lo tunggu di sini ya. Gua ke sana bentar ya?" Izin Andrian pada Chayra.

"Iya Kak."

Alditya menghampiri Sena. Pria yang Chayra tidak ketahui namanya tersebut melihat dan menyapa Alditya dengan senang hati. Mereka pun berbicang sangat akrab.

Sementara itu Chayra berdiri sendirian. Seperti anak hilang. Ia hanya bisa mengamati beberapa orang yang sedang berbincang cukup akrab.

"Hai, kamu sendirian aja?" Seseorang menyapa Chayra. Ia sudah berdiri di samping Chayra.

"Eh, hai Kak."

Chayra tersenyum manis pada seorang perempuan berhijab yang baru saja menyapanya. Perempuan tersebut sangat cantik terlebih jika ia tersenyum. Lesung pipi yang ada di pipi kanan dan kiri langsung tercetak dengan jelas.

"Nama kamu siapa?"

"Nama aku, Chayra Kak. Kalau Kakak?"

"Nama aku Gendis." Gendis menyalami Chayra. "Sepertinya saya baru lihat kamu?"

Chayra menatap Gendis berbicara. "Saya baru ikut Kak. Baru pertama kali."

"Oh, pantas."

"Kakak udah lama ikut?"

Gendis menoleh melihat ke arah Chayra. Ia yang saat itu sedang membuka sebuah onigiri. Makanan khas Jepang berupa nasi kepal berbentuk segitiga. Yang ia beli di mini market.

"Belum. Saya juga baru. Ini yang kedua kalinya saya ikut." Gendis melanjutkan membuka onigiri-nya.

"Kamu mau?"

Chayra mengelengkan kepala, ketika Gendis menawari onigiri yang hentak dia makan. Karena Chayra tidak mau, Gendis pun melahap sendiri onigiri yang baru saja ia beli.

"Biasanya saya ikut di Eksplor Yuk. Sama kaya Jakarta kepo, cuma beda nama aja."

Chayra terlihat antusias ketika mendengar Gendis. "Kalau di sana udah kemana aja Kak?"

"Jangan Kak. Aku masih kuliah lho,  semester lima. Panggil nama aja," ungkap Gendis. Chayra tersenyum kikuk sambil mengangguk.

"Aku semester tiga Kak."

"Walah lebih muda setahun ternyata! Ya udah ga apa-apa deh." Gendis sesekali melahat onigirinya.

"Hehe.. Iya Kak."

"Oh iya. Tadi sampai mana?"

"Oh itu.. Di eksplor yuk, udah kemana aja Kak?"

"Oh, banyak. Kamu tau pasar lama yang ada di Tangerang?" Chayra mengeleng. Gendis terlihat tertawa.

"Saya pernah ke sana. Di sana banyak orang Tionghoa. Ada vihara, museum dan masjid berakulturasi Cina."

"Wah seru itu Kak!"

"Tentu. Apalagi kalau ke Pantjoran Tea House atau petekoan, tempat minum teh bergaya tradisional Cina. Di sana bisa minum teh gratis, lho!"

"Oh ya, Kak?" Gendis mengangguk bersemangat. "Iya, kalau kamu tertarik bisa ke sana. Di daerah glodok."

Chayra antusias dengan semua cerita dari Gendis. Terlihat sangat menarik. Bertahun-tahun ia tinggal di Jakarta namun, tak banyak hal yang diketahui mengenai Jakarta. Chayra bersandar pada dinding mini market. Sebab, merasa lelah berdiri sejak tadi.

Tidak lama terlihat Alditya berjalan ke arah Chayra. Ternyata sudah lewat beberapa menit, Alditya izin kepada Chayra. Beruntungnya ada Kak Gendis yang menyapa serta mengajaknya berbicara. Kalau tidak Chayra seperti seonggok patung.

"Ra, yuk ke sana. Seperti sudah mau mulai."

Alditya melirik pada sekumpulan orang yang berjumlah sekitar lima belas orang. Chayra membenarkan posisi berdirinya.

"Eh, iya Kak."

"Ya udah yuk?" ajak Alditya.

Chayra mengangguk. "Ayo, Kak Gendis."

Mereka pun berajak menuju kerumunan. Jam menujukkan pukul setengah sepuluh. Sebelum komunitas Jakarta kepo memulai perjalanan, tidak pula memperkenalkan diri satu dengan lain agar saling mengenal.

"Saya Sena, dari Jakarta Selatan. Salam kenal."

"Saya Gendis dari Jakarta Pusat tepatnya di pademangan. Salam kenal."

"Saya Alditya dari Jakarta Timur. Salam kenal."

"Saya Chayra dari Bekasi. Salam kenal."

"Wida akra, dari Jakarta Selatan. Salam kenal ya."

Usai saling memperkenalkan diri dengan beberapa orang yang cukup banyak. Kak Fadi yang merupakan kontibutor dari Jakarta Kepo pun mengajak kami ke sebuah Masjid Lautze. Masjid dengan budaya Tionghoa. Yang letaknya berada di utara, tidak jauh dari stasiun Sawah Besar. Jaraknya yang ditempuh sekitar lima menit.

"Di sini adalah masjid Lautze. Masjid yang didirikan oleh H. Karim Oei. Yang bertujuan sebagai dakwah mempernalkan agama Islam—" tutur Kak Fadi.


Chayra saat itu tidak dapat mendengar dengan jelas penuturan Kak Fadi. Karena, banyaknya orang yang mengelilingi Kak Fadi membuat Chayra tidak bisa seenaknya menyelinap berdiri di dekat Kak Fadi.

