HAPPY READING!
Sirene polisi yang kebetulan lewat langsung mengamankan Ayah Langit dan meminta ambulans untuk membawa laki-laki itu ke rumah sakit untuk menerima pengobatan. Ayahnya yang masih dalam pengaruh alkohol meminta polisi untuk menyingkirkan tangan mereka. Memberontak dan melemparkan miras yang ada di tangannya. Kondisi jalanan menjadi ramai dengan lampu dari mobil kepolisian dan suara sirenenya.
Suara itu membuat banyak orang yang melihat bingung dengan apa yang terjadi. Ayah Langit segera di borgol dan dipaksa masuk ke dalam mobil polisi. Kendaraan Langit dan mobil yang dipakai untuk menabrak diamankan oleh polisi dan jalanan di tutup sebagian agar tidak menimbulkan kemacetan dan tidak menghilangkan jejak kecelakaan.
Di tempat lain, Bulan menunggu Langit untuk datang. Bahkan acara sudah berakhir. Bulan berusaha untuk berpikiran positif. Siapa tau jalanan dari Bandung ke Jakarta macet dan Langit sedang terjebak.
Tapi, masa selama ini. Bahkan guru-guru sudah mulai membereskan kursi yang tadi mereka gunakan. Kaki jenjang milik Bulan juga sudah mulai kesakitan karena sepatu hak tinggi yang mulai menggigit.
"Pulang sono. Gue enggak butuh lo temenin." Bulan melampiaskan kekesalannya ke arab Bintang. Padahal cowok itu hanya diam saja menunggu Bulan untuk pulang. Sama sekali tidak bersuara.
"Gue diminta nenek lo buat jagain lo sampai dianter pulang nanti." Bintang berbicara setelah sekian lama berdiri di samping Bulan.
Mereka sudah tidak berbicara lagi. Bulan sudah mulai lelah menunggu akhirnya perempuan itu mencari tempat duduk dan melepas sepatu helsnya dan mengecek bagian tumit kakinya. Takutnya terluka.
Bulan benci sepatu yang membuat dirinya serasa berdiri menggunakan paku besar sebagai tumpuan. Menyiksa dan menyebalkan. Padahal Bulan sengaja membeli sepatu cantik itu agar Langit melihatnya. Walaupun memang untuk perpisahan ini diwajibkan menggunakan dress Bulan sangat berpikir lama untuk memilih dress yang menurutnya akan membuat Langit terpukau.
Bahkan sekarang laki-laki itu tidak datang lagi. Hanya kekecewaan yang selalu Bulan dapatkan saat dia ingin menunjukan sisi lain dari dirinya yang arogan dan kasar.
Bulan menatap jam tangan berwarna putih yang bertengger manis di tangan kanannya. Menunjukan hampir jam sepuluh malam. Bulan menenggelamkan wajahnya di sela-sela kedua kakinya yang sudah naik ke atas. Persetan dengan gaunnya yang sudah hancur berantakan.
Bintang tersingkap terkejut dengan kelakuan Bulan yang tidak peduli dengan gaunnya yang ikut naik. Cowok itu langsung berdiri di depan Bulan menutupi Bulan agar tidak ada yang melihat rok Bulan yang tersingkap dan mata sembab Bulan.
Bulan menyerah. Lagi-lagi Langit tidak menepati janjinya. Langit seperti orang tuanya meninggalkan dirinya sendirian padahal mereka sudah berjanji. Mamanya sudah berjanji untuk pulang dengan selamat dan membawakannya boneka beruang.
Langit juga sudah berjanji bahwa dia akan membawakan bunga mawar putih. Mereka mengecewakan Bulan. Malam itu Bulan menangis di kamarnya sembari memeluk foto ayah,ibu dan dirinya sewaktu kecil.
"Bulan, Mama di sini!" Perempuan paruh baya itu melambaikan tangannya ke atas ketika melihat anaknya duduk di lantai sembari menangis.
Perempuan yang berumur sekitar sepuluh tahun itu mendongakkan kepalanya. Langsung berlari menuju ke arah Mamanya dan memeluk kakinya. Menangis lagi sambil tersedu-sedu.
"Bulan takut. Bulan pikir mama mau buang Bulan."Mamanya tersingkap, ketejut dengan ucapan Bulan.
