Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asoy Geboy
MENU
About Us  

Abi mempercepat langkah setelah tiba di UGD rumah sakit dekat bengkel. Ia segera mencari Aco, senior sekaligus mentor putranya yang tadi menghubungi untuk kemari. Raut lelaki paruh baya itu memucat. Keringatnya juga panas-dingin. Ia bahkan lupa cara mengatur napas saat sosok yang dicari masih sendirian, duduk berjongkok di dekat pintu.

"Di mana?" tanya Abi tanpa basa-basi. Dahinya makin berkerut ketika melihat lengan baju Aco dipenuhi bekas darah.

"Om."

Aco segera berdiri. Ia membungkuk kecil, lalu mencium tangan Abi sebagai bentuk sopan santun. Seketika lidahnya kelu dan bingung mau berkata apa, padahal ia tadi sudah menyiapkan mental setelah Abi sempat mengamuk di telepon. Berbagai kosa kata di kepalanya seakan bersembunyi sampai-sampai ia gagap menjawab. Hanya 'ah, eh, anu,' yang keluar dari mulutnya.

"Bang, lo dicari--Papa? Kok bisa di sini?"

Dua lelaki dewasa pun serempak menoleh. Abi sontak terbelalak dengan mulut yang masih menganga ketika Geboy keluar ruangan dengan santai. Ia lekas mengecek tubuh putranya itu, menyentuhnya dari ujung kepala sampai kaki. Selain perban di pelipis kanan dan bekas infus di pergelangan kiri, sepertinya enggak ada hal yang perlu dikhawatirkan.

"Kamu nggak apa-apa?"

Geboy menelan ludah. Baru kali ini ia melihat papanya ngos-ngosan seperti itu. Matanya juga merah dan berair, bahkan kedua tangan yang memegangi pundak terasa bergetar. Ia segera mengangguk, lalu menyerahkan resep obat yang diberikan dokter untuk ditebus ke apotek.

"Dijahit dikit," terang Geboy kurang jelas.

Abi mengembuskan napas panjang. Ia lantas berjalan ke arah Aco dan berterima kasih. Setelah itu, ia menyuruhnya untuk pulang lebih dulu. Masalah motor Geboy yang masih di bengkel, biar Kang Mus yang mengurusnya. Enggak lupa Abi meminta maaf karena sudah merepotkan.

"Kamu tunggu di mobil."

Geboy berkedip konstan saat menerima kunci mobil papanya. Ia pun menurut tanpa bertanya dan segera menuju parkiran, sedangkan Aco langsung pamit mencari angkot buat irit ongkos.

Usai menemukan mobil papanya dan duduk dengan nyaman di kursi belakang, Geboy mulai memejamkan mata. Ia ingin mencari tahu apa yang terjadi. Memori siang tadi masih berupa kepingan puzzle baginya. Hal yang ia ingat, ia tiba-tiba merasa pusing ketika berdiri sampai akhirnya oleng dan membentur motor, entah di bagian mana. Lalu saat sadar, ia sudah dikelilingi bau obat-obatan dan petugas medis.

"Boy?"

Sang pemilik nama itu refleks membuka mata saat papanya memanggil. "Iya, Pa."

Abi sudah berada di dalam, tapi belum menyalakan mesin. "Pusing?"

"Aku nggak apa-apa."

"Apa kata dokter?"

"Darah rendah."

"Terus lukanya?"

"Nggak ada kemungkinan gegar otak, tapi kalau ada keluhan bisa langsung periksa."

Sontak Abi mendengkus. Tanpa ada pertanyaan lagi, ia mulai menjalankan mobilnya. Geboy bisa melihat melalui kaca bahwa papanya itu seperti tengah menyesali sesuatu. Memang apa yang ia harapkan? Suatu hal parah terjadi padanya, begitu? Kini ia yang menghela napas.

"Berhenti aja di halte. Aku bisa pulang sendiri. Papa perlu buru-buru ke kantor, kan? Maaf udah bikin khawatir."

"Kalau emang kamu merasa bersalah, seharusnya dari awal hati-hati, Boy. Kamu tahu betapa paniknya Papa tadi? Ternyata kamu nggak kenapa-kenapa."

Papa pasti sedang merugi, batin Geboy pahit. Ia memalingkan muka ke jendela mobil, memandangi gedung berjalan yang mulai tertutupi langit sore. Matanya makin berkaca-kaca saat mendengar, "Kamu terlalu lemah. Papa jadi pesimis lagi."