"Ra, Foto dulu yuk!" ucap Alditya.

Alditya yang saat itu sudah mempersiapkan membawa sebuah kamera mirrroless meminta tolong pada Gendis untuk mengambil potret mereka berdua. Selepas itu, kini Chayra dan Gendis yang di foto oleh Alditya.

Chayra, Alditya dan Gendis segera berlari, lantaran rombongan mereka telah kembali melanjutkan perjalanan. Keringat mulai membasahi pelipis Chayra. Ia menyeka keringat tersebut dengan punggung tangan.

Setelah berjalan sekitar 500 meter dari Masjid Lautze. Sekarang mereka sudah sampai di tempat kedua yaitu Vihara Tri Ratna. Terlihat bangunan Vihara yang cukup luas di dalamnya terdapat lilin-lilin, dupa serta patung-patung Dewa.

Jalanan Jakarta cukup terik membuat para rombongan harus menepi, mencari tempat yang cukup rindang. Chayra kembali menyeka keringatnya. Alditya memperhatikan Chayra, otomatis Chayra mengalihkan pandangan.

"Nih, diminum dulu."

Chayra melirik botol air mineral yang tampak basah. Mungkin Alditya saat itu mengambilnya dari dalam kulkas. Chayra memilih mematung.

"Ini buru diterima. Gua tau lo haus."

"Makasih Kak."

Chayra membuka tutup botol air mineral dan meminum. Hampir setengah botol Chayra meminum air mineral itu.

"Klenteng atau Vihara Tri Ratna didirikan pada tahun 1761, melalui bukti prasasti yang sekarang berada di pintu masuk klenteng. Beberapa pengusaha kaya menyumbang untuk pendirian klenteng
ini, sebagai bentuk bukti bahwa mereka masih menghormati para
leluhurnya yang dimakamkan di tempat ini."


Alditya kembali beraksi dengan kamera yang ia bawa. Ia memotret beberapa hal yang dianggapnya menarik dan penting. Sedangkan Chayra memutuskan untuk duduk santai di dekat pintu masuk Vihara bers Gendis. Tiba-tiba seseorang duduk di sampingnya. Ia tersenyum ramah pada Chayra. Chayra pun membalas senyuman itu.

"Sendirian?" Chayra menoleh pada seorang perempuan yang duduk di sampingnya.

"Engga sama teman Kak."

"Oh. Orang mana?"

"Bekasi, Kranggan. Kakak?"

"Jaksel. Pasar minggu. Tau?"

"Tau Kak." Perempuan itu tampak tersenyum.

"Kenalin gua, Zahra.."

"Chayra."

"Kamu kuliah atau udah kerja?" tanya Zahra hati-hati.

"Kuliah Kak."

"Semester?"

"Tiga Kak. Kalau Kakak?"

"Kuliah semester akhir. Oh iya... Kamu kuliah di mana, jurusan apa?"

"Di kampus Merah Putih Kak, jurusan Geografi. Kakak?"

"Wah keren! Kalau gua di IKJ, jurusan Film dan televisi."

Setelah cukup lama berbincang. Lantas pandangan mereka beralih. Obrolan Chayra dan Zahra harus terhenti. Perjalanan kembali berlanjut. Setelah Kak Fadi merasa sudah cukup untuk beristirahat. Kak Fadi mengajak kami dan beberapa teman lain melanjutkan perjalanan ke SMK Kartini. Letaknya tidak jauh dari Vihara Tri Ratna. Sekitar tiga menit.

Chayra mengikat rambut sebahunya. Alditya mendekati Chayra, mereka berdua berjalan bersisian. Alditya menatap Chayra, sudut bibirnya melengkung.

"Masih kuat ga?" tanya Alditya disela-sela mereka melangkah.

"Masih kok."

"Beneran?"

Alditya membalikkan tubuh, kepalanya di hadapan Chayra. Membuat Chayra langsung berhenti dan melangkah mundur. Tangan Chayra tanpa sengaja mendorong tubuh Alditya. Chayra paling tidak suka jika diperhatikan dalam jarak yang sangat dekat. Apalagi wajah seseorang tepat di depan wajahnya.

"Iya beneran."

Chayra menjadi salah tingkah akibat ulah Alditya. Untung saja mereka berdua berada di barisan paling akhir. Tidak ada yang melihat, kalau pun ada ya paling juga bapak-bapak tukang ojek pengkolan.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Lantas?
41      41     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
Asa
4761      1421     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Premium
Ilalang 98
7084      2219     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...
LINN
13698      2059     2     
Romance
“Mungkin benar adanya kita disatukan oleh emosi, senjata dan darah. Tapi karena itulah aku sadar jika aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak menyesakarena kita harus dipertemukan tapi aku menyesal kenapa kita pernah besama. Meski begitu, kenangan itu menjadi senjata ampuh untuk banggkit” Sara menyakinkan hatinya. Sara merasa terpuruk karena Adrin harus memilih Tahtanya. Padahal ia rela unt...
HOME
336      250     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
GEANDRA
444      357     1     
Romance
Gean, remaja 17 tahun yang tengah memperjuangkan tiga cinta dalam hidupnya. Cinta sang papa yang hilang karena hadirnya wanita ketiga dalam keluarganya. Cinta seorang anak Kiayi tempatnya mencari jati diri. Dan cinta Ilahi yang selama ini dia cari. Dalam masa perjuangan itu, ia harus mendapat beragam tekanan dan gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apakah Gean berhasil mencapai tuj...
29.02
445      238     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Moment
326      278     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...
Peri Untuk Ale
5680      2329     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang
Camelia
592      333     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri