Kamu adalah sejuta kata yang tak pernah terucap dalam diamku
---
Pada saat Tafila ingin menuju Auditorium kampus. Beberapa teman HMJ-nya sudah berada di depan Auditorium. Mereka membawa beberapa karton yang bertulisakan motivasi untuk dirinya. Manik mata Tafila dengan senang hati membaca tulisan tersebut. Sesekali ia terkekeh geli. Kala membaca sebuah tulisan.
'Semangat Tafila! Jangan menyerah. Belajar dari bulu ketek, walaupun terhimpit ia tetap tubuh! Yok lah semangat!'
Sebuah slogan penyemangat yang sepertinya pernah ia baca di internet. Tetapi tidak tahu di blog atau web apa.
Pada akhirnya Tafila menyempatkan diri untuk menghampiri beberapa temanya. Mengucapkan terima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk mendukung.
"Hey Bro!" ucap Angkasa yang merupakan teman sekelasnya.
"Hey!"
Tafila ber-hivefive kepada Angkasa dan beberapa teman-temannya. Ia tersenyum semringah saat itu. Padahal jantungnya sedang berdegup dengan kecang.
"Wah kalian so sweet sekali! Aku terharu!" ucap Tafila. Namun, setelah mengatakan itu ia malah mendapat tatapan aneh dari ketiga temanya.
"Dih Apaan sih lo alay!" jawab Alvin sinis. Tetapi, Tafila malah tertawa terbahak-bahak.
"Wih ini nih, yang diam-diam ikutan Duta Kampus!" ledek Edo.
"Tau nih. Gak ngajak-ngajak!" jawab Alvin.
"Emang kalo gua ngajak, lo mau ikutan?" ungkap Tafila.
"Engga juga sih. Kalo gua ikutan gua takut si sepatu kalah saing sama gua!" Alvin tertawa renyah. Sepatu panggil khas Alvin untuk Tafila.
"Yeh lo. Bisa aja ngelesnya!" Tafila menjitak kepala Alvin dengan gemas.
"Aduh... Aduh... Sakit tau! Mending lo masuk deh. Jangan siksa gua!" Tafila menyungingkan bibirnya.
"Eh iya. Bisa juga lo buat poster kaya gini. Mana bagus lagi tulisannya." Tafila memandang kertas karton yang membuat dirinya terkekeh geli.
"Weh iya dong! Siapa lagi kalau bukan buatan Mita," ucap Angkasa dengan bangga. Yang ternyata bukan miliknya.
"Yeh! Bukan punya lo, lo akuin!"
"Hahaha.."
"Tau nih Angsa!" tutur Alvin.
"Eh--" Angkasa menimang ucapannya. "Nama gua perasaan bukan Angsa deh!" Alvin tertawa geli.
"Ya emang bukan."
"Eh iya! Si Lita kemana?" tanya Tafila.
"Mita lagi ke toilet," jawab Angkasa.
"Oh.. Ya udah deh ya, kalau gitu gua pamit ya. Bentar lagi mulai kayaknya." Tafila menunjukkan jam dipergelangan tangannya.
"Gua duluan ya!"
Ia pun melangkah masuk ke dalam ruang Auditorium. Ketika hampir sampai di ruang backstage. Langkah kaki Tafila mulai melambat. Jantungnya kembali memburu. Kakinya pun terasa kebas.
'Oh tidak jangan gugup, please!'
Waktu pun mulai bergulir. Sekarang tinggal menghitung menit untuk Tafila tampil. Ia terus berdoa serta bersholawat, untuk menghilangkan rasa tegang yang merasuk ke dalam dirinya.
"Peserta nomor urut 12. Tafila Rayhan dari Fakultas Sains. Akan menampilkan penampilan menyanyi," ujar MC acara pemilihan duta kampus.
Tepat setelah MC menyebutkan namanya. Tafila menarik napas panjang-panjang. Dan sekali lagi di dalam hati, Tafila mengucap ayat Qur'an surah Al-insyirah ayat 5 dan 6.
