Loading...
Logo TinLit
Read Story - Story Of Chayra
MENU
About Us  

Es cendol yang Alditya pesan datang. Chayra langsung menerima es tersebut kemudian, mengaduk agar es cendol tercampur sempurna. Alditya mengubah posisinya. Es cendol yang ia pesan belum ia minum, malah ia letakkan di samping tubuhnya. Wajah Alditya terlihat sangat penuh pertanyaan kepada Chayra.

"Ra." Chayra menghentikan kegiatan meminum es cendolnya menoleh ke arah Alditya.

"Iya kak, kenapa?"

"Kenapa lo mau beli tissu yang harganya gak wajar?" tanya Alditya heran.

Chayra meletakkan es cendolnya di atas lantai. Menarik napas sejenak. Tatapan tertuju pada Darevan yang sekarang tengah berdiri di pinggir jalan menjajakan kembali tissu kepada beberapa pengendara.

"Kak. Lo liat gak, ibu-ibu gemuk yang duduk di kursi pinggir jalan itu?" tanya Chayra.

Alditya memincingkan matanya. Mencari orang yang dimaksud Chayra. "Iya, kenapa?"

"Tadi gua liat dia marahin Darevan sebelum kakak parkir mobil."

Chayra benar terlihat seorang ibu-ibu gemuk yang sedang duduk di pinggir jalan. Seorang anak menghampirinya, memberikan uang yang Alditya yakini sebagai uang setoran.

"Kasihan sama Darevan."

"Iya gua lihat. Gak kebayang sih rasanya jadi seperti mereka. Harus bekerja di usianya yang masih belia," jawab Alditya. Chayra memahami dalam jawaban Alditya. Tidak ada jawaban dari Chayra.

Alditya berhedem, ia pun mengambil es cendol yang diletakkan di samping tubuhnya. Setelah itu, ia meneguk es cendol tersebut sampai habis.

"Mas, ini mau taruh di mana ya?" Suara laki-laki membuyarkan keheningan di antara mereka.

"Oh iya Pak. Di mobil merah ya. Sebentar saya bayar es cendol dulu." Alditya merogoh saku celananya mengambil uang dari dompet dan memasukkan kembali. Ia pun berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju penjual es cendol. Membayar dua es cendol.

"Tunggu di sini sebentar," ucap Alditya. Ia dengan Bapak Penjual Box berjalan menuju mobil merah yang terparkir di depan toko.

Chayra pun menghabiskan es cendol yang masih tersisa di dalam gelas. Chayra menatap Alditya dari kejauhan. Kini, rasa  penasaran menganjal di dalam hatinya. Mengapa sikapnya menjadi manis?

Suara kencang klakson mobil membuyarkan lamunan Chayra yang sedang asik menatap Alditya. Yang tanpa ia sadari Alditya sudah selesai memasukkan box-box ke dalam mobilnya.

Chayra terkejut. Ia langsung berdiri dari tempat duduknya. Mengembalikan gelas yang telah kosong kepada penjual es cendol.
Langkahnya kini menuju mobil Alditya.

"Dipakai sitbelt-nya," ucap Alditya sebelum ia menjalankan mobilnya.

Untuk beberapa detik Chayra merasa menjadi orang bodoh. Ia terus-menerus melamun. Melamunkan sikap perubahan Alditya. Ia pun mengelengkan kepalanya sebab, ia takut jika Alditya dapat membaca pikirannya. Bisa-bisa besar kepala dia.

Chayra berdiri di depan rumah, sambil menatap kendaraan Alditya yang sudah berjalan menjauh. Seusai Alditya membantunya memasukkan box kardus ke dalam rumah. Ia pun langsung berpamitan pulang. Katanya ada urusan entah apa.

***

 

Setelah tiga hari berlalu sejak kejadian Chayra terkena bola basket. Chayra akhirnya kembali ke basecamp Lingkar Pena. Alditya membebas tugaskan Chayra dari kegiatan Lingkar Pena selama tiga hari guna memulihkan keadaan Chayra. Padahal Chayra merasa dirinya tidak kenapa-kenapa tetapi, mengapa manusia itu cukup berlebihan.

