HAPPY READING!
Bulan menatap layar ponselnya yang sedang berdengung. Menampilkan tombol geser dengan nomor dan nama yang sangat Bulan kenal. Bulan memejamkan matanya ingin tidur kembali.
Bulan terlanjur sakit hati saja. Entah kenapa Langit selalu menghianati dirinya. "Bulan, turun yuk, makan." Bulan membuka matanya menatap langit-langit kamarnya yang dia beri tempelan langit malam dengan banyak bintang dan sebuah bulan di sana.
Bulan menyukai bintang yang bersinar. Tapi, dia tidak suka dengan Bintang yang berwujud manusia. Padahal kalau dipikir-pikir Bintang tidak pernah ada salah apapun. Hanya hatinya saja yang tidak menyukai cowok itu tanpa alasan.
Bulan membuka pintu kamarnya. Memegang gagang pintunya dan keluar. Menatap ke sekitar. Rumahnya terasa hampa tidak ada perbedaan di sana. Bulan memegang balok kayu panjang yang digunakan sebagai pegangan untuk naik-turun tangga. Setelan baju Bulan juga terlihat suram dengan warna gelap dan celana yang berwarna senada.
"Sore Bulan." Bintang menyapanya lalu tersenyum ramah. Kalau biasanya Bulan menatap jutek Bintang kali ini dia tersenyum dan mengangguk kecil.
"Gue enggak apa-apa, kan dateng ke sini?" tanya Bintang yang agak terkejut, padahal mentalnya sudah siap sedia untuk menerima kesinisan Bulan.
"Ya, enggak apa-apa. Memang kenapa?" Jawaban yang sangat diluar dugaan. Neneknya dan Bintang saling bertatapan membentuk kontak mata sesaat.
Bulan tidak peduli dengan tatapan tanya dari kedua belah pihak. Dia memilih untuk mengambil piring dan mengambil satu sendok besar nasi.
Menatap lauknya sesaat dan memilih untuk mengambil sayur bayam dengan perkedel kentang sebagai gorengannya. Bulan duduk dan makan tanpa banyak bicara. Diikuti oleh Neneknya dan Bintang.
"Lo mau ngajak gue pergi?" tanya Bulan setelah isi di piringnya kandas. Dia mengelap mulutnya dan meneguk air putih yang ada di gelas hingga kandas juga.
Bintang mengangguk. Dia juga sudah siap kalau Bulan akan menolaknya. Setidaknya dia juga sudah berusaha bukan?
"Oke. Gue siap-siap dulu." Bulan mengangguk lalu pergi beranjak ke kamarnya setelah meminta izin ke arah neneknya yang terkejut. Tidak biasanya Bulan menjadi anak yang penurut.
Bulan masuk ke dalam kamarnya mengambil kaos sembarang berwarna biru tua dan celana panjang yang dipadukan dengan sepatu kets yang senada dengan warna bajunya.
Menatap kaca yang akhirnya dia gunakan untuk ketiga kalinya. Saat ulang tahunnya, saat perpisahan sekolah dan hari ini. Bulan yang sudah siap turun kembali dengan langkah besar hingga menimbulkan suara keras.
"Ayo." Bulan berucap to the point lalu berpamitan ke neneknya. Bintang dengan kikuk ikut berpamitan dan mereka keluar dari rumah.
"Boleh enggak kalau gue yang request tempatnya?" tanya Bulan ketika mereka sudah berada di luar pagar. Bintang jelas mengangguk Bulan menyetujui ajakannya saja suatu keajaiban apalagi Bulan yang memilih tempatnya.
"Kita jalan kaki aja. Ke taman deket sini. Setelahnya terserah lo mau ke mana." Bintang mengangguk berjalan di samping Bulan sesekali mengajaknya bicara. Tapi, mereka memang tidak terlalu cocok untuk berkomunikasi alhasil kadang mereka hanya diam tanpa berbicara sepatah katapun.
Sesampainya di sana Bulan duduk di rerumputan dan Bintang dengan agak enggan akhirnya ikut duduk di sana. Bintang tidak suka kotor dia hanya rela kalau Bulan yang memintanya seperti sekarang.
"Lo tau enggak Tang kenapa gue ajak ke sini?" Bintang menggeleng lalu Bulan terkikik padahal tidak ada yang lucu.
"Gue juga enggak tau." Bulan menatap Bintang yang menatapnya. "Kita bisa jadi temen tau Tang. Pasti seru." Bulan menekuk kakinya lalu memeluknya sembari menatap lurus ke depan.
