“Aish! Jinja!” Azel mengayunkan langkahnya berjalan cepat menghampiri Kim Seok Jin.
Kim Seok Jin yang tampak bengong menatap kedatangan Azel, seketika tangannya langsung terlepas dari koper Azel yang sudah di rebut kembali pindah ke tangannya.
“Apa yang akan kau lakukan dengan koperku?” tanya Azel tampak sinis.
“Anniy! Aku, aku hanya,”
“Hanya apa? Sudah jelas-jelas kau tadi mau membuka isi koperku!” sahut Azel memotong ucapan Kim Seok Jin.
“Heh, tidak ku sangka, sepertinya kau begitu penasaran dengan barang orang lain ya?” lanjut Azel memarahi Kim Seok Jin.
“Dengar ya, meski aku sudah mulai mematuhi peraturan yang ada di sini, bukan berarti aku akan membiarkan orang-orang termasuk kamu melihat dan menyentuh barang-barangku!” tukas Azel terus mengomel.
Kim Seok Jin yang sudah ketangkap basah itu tampak tak bisa membalas omelan Azel. Ia hanya mendenguskan napasnya kasar mendapati Azel yang terus mengomelinya.
“Apa? Masih mau menyangkal? Dasar!” cetus Azel yang perlahan mulai membawa kedua kopernya itu dan beranjak pergi meninggalkan Kim Seok Jin.
Menatap kepergian Azel, Kim Seok Jin mendecak kesal karena sudah dibuat tak berkutik oleh Azel sampai tak bisa membalas ucapan Azel barusan.
Azel yang membawa kedua kopernya itu tampak tak berhenti mengomel di sepanjang jalan karena kesal dengan Kim Seok Jin.
“Dia pikir di sini dia itu siapa? Pak presiden? Tceh! Untung saja aku tadi cepet-cepet melihatnya, kalau enggak, bisa mampus jika sampai identitas ku terbongkar.”
Tiba-tiba, muncul Park Jimin dari hadapan Azel sontak membuat Azel tersentak kaget.
“Omo!” sontak Azel terkejut.
Park Jimin tampak mengulas senyuman ramah dan mendekati Azel.
“Butuh bantuan?” tanya Park Jimin menawarkan.
Mendengar itu, Azel tampak menatap kedua kopernya yang berukuran besar itu.
Jika dipikir-pikir, memang tak mudah membawa dua koper berukuran besar itu menuju ke kamarnya Azel yang bisa dibilang agak jauh dari lokasi Azel saat ini.
Melihat reaksi Azel yang hanya diam, membuat Park Jimin tanpa lama langsung mengambil alih satu koper yang dipegang oleh tangan kanan Azel. Dimana koper itu berisi alat atau perlengkapan yang berkaitan dengan member BTS. Seperti lightstik, boneka, ganci, dan masih banyak lagi.
“Ee, anniyo! Biar aku saja,” pinta Azel hendak meraih kopernya lagi, namun tangan Park Jimin seketika menghalangi.
“Tidak, Azel. Biar aku bantu bawakan saja. Gaja!”
Park Jimin yang kekeuh ingin membawa kopernya Azel itu tampak sudah berjalan lebih dulu menuju ke kamarnya Azel.
Azel dengan raut wajahnya yang terlihat bingung, tampak berjalan mengikuti Park Jimin di belakangnya.
Sesampainya di depan kamar Azel, Park Jimin meletakkan kopernya itu di dekat pintu.
“Gomawo,” ucap Azel kepada Park Jimin.
“Ye!” jawab Park Jimin yang perlahan tampak beranjak pergi dari sana. Tetapi, baru berjalan tiga langkah, tiba-tiba Park Jimin menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang menatap seorang wanita yang sedang hendak memasukkan kopernya satu persatu.
Azel yang tampak sedikit kesulitan untuk membawa kopernya masuk ke dalam, pun tampak mengalihkan pandangannya ke arah Park Jimin yang masih berdiri itu.
“Wae?” tanya Azel karena melihat Park Jimin yang tak kunjung pergi dari sana.
“Anniy, aku hanya ingin mengatakan sesuatu untukmu.”
