HAPPY READING!
Malamnya setelah Langit menghilang. Bulan langsung diminta neneknya untuk menyelesaikan pesta ulang tahunnya. Bulan tidak fokus dia harus pergi ke rumah sakit setelah ini.
Bulan langsung masuk ke dalam kamarnya, mengganti pakaian dan beranjak keluar. Bersamaan dengan perempuan rambut sebahu memegang gagang pintu. Kamarnya dikunci membuat Bulan mengedor meminta dibukakan.
"Nenek enggak bakal buku pintunya. Nenek tau kamu mau menghampiri laki-laki yang bisa-bisanya meminta uang dari kamu Bulan. Nenek sudah bilang, kalau jangan berteman dengan manusia yang tidak setara." Bulan kesal, dia baru sadar bahwa ingin tidak memiliki hati nurani sama sekali.
"Itu uang punya Bulan! Nenek enggak bisa fitnah Langit dan Mamanya. Uang yang Bulan keluarin itu kemauan Bulan sendiri bahkan mereka berdua enggak tau kalau Bulan yang bayarin." Bulan menaikan nada bicara naik satu oktaf neneknya yang berada di luar hanya menggelengkan kepalanya.
"Sejak kapan kamu berani bentak nenek kayak gini Bulan? Nenek yakin kamu terkena pengaruh buruk dari dua orang yang tidak jelas itu." Bulan mengepalkan tangannya. Neneknya sangat menyebalkan Bulan memukul pintu dengan kasar hingga menimbulkan dentuman keras membuat beberapa orang yang berada di luar terkejut.
Bulan berhenti menggedor, tubuhnya lelah setelah semua kejadian yang ada. Bulan menangis semalaman. Dia kembali kehilangan orang yang dia sayang.
Bulan menelepon Langit berkali-kali dan mengirimi pesan kembali. Langit benar-benar tidak membalas. Bulan menangis hingga lelah akhirnya perempuan cantik itu tertidur.
Besoknya dengan mata yang bengkak karena menangis terus menerus Bulan langsung bergegas mencuci wajahnya masih memakai pakaian yang kemarin dan berlari keluar.
Bulan berlari, berdoa agar neneknya tidak sadar kalau dirinya menghilang. Bulan masuk ke dalam mobil taksi dan meminta pergi ke rumah sakit tempat Mamanya Langit berada.
Sesampainya di sana kaki Bulan lemas. Sudah tidak bertenaga setelah mengetahui bahwa Langit sudah pergi keluar dari rumah sakit. Bulan tidak pantang menyerah perempuan itu langsung pergi ke rumah Langit ketika menemukan tukang ojek yang memang mangkal di sekitar situ.
Beberapa menit kemudian, Bulan sampai. Tapi, lagi-lagi rumah bercat kuning cerah kosong. Bulan memegang kepalanya. Lagi-lagi dia harus merasa kehilangan.
Bulan sebenarnya masih ingin mencari tetapi, neneknya menemukan dia dengan cepat. Akhirnya Bulan dikurung kembali. Bulan hanya bisa terus mengirimkan pesan di nomor yang sudah memblokir nya.
Bulan melihat timepedia Langit. Cowok itu tidak pernah menunjukan wajahnya. Hanya beberapa foto pemandangan dan tangannya yang memegang gitar.
Bulan mengirimkan pesan di timepedia. Benar-benar mengungkap isi hatinya sendiri.
Hallo Langit.
Maaf kalau semisal ini terkesan tiba-tiba.
Sebenarnya kemarin malam gue mau cerita tentang sesuatu. Tentang Bulan yang kehilangan sinarnya. Memang sih, Bulan itu enggak pernah punya sinar sendiri dia selalu bergantung sama Matahari.
Kalau menurut gue, Matahari itu sosok pelindung yang siap sedia menolong. Menurut gue, sosok matahari yang cocok itu bokap nyokap gue.
Lo masih inget? Tentang yang gue bilang bokap nyokap gue kaya. Emang sih, tapi mereka udah enggak ada. Mereka cuma ninggalin harta yang menurut gue enggak ada artinya.
Entah kenapa, Tuhan begitu jahat. Seolah kebahagiaan enggak pantas gue dapetin. Bokap nyokap gue udah enggak ada. Bener, meninggal.