Permintaan untuk diturunkan di halte sengaja diabaikan. Abi terus melaju sampai berhenti di lampu merah. Geboy yang membenci keheningan ini sontak menekan tombol yang mengunci pintu belakang lalu keluar tanpa pamit.

"Boy!"

Abi berteriak berulang kali. Ia hendak menyusul dan menyeret anak itu kembali, tapi lampu keburu hijau dan ia terus-menerus diklakson untuk segera jalan. Saat berhasil putar balik ke tempat semula, sosok yang dicari sudah lenyap. Ia pun memutuskan kembali ke kantor, seperti yang putranya sebutkan. Melihat keadaannya yang baik-baik saja--sampai bisa pundung dan kabur begitu--ia enggak perlu ketar-ketir.

Sementara itu, Geboy yang berlari kecil lalu ganti berjalan cepat kini duduk di Indomaret Point. Untunglah ponselnya masih ada di kantong celana, entah Aco yang memasukkan atau dari awal sudah ada di situ--lupa. Ia segera menghubungi Komal untuk menjemputnya.

Hanya butuh sepuluh menit, lelaki yang memakai celana kuning pendek itu tergopoh-gopoh menerobos hujan dan mendekati Geboy. Alisnya spontan terangkat saat ngeuh ada yang berbeda di kepala sahabatnya itu.

"Anjir, ditambal lagi lo?"

Sungguh pertanyaan yang sangat perhatian.

"Entar aja cerita di rumah. Ayo balik."

"Masih hujan ini."

Geboy mengangkat jas hujan plastik yang baru saja ia beli. "Gampang."

"Tapi luka lo--"

"Aman. Udah, ayo. Gue pusing pengen rebahan."

"I-iya, deh."

Komal segera menyalakan vespanya lalu menerjang hujan kesekian kali. Jalan pintas yang enggak begitu macet cukup menyelamatkan mereka, jadi enggak basah kuyup amat. Setelah sampai di rumah Komal, dua lelaki itu segera masuk kamar dan mengeringkan tubuh menggunakan handuk. Ini bukan kali pertama Geboy ke sini, jadi ibu Komal pun sudah terbiasa saat anaknya menyelonong masuk. Ia cuma geleng-geleng saat mendapati jejak kaki dan tetesan air di sepanjang ruang tamu.

"Ibu bikinin teh hangat. Cepat diminum biar enggak masuk angin," ucap wanita itu usai mengetuk pintu lalu menaruh nampan di atas nakas.

"Makasih, Tante." Geboy tersenyum manis.

"Kamu udah makan, Boy? Mau dibawakan ke sini aja?"

"Nggak usah, Tante. Aku nggak mau ngerepotin."

"Ya udah, entar kalau lapar cari sendiri di dapur, ya. Komal juga."

"Iya, Bu."

Geboy membungkuk kecil lalu mengunci kamar setelah ibu Komal hilang dari pandangan. Ia lalu selonjoran di bawah dan bersandar pada kasur. Tapi, tiba-tiba Komal dengan enteng menarik kerahnya, membawa agar duduk di atas.

"Biasa aja dong, Mal. Lo pikir gue anak kucing?"

"Lagian udah tau dingin malah di situ."

"Gue kepanasan, kok."

Komal mengerutkan kening. Ia refleks mengecek suhu Geboy dengan menyentuh lengannya. Seketika raut muka lelaki berubah datar dan ia pun melirik sinis.

"Panas pala lo! Dingin begini."

"Kepala gue emang panas."

"Gue nggak bakal nanya kalau lo nggak cerita sendiri. Jadi, mending sekarang tiduran aja. Gue ambil makan dulu."

Belum sampai melangkah, Geboy menahan tangan Komal dan mencengkeramnya. Mencoba peka, lelaki itu berhenti dan berbalik. Ia lalu berjongkok dan menatap sang sahabat dari bawah lekat-lekat.

Geboy enggak menangis. Ekspresinya kosong, seperti dikuras habis dan cuma tersisa energi untuk hidup. Komal menepuk kaki Geboy berkali-kali agar ia bisa sadar dan berusaha kembali waras. Meski mengaku enggak mau berurusan tanpa dilibatkan, Komal tetap ingin tahu.

"Mal," ucap Geboy setelah hening beberapa saat.

"Iya."

"Gue jadi anak kurang apa, ya?"

Komal menelan ludah. "Kenapa lo tiba-tiba nanya gitu?"