'Iinnama'al usri yusro... innama'al usri yusro...'
Satu ayat Qur'an yang selalu Tafila ucapakan ketika merasa gugup. Sebab, memiliki arti dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
"Para hadirin yang berbahagia. Sambutlah Tafila Rahyan. Dari Fakultas Sains!"
Dan selepas itu, Tafila melangkah menaiki panggung. Ia tersenyum dengan langkah tegap dan berani.
Lampu mulai menyoroti Tafila yang sudah duduk bersiap untuk bernyanyi. Dentingan suara piano yang dimainkan oleh Tafila mulai terdengar. Tak lama suara merdu yang berpadu dengan dentingan piano menambah kesan apik. Penonton dibuat terperangah. Ia menyanyikan lagu kasih putih yang dipolerkan oleh glen fledy.
Terdalam yang pernah kurasa
Hasratku hanyalah untukmu
Terukir manis dalam relungku
Jiwamu jiwaku menyatu
Biarkanlah kurasakan
Hangatnya sentuhan kasihmu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku kasih putih
Di hatiku
Kucurahkan isi jiwaku
Hanyutkan daku dalam air hidup
Kau bawa selamanya diriku
Biarkanlah kurasakan
Hangatnya sentuhan kasihmu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku kasih putih
Di hatiku (bawa daku kekasihku taburiku dengan cinta oh)
Biarkanlah kurasakan
Hangatnya sentuhan kasihmu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku kasihmu
Biarkanlah kurasakan
Hangatnya sentuhan kasihmu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku kasih putih
Di hatiku (oh)
Biarkanlah kurasakan
Hangatnya sentuhan kasihmu
Bawa daku penuhiku
Berilah diriku kasih putih
Di hatiku...
Suara tepukan tangan terdengar meriah, usai Tafila bernyanyi. Dia tampil sangat menawan. Menyita perhatian banyak orang termasuk Chayra. Yang saat itu fokus untuk memvideokan penampilan Tafila dari balik lensa kamera.
Pandangan mata Tafila dan Chayra bertemu saat Tafila menatap setiap para penonton. Sudut bibir Tafila melempar senyum tipis pada Chayra. Tetapi, Chayra segera membuang pandangan ke arah lain. Menghindari tatapan Tafila yang seakan menghujaminya.
Sedetik kemudian, Tafila berpamitan dan kembali menuju backstage.
"Demikian penampilan dari Saya. Saya ucapkan, terima kasih," ucap Tafila yang baru saja selesai menyanyikan sebuah lagu, untuk penampilan unjuk bakat. Dalam acara duta kampus tersebut.
Sejak tadi Chayra sibuk mengambil foto untuk koran kampusnya. Tanpa sadar Alditya sedari tadi sudah memanggilnya berkali-kali.
"Chayra!" panggil Alditya pada Chayra yang berdiri di depannya.
Chayra hampir tersentak karena kaget. Ia mengerutkan keningnya.
"Udah makan?" tanya Alditya.
"Belum," ucap Chayra seraya mengelengkan kepala. Alditya terkekeh.
"Tadi katanya mau makan."
Chayra tersenyum kikuk. Membuat manik matanya seakan hilang. Waktu kuliah siang tadi Chayra tidak sempat untuk makan siang. Karena, seakan diburu dengan jadwal rapat persiapan peliputan Duta Kampus. Dan setelah rapat selesai, lagi-lagi ia tak sempat makan. Acara Duta Kampus sudah keburu dimulai.
Sadar dengan kebodohan yang ia lakukan. Chayra hanya bisa menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Makan dulu sana. Kata Ranasya lo belom makan. Gua gak mau lo, nyusahin gua dan teman-teman lain ya," ucap Alditya tegas. Kalimat awal yang terdengar perhatian, namun tidak sepenuhnya seperti itu.
"Buruan sana makan. Sebelum gua berubah pikiran."
"Iya... Iya..." Nada seruan malas bercampur kesal terdengar dari mulut Chayra.
"Makanannya ambil di meja resepsionis ya. Bilang, lo anggota Lingkar Pena."