Meninggal karena kecelakaan pesawat. Semenjak itu, gue ada rasa trauma yang besar. Enggak sih lebih besar rasa kehilangan gue waktu lo tiba-tiba menghilang.
Gue takut lihat gambar pesawat, suaranya, bahkan bayangannya gue takut. Gue takut kehilangan. Jadi, gue enggak mau temenan sama orang baru.
Cuma lo aja, gue ngerasa lo bahkan punya beban yang lebih besar dari gue. Beban yang kalau semisal gue tanggung gue mungkin bakal bunuh diri.
Gue waktu itu sekitar umur sembilan tahun. Orang tua gue enggak ada. Nenek gue yang ambil hak asuh gue.
Dia protektif untuk masalah pertemanan gue. Tapi, sama saja dia cuma memikirkan uang, uang dan uang.
Gue harap Lang, lo baca pesan gue. Gue berharap kita masih temenan. Gue cuma mau bantu lo karena gue juga sayang sama Mama lo. Seperti gue sayang ke orang tua gue.
Enggak ada niatan buat mencoreng nama baik lo ataupun harga diri lo. Maaf kalau misal memang lo berpikir seperti itu.
Setelah mengetik tulisan panjang ini, Bulan menangis hingga kelelahan. Matanya sudah membengkak. Setelah Langit menghilang Bulan benar-benar kesepian. Dia sangat merasa kehilangan.
Trauma yang sejak dulu dia tutupi sekarang muncul kembali. Bulan sering mencoret buku yang dulu dia tulis dengan kebahagiaan. Merasa kesal mengapa dirinya di dalam buku hariannya terasa bahagia.
Di sisi lain, Langit berusaha hidup dengan pekerjaannya yang sekarang bertambah. Dia menjadi pelayan restoran di malam hari dan pagi harinya dia melakukan kerja antar bunga.
Sudah sebulan dan Langit akhirnya membuka ponselnya. Banyak pesan yang masuk dan yang paling menarik perhatian nya adalah pesan dari Alianda Bulan.
Langit membuka pesannya, Dia juga kangen dengan gadis yang galak. Langit jadi merasa agak bersalah, sepertinya egonya terlalu tinggi.
Langit membaca pesan yang sangat panjang yang membuat ekspresi wajah Langit berubah-ubah. Di setiap tulisannya Langit menemukan banyak rada sakit yang selalu ditutupi oleh Bulan.
Langit yang hari ini libur dari pekerjaannya langsung berdiri dari kasurnya. Dia merasa harus menemui Bulan apapun yang terjadi. Langit meminta ijin ke Mamanya, berusaha menjelaskan. Rosa sendiri mengangguk memperbolehkan Langit untuk pulang ke Jakarta.
Langit bergegas membeli tiket untuk pergi. Langit mengemasi barangnya sedikit dan memastikan bahwa mamanya baik-baik saja.
"Iya Langit. Mama bakal baik-baik aja. Jadi, Langit pergi aja enggak apa-apa. Oke?" Langit menatap Mamanya sendu. Mamanya juga melambaikan tangannya membiarkan Langit pergi sendirian.
Langit berangkat di siang hari. Sampai di Jakarta Langit memesan ojek dan pergi langsung ke rumahnya. Menyiapkan segalanya dan Langit bergegas menuju ke rumah Bulan.
Mengetuk pintunya lalu menunggu dibuka. Langit ingin meledak saja ditempat. Ketika seseorang di depannya menatapnya dengan tajam.
"Kenapa kamu lagi?" Langit hanya diam. Dia langsung menyodorkan buku tabungan miliknya yang secara khusus dia buat untuk diberikan ke keluarga Bulan.
"Saya ingin mengembalikan hutang saya. Lalu, saya ijin untuk bertemu dengan Bulan." Langit berucap to the point Nenek Bulan hanya menatap Langit dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.
"Kenapa kamu mau bertemu dengan cucu saya?" Langit berbicara kalau ada sesuatu yang harusnya dia bicarakan sebelum dia pergi. Neneknya masih kekeh untuk tidak mengijinkan.
"Nek, ngapain di depan pintu?" tanya Bulan sambil memegang gelas untuk dia minum.
Matanya menatap sepasang manik mata yang sudah lama dia tidak lihat. Manik mata yang selalu dia rindukan.