Selepas menyebarkan koran dibeberapa fakultas. Akhirnya mereka bisa bersantai di warung bakso aci dekat Kampus Merah Putih. Tafila menuju meja kasir untuk memesan bakso sedangkan, Chayra hanya duduk di kursinya menunggu pesanan yang akan di bawakan oleh Tafila.
Langit siang itu cerah dengan cahaya matahari yang terang benderang. Ditemani banyak mahasiswa yang tidak Chayra kenal, mereka duduk saling bersisian. Selalu ramai pada jam makan siang. Bukan hanya di kantin atau kafe yang kampus sediakan khusus untuk mahasiswanya. Tetapi juga terasa ramai pada warung-warung yang letaknya berdekatan dengan kampus.
Sambil memperbaiki kucir rambutnya yang terasa kendur.
Sesekali Chayra melihat ke arah Tafila, yang masih menunggu kedua pesanannya selesai. Chayra menatap empat orang mahasiswi yang hendak pergi dari samping tempat duduknya. Seusai memperbaiki kucir rambutnya, Chayra mengetukkan tangannya di atas meja dengan satu tangan lagi menumpu dagunya.
Matanya teralih saat seorang cewek datang menghampirinya. Dengan wajah menatap tajam ke arah dirinya. Chayra menoleh ke arah belakang, takut-takut ia salah sangka. Namun, cewek tersebut benar menatapnya sebab tidak ada orang selain dirinya kini. Cewek tersebut pun duduk tepat dihadapan Chayra.
"Lo yang namanya Chayra?" tanya cewek tersebut memastikan. Chayra hanya bisa menganggukan kepala.
"Gua mau ingetin sama lo!"
"Ingetin apa ya?" Mata sipit Chayra mendadak menatap serius pada cewek dihadapanya.
"Jangan deket deket sama Tafila. Karena kalau lo deket-deket maka, lo berusan sama gua!" cetusnya.
"Lo siapa?" jawab Chayra.
"Gua cerelia."
"Yang nanya!" sahut Chayra dengan santai. Membuat cewek yang bernama Cerelia dirundung emosi akibat ucapan Chayra. Ia pun menatap nyalang Chayra. Seperti Singa yang melihat mangsanya.
"Lo itu! Gua Pacarnya Tafila! Gua mau ingetin sama lo, jadi cewek jangan kegatelan, udah tau cowoknya udah punya cewek. Masih aja kegatelan! Inget itu! " Cerelia mengebrak meja, setelah itu ia pun pergi.
Chayra tampak termenung akibat ucapan dari cewek yang ia tidak ketahui siapa. Batinnya berdesir. Ia berusaha menenangkan pikirannya. Salah satu alasan mengapa ia sebenarnya tidak suka terlalu dekat dengan Tafila. Manusia dengan sejuta pesona. Ini kali ketiga dirinya tiba-tiba dihampiri oleh seorang cewek tidak ia kenal. Yang memintanya untuk menjauh dari Tafila.
"Pesanan datang!" ucap Tafila yang segera duduk tepat di depan Chayra. Chayra menundukkan kepalanya, entah mengapa ia menjadi malas untuk berteman dengan Tafila.
"Lo kenapa?" Tafila menatap Chayra dalam.
"Gak kenapa-kenapa."
"Yang benar?" Chayra hanya mengangguk. Ia kemudian, mengambil bakso aci miliknya yang masih berada di atas nampan. Berusaha menutupi agar tidak kelihatan kenapa-kenapa.
"Ya udah yuk makan. Gua udah lapar!" tutur Chayra.
Tafila mencoba mengerti. Ia pun menuangkan tiga sendok sambal ke dalam bakso acinya. Sedangkan Chayra memilih untuk mempertahankan rasa asli bakso aci dengan tidak memberikan sambal sedikit pun. Sebab tanpa diberikan sambal rasa bakso acinya menjadi pedas.
"Lo ngapain ke kampus tumben banget?" tanya Tafila. Chayra menaikkan sebelah alisnya.
"Gua kan ikut UKM Lingkar Pena. Jadi sekarang mau masuk ataupun libur ya harus ke kampus," ujar Chayra, ia pun menyeruput kuah baksonya.
"Oh ... Iya ... Ya. Sekarang bukan mahasiswa kupu-kupu lagi," ucap Tafila yang masih mengunyah baksonya. Chayra hanya tersenyum.
"Abis ini lo mau balik lagi?"
Chayra yang sedang meminum es teh manisnya, langsung meletakkannya di atas meja. "Engga mau langsung pulang. Lo?"
"Gua masih ada rapat nih."
"Oh. Semangat!"
"Sip!"
"Kita gak ada tugas Klimatologi kan ya?"
"Seingat gua engga sih."
"Oh iya. Lo udah sembuh?" tanya Tafila tiba-tiba. Chayra dibuat terperangah.
"Sembuh?"
"Gua denger lo kemarin sakit?"