"Kalau gue maunya lebih?" tanya Bintang yang langsung diberi gelengan oleh Bulan.
"Gue tau kok Tang lo bisa dapet yang lebih baik daripada gue. Gue emosian, galak, kasar bahkan enggak ada segan-segannya buat bikin lo sakit hati dengan kata-kata gue," ujar Bulan lalu menghela napas panjang.
Bahkan Angin kencang menerpa wajah mereka berdua. Memberikan efek sejuk yang bisa membuat mereka berpikir dalam diam sejenak.
"Walaupun gue tau Lan. Lo galak, emosian, kasar. Gue tetep aja cuma mau lo." Bulan menatap Bintang yang sudah memerah, dia menahan kekesalannya karena diminta untuk berhenti mengejar Bulan.
"Harusnya gue ngomong ini daritadi. Gue mau minta maaf sama lo. Bahkan lo itu enggak ada salah apapun. Lo selalu ada, enggak pernah nyakitin, selalu sabar. Tetapi, tetep aja gue selalu ngelihat lo enggak suka." Bintang seharusnya tau alasan tiba-tiba Bulan mengiyakan ajakannya.
Harusnya dia langsung berlari pulang saja agar tidak mendengar penolakan yang disampaikan oleh perempuan yang ada disampingnya. Lebih baik dia dimarahi atau ditatap tidak suka oleh Bulan daripada ditolak sebelum menyatakan.
"Lo tau. Gue selalu ada, sabar, pengertian. Tetapi, kenapa lo enggak mau sama gue?" Bintang menaikan nada suaranya satu oktaf ke atas. Merasa frustrasi dengan semua ucapan Bulan.
"Lo masih suka sama Langit?" Bintang akhirnya menanyakan pertanyaan sensitif itu. Bulan tidak ingin marah-marah hari ini. Akhirnya dia menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Kenapa? Apa bedanya gue sama Langit? Apa yang enggak ada di diri gue tetapi di Langit ada?" Bintang mengusap wajahnya frustrasi. Dia ingin berteriak untuk mengungkapkan kekesalannya.
"Jujur, kalau lo dibandingin sama Langit. Jauh, lebih sempurna lo bahkan dari segi kepintaran ataupun ekonomi. Lo jauh di atasnya." Bulan berhenti berbicara lalu menarik napas panjang.
"Tetapi, hati yang memilih. Seseorang yang sempurna akan bersama orang yang sempurna juga. Seseorang yang bisa berjalan sepadan dan saling melengkapi. Lo sempurna Tang, lo sama sekali enggak cocok sama gue." Bulan meluruskan kakinya lalu memegang kedua tangan Bintang.
Dia ingin membuat Bintang yakin bahwa selama ini dia memilih mencintai orang yang salah.
"Bisa enggak Lan. Enggak usah bahas ini? Gue bakal pikirin sendiri karena ini perasaan gue." Bintang melepaskan genggaman tangan Bulan. Dadanya naik turun dia sangat terpukul dengan serangan tiba-tiba dari Bulan.
Padahal harusnya dia sudah kuat mental karena selama delapan tahun dia mendapat perlakuan yang sama dari Bulan.
"Maaf Lan, gue udah enggak mau jalan kemana-mana. Gue anter pulang ya?" Bulan menghela napas. Dia jadi merasa bersalah karena kembali menyakiti Bintang.
Selama perjalanan Bintang hanya diam. Padahal biasanya dia selalu mencari topik untuk berbicara.
"Tang, satu hal aja yang lo harus tau. Apapun keputusan lo nanti. Gue bakal terima. Maaf ya, gue nyakitin hati lo lagi." Bintang tersenyum pahit. Dia langsung izin pulang saat mereka sampai di depan gerbang rumah Bulan.
"Gue boleh minta sesuatu?" Bintang membalikan badannya menatap Bulan yang belum beranjak dari tempatnya berpijak daritadi.
Bulan mengangguk sebagai jawaban. "A hug?"
Bulan tersenyum lalu merentangkan tangannya. Bintang memeluknya erat setelah akhirnya cowok itu tidak berbicara apapun lagi. Langsung melaju dengan motor miliknya.
Di sisi lain seseorang menatapnya dengan sendu. Dia tidak bisa mendengar apapun dari sana. Tetapi, semua tingkah lakunya bisa terbaca.
Apa, dia terlambat?