Chayra menatap Alditya sekilas dan mengangguk mengerti. Lalu, melenggang berjalan keluar auditorium.
Disisi lain, Tafila sekarang sudah bisa sedikit bernapas lega. Penampilan tiga menit di atas panggung telah selesai. Ia pun kembali menuju backstage. Duduk pada bangku yang telah tersedia, sembari menunggu para peserta lain tampil semua. Sebelum akhirnya para juri memutuskan siapa saja finalis yang akan maju kebabak selanjutnya.
Chayra duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk auditorium, sambil melahap nasi kotak yang berisi lauk ayam goreng dengan bersemangat. Dalam benaknya diisi kalimat 'Akhirnya bisa makan juga!'
Ketika sedang asik makan, Chayra menegakkan punggung. Ia pun meraih air minum kemasan dalam gemas. Menyedotnya secara cepat dan segera menutup nasi kotak yang isinya telah habis.
Chayra segera mengalungkan kembali kamera DSLR-nya. Buru-buru Chayra membuang nasi kotak yang isinya telah habis ke dalam tong sampah yang tersedia. Satu per satu para pendukung dari masing-masing duta kampus kembali masuk ke dalam auditorium. Membuat Chayra langsung berpikir bahwa pengumuman finalis akan segera diumumkan.
Usai seluruh para peserta tampil dan para juri mendiskusikan siapa saja finalis yang akan lolos. Para semifinalis diminta untuk naik ke atas panggung.
"Baik. Setelah kedua puluh finalis tampil ujuk bakat. Yang terdiri dari beragam bakat. Ada yang menampilkan bakat menyanyi, menari, musikalisasi, modelling, pencak silat dan masik banyak lagi."
"Sekarang saatnya menentukan siapa finalis yang akan lanjut kebabak selanjutnya."
Kedua puluh finalis sidah berada di atas panggung. Dengan batin harap-harap cemas. Sebab, untuk menuju final. Peserta yang akan diambil hanya sepuluh orang. Masing-masing lima orang perempuan dan lima orang laki-laki.
"Selamat kepada Ayasa Widuri. Dari Fakultas Hukum."
Tafila bersama kedua puluh finalis lainnya berusaha memasang senyum terbaik mereka masing-masing. Tak jarang mereka saling melirik satu sama lain saat MC mengumumkan nama finalis yang masuk kebabak semi final.
"Selanjutnya.. "
"Selamat kepada... Fina alfia. Dari Fakultas Kedokteran."
Pegumuman finalis sudah hampir delapan orang. Kini, nama Tafila tidak kunjung disebut. Membuat dirinya risau dan pesimis. Namun, Tafila mensugestikan sekaligus untuk menghibur diri sendiri.
'Gak apa-apa, gak jadi salah satu finalis yang berhak lanjut kebabak selanjutnya. Gak apa-apa, setidaknya sudah berusaha.'
"Dan untuk peserta terakhir yang akan lolos yakni..."
Kedua MC saling melirik satu dengan lain. Membuat suasana menjadi semakin menegang. Begitu pun Tafila yang sudah berkali-kali menarik napas. Lantaran MC tidak kunjung berucap.
"Untuk peserta terakhir yang akan lolos adalah... Selamat kepada TAFILA RAHYAN. DARI FAKULTAS SAINS."
Jantung Tafila seakan ingin lepas. Napasnya memburu. Ia sangat tidak menyangka jika akan lolos kebabak selanjutnya. Dengan tenaga yang masih tersisa Tafila melangkah menuju barisan para peserta yang lolos kebabak selanjutnya.
***
Sebelum Chayra pergi meninggalkan auditorium yang sudah tampak sepi, karena acara Talent Show duta kampus telah usai. Chayra mendapati Tafila yang sedang bercengrama bersama teman sekelasnya. Yang merupakan teman sekelas Chayra juga.
"Eh, Chayra!" sapa Angkasa yang tidak sengaja melihat Chayra. Membuat beberapa teman lainnya pun menoleh ke arahnya.