Geboy bergeming. Ia ingin menjelaskan, tapi malas mengutarakan. Kawannya itu tahu sesuatu, tapi memancingnya berkata lebih dulu. Ia mau meluapkan emosi yang beradu dengan pening di kepala, tapi tenaganya masih di bawah rata-rata. Alhasil, lelaki itu tiba-tiba terpejam dan hampir tersungkur kalau saja Komal enggak menahan di depan.

"Gue tahu lo capek."

Komal segera membantu Geboy berbaring di kasur dan menyelimutinya hingga batas dada. Ia kemudian mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Tyas, mama Geboy, bahwa anak mereka itu akan menginap di sini dan enggak ada yang perlu dikhawatirkan. Setelah mendapat balasan berupa 'iya' dan 'terima kasih', ia bisa bernapas lega dan ikut beristirahat.

Kalaupun nanti terjadi sesuatu, Geboy merasa lebih aman dan nyaman di sini dibanding di rumah.

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Let's See!!
2344      989     1     
Romance
"Kalau sepuluh tahun kedepan kita masih jomblo, kita nikah aja!" kata Oji. "Hah?" Ara menatap sahabat kentalnya itu sedikit kaget. Cowok yang baru putus cinta ini kenapa sih? "Nikah? lo sama gue?" tanya Ara kemudian. Oji mengangguk mantap. "Yap. Lo sama gue menikah."
Love Like Lemonade
4682      1549     3     
Romance
Semula Vanta tidak tahu, kalau satu perlawanannya bakal menjadi masalah serius. Siapa sangka, cowok yang ditantangnya─Alvin─ternyata adalah penguasa kampus! Jadilah mereka musuh bebuyutan. Di mana ada Alvin, itulah saat paling buruk untuk Vanta. Neraka bagi cewek itu. Bagaimana tidak? Cowok bernama Alvin Geraldy selalu melakukan segala cara untuk membalas Vanta. Tidak pernah kehabisan akal...
DI ANTARA DOEA HATI
1337      672     1     
Romance
Setelah peristiwa penembakan yang menewaskan Sang mantan kekasih, membuat Kanaya Larasati diliputi kecemasan. Bayang-bayang masa lalu terus menghantuinya. "Siapapun yang akan menjadi pasanganmu akan berakgir tragis," ucap seorang cenayang. Hal tersebut membuat sahabat kecilnya Reyhan, seorang perwira tinggi Angkatan Darat begitu mengkhawatirkannya. Dia berencana untuk menikahi gadis itu. Disaa...
Under a Falling Star
1081      628     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Perhaps It Never Will
6151      1748     0     
Romance
Hayley Lexington, aktor cantik yang karirnya sedang melejit, terpaksa harus mengasingkan diri ke pedesaan Inggris yang jauh dari hiruk pikuk kota New York karena skandal yang dibuat oleh mantan pacarnya. Demi terhindar dari pertanyaan-pertanyaan menyakitkan publik dan masa depan karirnya, ia rela membuat dirinya sendiri tak terlihat. William Morrison sama sekali tidak pernah berniat untuk kem...
PATANGGA
893      610     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Gantung
811      512     0     
Romance
Tiga tahun yang lalu Rania dan Baskara hampir jadian. Well, paling tidak itulah yang Rania pikirkan akan terjadi sebelum Baskara tiba-tiba menjauhinya! Tanpa kata. Tanpa sebab. Baskara mendadak berubah menjadi sosok asing yang dingin dan tidak terjamah. Hanya kenangan-kenangan manis di bawah rintik hujan yang menjadi tali penggantung harapannya--yang digenggamnya erat sampai tangannya terasa saki...
1'
4581      1529     5     
Romance
Apa yang kamu tahu tentang jatuh cinta? Setiap kali ada kesempatan, kau akan diam-diam melihatnya. Tertawa cekikikan melihat tingkah konyolnya. Atau bahkan, kau diam-diam mempersiapkan kata-kata indah untuk diungkapkan. Walau, aku yakin kalian pasti malu untuk mengakui. Iya, itu jarak yang dekat. Bisa kau bayangkan, jarak jauh berpuluh-puluh mil dan kau hanya satu kali bertemu. Satu kese...
Le Papillon
3256      1284     0     
Romance
Victoria Rawles atau biasa di panggil Tory tidak sabar untuk memulai kehidupan perkuliahannya di Franco University, London. Sejak kecil ia bermimpi untuk bisa belajar seni lukis disana. Menjalani hari-hari di kampus ternyata tidak mudah. Apalagi saat saingan Tory adalah putra-putri dari seorang seniman yang sangat terkenal dan kaya raya. Sampai akhirnya Tory bertemu dengan Juno, senior yang terli...
Fallin; At The Same Time
3345      1483     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...