Azel mengerutkan keningnya samar mendengar itu. “Soal apa?” tanya Azel membuat Park Jimin perlahan mengulas senyuman di wajahnya.
Alasan Park Jimin terlihat tersenyum bahagia, karena mendapati sikap Azel yang ternyata bisa berkata lembut saat berbicara dengannya.
“Terima kasih untuk sikapmu barusan,” ucap Park Jimin sontak membuat Azel tersentak diam.
“Sampai jumpa besok,” lanjut Park Jimin mengucapkan kata perpisahan itu, dan perlahan membalikkan badannya beranjak pergi meninggalkan Azel.
Begitu Park Jimin pergi, dengan cepat Azel beranjak masuk ke dalam kamar begitu kedua kopernya itu sudah masuk ke dalam kamarnya. Tak lupa Azel menutup pintunya lagi dan menguncinya.
Jantung Azel seketika berdegup kencang akibat ucapan dan tatapan Park Jimin yang tidak biasa itu.
Perlahan, Azel tampak melompat ke atas kasur dengan wajah cerianya. Pandangannya tampak menatap langit-langit kamar dengan tatapan yang terpancar bahagia.
“Jimina,” ucap Azel dengan suara pelannya.
“Aish! Kenapa dia begitu lembut sekali. Ternyata tidak hanya di dunia media sosial, dia memang orang yang sangat penyayang dan lembut,” lanjut Azel terus berbicara tampak kagum akan sosok laki-laki seperti Park Jimin itu.
Sampai-sampai, Azel tak terasa memejamkan matanya dan tertidur.
Keesokannya, mentari pagi tampak sudah menyinari bumi Korea Selatan hingga memancar di sela-sela jendela kamar Azel.
Perlahan Azel tampak mengernyitkan matanya yang merasa silau akibat pancaran sinar matahari itu yang membuatnya merasa silau.
Bunyi telepon genggam yang ada di dalam kamar itu membuat Azel terganggu. “Aish! Berisik sekali!” ucapnya seraya menutup telinganya dengan bantal.
Namun, semakin Azel menutupinya, semakin terdengar jelas bunyi telepon yang terus berdering itu.
Azel beranjak bangun dari tidurnya dengan rambutnya yang tampak sudah urak-urakan.
Azel meraih telepon genggam itu dan menempelkannya ke daun telinga.
“Waeyo?” jawab Azel begitu mengangkat teleponnya.
[“Naga,”] ucap Kim Seok Jin yang menelponnya itu. Kedua mata Azel seketika membulat lebar menatap arah pintu kamarnya.
Azel bergegas menutup teleponnya dan bergegas mengenakan jilbab instan, lalu merapikan baju tidurnya sedikit sebelum membuka pintu kamarnya.
Azel mengusap-usap telapak tangannya seperti orang yang sedang kedinginan. Perlahan ia tiup kedua telapak tangannya itu, lalu membuka pintu kamarnya dengan perlahan.
Begitu pintu itu terbuka, Azel mengernyitkan dahinya heran melihat tidak ada siapapun di sana.
“Dimana dia?” gumam Azel tampak celingukan.
Azel yang tampak keluar dari kamarnya itu, perlahan berjalan mundur untuk kembali masuk ke dalam kamarnya karena sudah memastikan tidak ada siapa-siapa di sana.
Begitu Azel menutup pintu kamar dan membalikkan badannya, Azel sontak terkejut mendapati Kim Seok Jin sudah berdiri di belakangnya.
“Aaaaaa...!” sontak Azel teriak dengan keras.
Melihat itu, Kim Seok Jin dengan cepat langsung membungkam mulutnya Azel dengan tangannya.
“Yakk, kecilkan suaramu! Jangan teriak begini!”
Azel tampak membelalakkan matanya lebar begitu menyadari tangan harum Kim Seok Jin itu menutupi mulutnya.
‘Tidak! Apa ini? Kenapa jantungku berdegup kencang begini? Seok Jin-a, dia, menyentuh mulutku?’
Seru! Lnjut thor
Comment on chapter Kekhawatiran Azel