Chayra kikuk ia paling malas kalau sudah seperti ini. Mau tidak mau ia pun sedikit mengangguk dan tersenyum pada mereka.
"Sini dong, Ra!" Kali ini Mita yang menyapa Chayra. Ia malah berjalan menghampiri Chayra yang saat itu terdiam membeku.
Chayra berjalan ragu mendatangi mereka. Lantaran Mita dengan bersemangat menarik lengan Chayra untuk bergabung dengan mereka.
"Lo, sekarang jadi reporter?" tanya Edo heran.
"Hah?!" Chayra bingung dengan ucapan Edo. Edo melirik kamera DSLR yang mengantung di leher Chayra.
"Dia kan, ikut LPM. Ya gak Ra." sahut Tafila, menaikkan sebelah alisnya. Chayra hanya mengangguk.
"Wih... Kalau gitu boleh dong fotoin kita. Siapa tahu kita bisa masuk koran kampus." Edo terlihat semringah ketika mendengar kalimat LPM atau Lingkar Pena Mahasiswa dari mulut Tafila.
"Eh, boleh tuh!" ucap Angkasa.
"Ra, tolong fotoin kita ya!" sambung Alvin.
"Nah bener tuh. Minta tolong fotoin boleh, Ra?" pinta Angkasa.
Lantas mereka langsung mengubah posisi mereka. Padahal Chayra belum menyetujui ucapan mereka. Namun, Chayra yang melihat sorot mata serta tingkah heboh dari mereka mau tidak mau menurut.
Chayra pun mengambil posisi untuk angle yang pas. Ketika telah menemukan angle yang pas, ia segera memotret.
Tiga... Dua... Satu...
Aba-aba yang Chayra gunakan supaya mereka memberikan pose terbaik mereka. Chayra menatap layar kamera, melihat beberapa foto hasil jepretannya. Angkasa, Lita, Edo, Alvin dan Tafila pun menghampiri Chayra. Ingin melihat potret mereka.
"Wih bagus Ra!" cetus Mita. Diikuti oleh kelima temanya yang melihat foto tersebut dari belakang tubuh Chayra dan Lita.
"Ya udah sekarang gantian, sini lo yang gua foto, Ra!" Lita berusaha mengambil kamera dari leher Chayra.
"Eh—" Chayra memundurkan tubuhnya. Membuat Lita menatap heran. "Engga usah deh ta."
"Engga papa. Sini gua fotoin."
"Ayo, sini Ra!" ucap Angkasa, Edo, Alvin dan Tafila bersamaan.
Mereka sudah kembali siap sedia untuk berfoto ria. Yang Chayra tidak sadari. Chayra dengan terpaksa mengikuti permintaan Lita. Ia pun berdiri ditengah-tengah mereka dengan perasaan canggung.
Tafila yang melihat dengan dengan raut wajah Chayra tersebut. Merangungkul pundak Chayra, berharap dalam foto tersebut mereka terlihat akrab. Terhitung sudah hampir seminggu lamanya. Semenjak kejadian Cerelia melabrak Chayra, sekarang cewek itu memilih untuk menjauh dari Tafila.
Tafila benar-benar merasa bersalah dan membuat dirinya tidak bisa tidur akhir-akhir ini. Seperti kehilangan seseorang yang pernah menjauh dari hidupnya. Entah mengapa.
Dentingan suara ponsel terdengar nyaring. Chayra dengan cepat memeriksa ponsel yang ia masukkan ke dalam saku celananya. Dari balik layar ponsel tertampil sebuah nama Andrian. Yang merupakan sebab dari dentingan di ponsel milik Chayra.
"Ya, halo kak?"
"Di mana?"
"Masih di audit. Kenapa kak?"
"Ini basecamp mau gua tutup. Lo cepetan ke sini."
"Oh. Iya Kak, sebentar."
"Oke. Gua tunggu."
Chayra kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Ia pun berpamitan dengan teman-temannya. Tidak lupa meminta kembali kamera yang sempat dipinjam oleh Lita.