"Kok ngomongnya gitu? Memang kelihatannya Mama enggak sayang sama Bulan?" Bulan langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Itu si Rin. Dia ditinggal orang tuanya Ma. Dia dimasukin ke panti asuhan gitu. Bulan jadi takut habis dengerin ceritanya Rin." Bulan berceloteh tidak jelas sementara Mamanya mengusap rambut Bulan gemas.
"Bulan, Mama enggak pernah ninggalin Bulan kok. Jadi tenang aja ya. Mama kan sayang banget sama Bulan." Bulan tersenyum hingga matanya terpejam saking senangnya. Bulan digandeng oleh Mamanya untuk pulang dari taman bermain.
Bulan terbangun saat Mamanya berkata mereka sudah sampai di rumah. Tapi, ada yang aneh. Bulan melihat kedua orang tuanya menaiki sebuah kendaraan besar yang bisa terbang ke angkasa.
Bulan menatap kendaraan berbahan bakar avtur itu dengan kagum. Setelah orang tua mereka naik pesawat itu langsung lepas landas. Beberapa detik kemudian, tepat di depan matanya pesawat itu meledak, orang tuanya terjatuh dan tiba-tiba kepala mereka menghilang. Membuat Bulan berteriak hingga terbangun dari tidurnya.
Cewek dengan rambut sebahu itu berkeringat dingin. Mengusap wajahnya beberapa kali dengan napas memburu dan tidak beraturan. Bulan sudah lama tidak bermimpi buruk lagi, buru-buru Bulan memutar lagu yang ada di ponselnya dengan tangannnya yang bergetar hebat.
Suara yang dikeluarkan dari ponselnya membuat Bulan berangsur-angsur tenang. Suara laki-laki itu memang tidak pernah gagal membuatnya tenang. Entah kenapa bahkan sampai sekarang Bulan tidak pernah tau.
Bunyi suara detak jantung itu berjalan konstan. Pasien yang sedang dirawat dengan wajah damai masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sudah banyak perban yang menempel di kepala dan kedua tangannya. Di bagian kakinya diberi gips karena ternyata kakinya mengalami patah tulang.
"Bagaimana?" tanya dokter yang merawat setelah pasien itu sudah melewati masa kritisnya. Perawat itu menggeleng membuat dokter mendesah pasrah.
"Ponsel belum ditemukan."
"Segera ya Sus. Setelah ponsel ditemukan segera hubungi nomor yang berada di sana." Perawat itu mengangguk lalu izin untuk undur diri.
Sekitar dua harian Langit sadar dia langsung merasakan pening dan sakit yang bersamaan di sekujur badannya. Perawat yang sedang bertugas di ruangan Langit langsung memanggil dokter untuk memeriksa pasien yang baru saja siuman.
"Sakit," keluh Langit ketika dia semakin merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Mungkin akibat dari obat biusnya yang semakin lama menghilang.
Langit berusaha bangun. Dia tiba-tiba teringat akan janjinya. Dia tidak menepati janjinya dengan Bulan. Langit harus pergi dari sini. Dia harus meminta maaf ke Bulan. Tubuhnya terhuyung dia kembali terlentang di kasur rumah sakit.
"Dimohon pasien untuk beristirahat dahulu ya. Badan anda masih lemas silahkan untuk beristirahat terlebih dahulu." Menghembuskan napasnya dengan berat. Dia yakin bahwa Bulan akan mengamuk karena dia tidak menepati janjinya.
Langit sudah tidak bisa bergerak lagi matanya kembali tertutup dan beberapa jam lamanya tertidur karena pengaruh obat bius yang diberikan. Atau, mungkin Langit memang kelelahan.
Langit memegang kepalanya setelah dia sudah siuman sakit kepalanya belum hilang. Tapi, Langit sudah merasa sehat. Kakinya saja yang kini bermasalah. Karena patah Langit harus memakai tongkat untuk berjalan.
Langit meraih ponselnya yang sudah ditemukan oleh pihak kepolisian. Layarnya retak, tapi untungnya masih bisa menyala dan bisa digunakan untuk menelepon Bulan.
Langit menunggu nada hubung itu tersambung. Tapi, setelah beberapa lama dia menunggu. Teleponnya ditolak dari seberang sana. Langit yakin Bulan marah besar.