Usai mengerjakan tugas mading dengan beberapa anggota Lingkar Pena. Beberapa anggota berpamitan karena tugas mereka telah selesai. Sedangkan Chayra memilih untuk duduk santai di dalam basecamp sambil memainkan ponselnya. Namun, seseorang tiba-tiba saja datang dan duduk tepat di sampingnya.

"Engga ada kelas?"

Chayra mengalihkan pandangannya pada seseorang yang bertanya padanya. "Engga ada Kak."

"Jadi gini—" Alditya menatap wajah Chayra. Chayra yang yang ditatap mendadak memiliki perasaan tidak enak. "Karena lo kemarin gua kasih libur tiga hari. Lo gua kasih tugas."

Chayra menyernyit bingung. "Apa Kak?"

"Lo lihatkan tumpukan koran yang tersisa sedikit di meja sana?" Chayra mengangguk. Pikiran dan perasaannya semakin tidak enak.

"Iya, kenapa Kak?"

"Lo gua kasih tugas. Tolong sebarin koran-koran itu ke fakultas-fakultas. Di atasnya ada list fakultas mana aja yang belum dapat koran dari kita." Mata sipit Chayra mengamati tumpukan koran yang jumlahnya tidak sedikit itu.

"Tenang gua bantuin kok! Sekarang lo ambil gih koran-korannya."

Chayra bernapas lega tidak terbayang jika ia harus membawa koran tersebut sendirian. Sudah pendek semakin pendek bisa-bisa. Ia pun bangkit dari tempat duduknya. Melangkah menuju sebuah meja panjang di mana koran tersebut diletakkan. Setelah itu, kembali menghampiri Alditya.

"Bagi dua sama gua," tutur Alditya sambil menatap layar ponselnya. Chayra pun segera mengikuti perintah Alditya. Setelah dirasa sudah terbagi dengan adil, Chayra memberikan setengah koran tersebut pada Alditya.

"Ini Kak."

Chayra mengenakan tasnya. Alditya menganggukkan kepalanya. Ia pun kemudian mengajak Chayra keluar dari basecamp sebelum itu, ia mengunci pintu basecamp. Namun, belum sempat ia mengunci pintu ponselnya berdering. Ia segera merogoh saku kantung celananya.

"Ya halo?"

"Dit, lo di mana?"

"Basecamp."

"Lo jadikan temenin gua?"

"Oh iya! Sorry ... Sorry gua lupa. Ya udah tunggu ya!"

Setelah mentup telepon Andrian bergegas mengunci pintu basecamp. Dengan ragu Andrian berbicara pada Chayra.

"Ra."

"Iya Kak?"

"Gua kayaknya gak jadi temenin lo deh." Chayra memutar bola matanya. Ternyata perasaan tidak yang bersemayam di dalam benaknya, itu Alditya yang tidak bisa menemaninya.

"Oh, iya gak apa-apa kak," ucap Chayra. Chayra masih menatap Alditya, menunggu ucapan selanjutnya dari Alditya.

"Sorry ya. Lo bisakan sendiri?" Chayra terdiam. Alditya memegang bahunya.

"Udah mahasiswa baru harus bisa! Itung-itung training sebelum melangkah kesenjangan selanjutnya. Kalau lo mau tahu, setiap anggota pasti ditugaskan untuk menyebar angket, koran bahkan wawancara buat memenuhi tugas." Chayra hanya bisa terdiam ketika Alditya berkata seperti itu.

Mahasiswa baru? Siapa yang dia maksud?

Gua 'kan udah semester tiga.

"Ya udah gua duluan ya." Alditya pun meninggalkan Chayra begitu saja. Chayra menatap punggung Alditya yang telah menghilang dari balik tangga. Ia mentap sinis pada Alditya, emosi dan ingin marah rasanya.

Dengan kaki yang ia hentak-hentak dengan kesal ke lantai. Chayra berjalan melewati taman segitiga kampus. Tidak peduli banyak mahasiswa yang memperhatikan raut wajah kesalnya. Hingga tiba-tiba langkah kaki Chayra terhenti saat seseorang berdiri dihadapanya.

"Lo kenapa?"