"Tau dari mana?"
Tafila menyipitkan kedua matanya. "Telepati!"
"Halah sok-sok an."
"Beneran!"
"Gak percaya." Chayra meminum es teh manisnya setelah ia selesai memakan bakso acinya.
"Beneran!" Tafila memasukkan sepotong bakso aci terakhirnya ke dalam mulutnya. "Lo udah kelarkan makannya?"
"Udah."
"Ya udah yuk. Gua bentar lagi ada rapat soalnya." Chayra pun segera mengenakan tasnya dan berdiri dari tempat duduknya. Begitu juga dengan Tafila.
Suara klakson mobil, deru motor dan lalu lalang beberapa mahasiswa sudah menjadi hal yang wajar, jika melintasi jalanan yang berada di samping Kampus Merah Putih. Tafila dan Chayra melangkah membelah keramaian.
Beberapa mahasiswi yang berpapasan terang-terangan menatap Tafila. Pesona wajah Tafila membuat pandangan mata mereka tertuju padanya. Namun, bukan Tafila namanya jika tidak meladeni tatapan mata pada mahasiswi yang melihatnya. Ia sengaja menaikkan kedua alis sambil tersenyum ramah.
Tafila menolehkan kepalanya menatap Chayra, ketika sampai di depan pintu ke mana saja kampus. Pintu yang menghubungkan area kampus dengan permukiman warga.
"Ra, gua duluan ya!"
Chayra mengangguk kepalanya. Seakan diburu dengan waktu, Tafila berlari menuju Fakultas Sains.
"Chayra!"
Seseorang melambaikan tangannya ke arah Chayra. Ia berusaha melihat siapa seseorang yang memanggil namanya. Langkah kakinya kian mendekat dengan Chayra. Ketika telah sampai dihadapan Chayra, ia pun langsung memeluk erat tubuh Chayra.
"Udah sembuh lo?" tanya seorang gadis yang baru saja memeluk tubuhnya, yang bernama Ranasnya.
"Udah dong."
"Gila gua kangen banget sama lo. Tiga hari gua sendirian di base camp, apalagi pas rapat. Boring abis! Ga ada temen ngobrol!" ucap Ranasya.
"Ah, bisa aja lo Ra!" sahut Chayra.
"Eh iya. Lo mau ke mana?"
"Mau pulang nih." Ranasya melirik jam dipergelangan tangannya.
"Baru jam tiga. Lo mau pulang?" Chayra mengangguk pasti.
"Ya udah deh."
"Lo ada kelas Ra?"
"Ada nih, sebentar lagi masuk."
"Oh ya udah gih masuk. Nanti terlambat lho!"
"Ngusir nih ceritanya?" goda Ranasya. Chayra yang mendengar hal tersebut langsung tidak enak hati. Takut-takut Ranasya salah mengerti.
"E--engga. Engga gitu maksudnya! Gua cuma takut lo terlambat aja."
Ranasya tertawa renyah. Ia pun mencubit gemas pipi Chayra. "Iya tahu kok! Ya udah deh, gua ke kelas ya!"
"Iya. Semangat belajarnya!" Ranasya mengangguk. Ia membalikkan tubuhnya dan pergi.
Ranasya telah pergi. Chayra menali kembali sepatu conversenya yang terasa kendur. Saat selesai menali, tubuhnya ditabrak oleh seseorang. Membuat pandangan mata Chayra melihat siapa orang yang telah berani menabrak tubuhnya. Seenaknya menabrak, memangnya tidak melihat seseorang sedang berusaha menali sepatunya.
Raut wajah Chayra terkejut, mendapati orang yang telah menabraknya adalah Andrian. Ia pu langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Andrian begitu saja. Padahal Andrian berniat untuk menolong dan meminta maaf padanya.
'Duh semesta, memangnya tidak ada orang lain saja. Kenapa aku selalu bertemu dengan dia!'
Tersadar ada yang salah dengan sikap Chayra. Andrian berlari mengejar Chayra. Namun, ia tidak tahu di mana Chayra berada. Cewek itu, kenapa langkah kakinya cepat sekali?
Tangan Chayra memegang kursi bus. Ia melangkah mencari kursi yang masih bisa ia tempati. Bus yang ia tumpangi saat itu sedang ramai-ramainya penumpang. Chayra menghela napasnya ketika melihat sebuah kursi kosong yang berada di tengah bus. Ia memandang sekitar, setelah itu ia berjalan mendekati kursi yang kosong tersebut dan mendaratkan bokongnya duduk di atas kursi bus tersebut.
Suara bising metromini, udara alami yang sepoi-sepoi dari kaca jendela bus serta genjengan gitar dari pengamen jalanan menemani perjalanan Chayra siang itu. Entah mengapa ia lebih senang menaiki bus metromini daripada bus transjakarta. Padahal kebanyakan orang-orang lebih memilih menaiki bus transjakarta.