Chayra menatap sekilas orang tersebut. "Gak apa-apa!"

"Gak apa-apa tapi kok gua yang dimarahin?" tanyanya tidak terima.

"Gak apa-apa Tafila..."

"Mau gua bantuin?" tanya Tafila dengan ramah. Chayra mengeleng cepat sebagai jawaban.

Tafila hanya bisa tersenyum simpul. Ia mengacak dengan gemas rambut Chayra. Kemudian, ia mengambil paksa koran-koran yang berada di tangan Chayra.

"Eh, mau diapain?"

Tafila menaikkan sebelah alisnya. "Gak diapa-apain. Gua cuma mau bantu lo, kasian kalau lo tambah pendek!" Chayra melotot mendengar ucapan Tafila, ia bersungut semakin kesal.

"Udah siniin!"

"Sorry ...  Sorry ... Gitu aja marah!" Tafila tertawa kecil melihat Chayra yang emosian. "Lo mau ke mana? Bawaan lo banyak amat?"

"Mau nyebarin itu koran-koran ke semua fakultas kampus."

"Mau gua bantuin?" Chayra menatap Tafila. "Jangan cuma liatin dijawab pertanyaan gua. Jangan terpesona gitu!"

"Apaan si lo!" Chayra memukul kecil lengan Tafila.

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Jadi pacar gua mau?" Chayra langsung mendelik. Tafila tertawa.

"Gua lagi gak pengen bercanda!"

"Iya...  Iya... Mau gua temenin?"

"Boleh deh."

Langkah kaki mereka kini, berada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tempat terdekat dengan taman segitiga kampus. Chayra yang ditemani oleh Alditya membagikan beberapa koran pada beberapa mahasiswa. Sisanya ia letakkan di sekitar mushola dan tempat administrasi.

"Habis ini mau ke mana lagi?"

Chayra menggela napasnya. "Sainstek."

"Emangnya harus disebar per fakultas?"

"Katanya begitu."

"Lo udah makan?"

"Belum."

"Makan dulu yuk! Dengar-dengar ada warung bakso aci baru di  depan pintu ke mana saja kampus."

"Tapi ini masih tersisa, engga deh kayaknya," tolak Chayra dengan sopan.

"Ayolah! Nanti kita lewat Fakultas kita. Mampir sebentar menyebar koran ke tempat administrasi dan loby, saja kalau gitu," ungkap Tafila. Chayra mengangguk setuju dengan usulan Tafila.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Cinta si Kembar Ganteng
12335      1213     0     
Romance
Teuku Rafky Kurniawan belum ingin menikah di usia 27 tahun. Ika Rizkya Keumala memaksa segera melamarnya karena teman-teman sudah menikah. Keumala pun punya sebuah nazar bersama teman-temannya untuk menikah di usia 27 tahun. Nazar itu terucap begitu saja saat awal masuk kuliah di Fakultas Ekonomi. Rafky belum terpikirkan menikah karena sedang mengejar karir sebagai pengusaha sukses, dan sudah men...
EFEMERAL
143      130     0     
Romance
kita semua berada di atas bentala yang sama. Mengisahkan tentang askara amertha dengan segala kehidupan nya yang cukup rumit, namun dia di pertemukan oleh lelaki bajingan dengan nama aksara nabastala yang membuat nya tergila gila setengah mati, padahal sebelumnya tertarik untuk melirik pun enggan. Namun semua nya menjadi semakin rumit saat terbongkar nya penyebab kematian Kakak kedua nya yang j...
Redup.
720      428     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
1220      814     2     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
From Ace Heart Soul
589      356     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
MANTRA KACA SENIN PAGI
3740      1350     1     
Romance
Waktu adalah waktu Lebih berharga dari permata Tak terlihat oleh mata Akan pergi dan tak pernah kembali Waktu adalah waktu Penyembuh luka bagi yang sakit Pengingat usia untuk berbuat baik Juga untuk mengisi kekosongan hati Waktu adalah waktu
Lantas?
41      41     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
Dua Warna
664      458     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...
ATHALEA
1403      629     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Time Travel : Majapahit Empire
53356      5556     10     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk