Read More >>"> Asoy Geboy (Chapter 9 - Pecah Rekor) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asoy Geboy
MENU
About Us  

Lumpia goreng yang dicocol saus kental menjadi satu-satunya alasan Geboy mau bertahan di Warung Abah. Sedari tadi, ekspresinya masih sama--menekuk dengan side eyes yang menakutkan--serta setia menutup mulut. Semula, ia enggak masalah kalau traktiran si Randu disebabkan oleh kejadian baik yang pasti berbanding terbalik dengannya. Toh, ia sudah terbiasa mendengar lelaki itu memamerkan berbagai macam hal yang membuatnya mual-muntah dan demam semalaman. Tapi, hari ini cukup berbeda. Ia bahkan enggan terlibat dalam percakapan anak-anak lain.

"Puas banget bisa ngalahin tuh cowok."

Kesekian kali Randu membual. Geboy sontak mendengkus. Bola matanya berputar malas. Ia juga berdecak lalu menyilangkan kaki ke arah berlawanan. Ia malas menatap sepupunya itu, apalagi kalau sedang mode cerewet seperti ini. Ingin rasanya menyalakan mesin motor dan lanjut pulang, tapi Komal menahannya karena cerita Randu lumayan seru. Sialan, batinnya.

"Bagus, deh. Sesekali geng sebelah emang perlu dikasih pelajaran," timpal salah seorang dari mereka.

Geboy cuma merespons seadanya. Hem, iya, ho'oh, gas, betul, dan segelintir kata pelit lain seperti digilir untuk diucapkan. Raga dan jiwa lelaki itu seakan sedang terpisah. Tatapannya enggak fokus, seolah menerawang sisi gelap dari pojok warung yang digosipkan ada penunggunya. Komal menyadari itu, tapi ia perlu memecut sahabatnya dengan trigger lain yang lebih aduhai. Sepertinya, ini berhasil.

"Jalur prestasi tuh tetep jadi pembalasan yang paling epic." Randu menutup sesi pidatonya sambil sekilas melirik Geboy.

Sayang, sang sepupu itu benar-benar enggak tertarik, meskipun apa yang Randu lakukan ini termasuk pecah rekor. Mendapat nilai tertinggi memang bukan perkara besar, tapi berkat huru-hara Bobi di agenda balap kemarin, kemenangan Randu menjadi angin segar bagi Geng Senter. Minimal, ia yang dinilai 'anggota biasa' bisa dengan gampang menginjak-injak harga diri ketua dari Geng Boswan. Terlebih lagi Randu memanggil dan meremehkan Bobi di depan kelas--dibuktikan dengan rekaman video--yang membuatnya sangat cool dan fantastis. Padahal, hal itu enggak pernah jadi trending topic sebelumnya.

Semua berkat kemampuan marketing Randu yang suka hiperbola.

"Gue cabut dulu."

"Lah, kenapa? Masih sore ini," ucap Komal. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam.

Geboy enggan menjawab. Ia cuma tersenyum tipis lalu menyalami semua anggota, termasuk Randu. Lelaki itu kemudian membayar pesanannya dan segera beranjak pulang.

Di sepanjang jalan, pikiran Geboy hanya terbagi dalam dua hal, yaitu lalu lintas dan peningkatan eksistensi Randu. Sekarang, anak Geng Senter mulai melihat sisi hero dari sepupunya itu. Padahal, lagi-lagi harus ia tegaskan, semua ini bukanlah hal baru dan enggak seharusnya dibesar-besarkan. Kebetulan saja si Bobi yang cari masalah, mereka satu sekolah dan satu kelas pula, lalu Randu si penguasa jagat Makmur memperoleh nilai sempurna di tugas terbaru mereka, dan BOOM! Lakon hangat itu berhasil terbentuk.

"Iya, ya. Kok kebetulan banget," monolog Geboy tiba-tiba.

Lelaki itu lekas menggeleng. Ia mengusap wajah saat berhenti di lampu merah. Makin dipikir memang makin berat otak dan batinnya. Jadi, ia memilih langsung pulang, minum cokelat, tarik selimut, nonton Netflix, dan tidur sampai subuh besok.

Meski bangun dengan tubuh prima dan siap menyerap materi Aco dengan baik, Geboy tetap banyak pikiran--entah apa saja yang diresahkan. Saat perjalanan ke bengkel tempat belajar, ia hampir menabrak tiang listrik karena salah belok. Untunglah ada kakek-kakek yang meneriakinya dari jauh. Kalau enggak, motor klasik kesayangannya bisa babak belur.

"Siang, Kang," sapa Geboy setelah tiba.

"Siang. Udah ditunggu Aco di belakang."

"Oke, makasih."

Lelaki yang mengenakan celana training dan kaus lengan panjang serba-hitam itu segera masuk dan mencari seniornya. Ia lantas berlari-lari kecil saat mendapati sosok yang dicari tengah melambaikan tangan. Geboy pun meletakkan tasnya ke dekat kursi kecil lalu menghampiri Aco.

"Udah lama, Bang?"

"Baru, kok. Tadi sekalian dari kampus langsung ke sini. Lo udah makan?"

"Aman," jawab Geboy asal, sebab sebenarnya ia hanya mengonsumsi onigiri Indomaret sebelum kemari.

"Oke. Lo cek dulu, gih."

"Siap!"

Sesuai jadwal yang Geboy berikan, Aco memutuskan hari ini membahas pemasangan rantai lebih dulu. Ia sudah meminta izin pada Kang Mus untuk memakai motornya sebagai uji coba. Syukurlah, Honda Supra X125 ini boleh diapakan saja, asal dikembalikan seperti semula.

Geboy tampak tenang dan serius sampai dahinya berkerut. Sebuah pemandangan langka karena biasanya ia cuma haha-hihi, atau parahnya malah grasak-grusuk. Mungkin sebab Aco menyuruhnya untuk menikmati waktu tanpa risau. Enggak ada timer, enggak ada deadline.

"Ini terlalu kendor, Bang."

"Efeknya apa?"

"Entar timing bukaan klepnya bisa telat, terus mesin jadi berisik dan rantai bisa loncat dari gear."

"Sip. Motor ini kan pake roll keteng dari karet, jadi penegangnya masih ngandelin suling hidrolik."

"Makanya setiap buka baut penonjok itu selalu keluar oli ya, Bang?"

"Yoi, itu yang bikin suaranya berisik. Karena kan olinya keluar, jadi tekanan hidroliknya hilang."

Geboy manggut-manggut. Ia kemudian memperhatikan bawah blok, tepatnya pada baut 10mm yang terdapat ring lembaga. Bagian itu merupakan nipel yang berfungsi membuang angin palsu.

Setelah Aco menyalakan motor dalam kondisi langsam dan standar tengah, Geboy pelan-pelan membuka baut itu dan menunggu sampai ada angin yang keluar, dibarengi dengan muncratan oli. Suara mesin yang semula kurang enak didengar perlahan makin halus.

"Kalau udah gini, bisa langsung ditutup terus dikencangkan," ucap Aco.

"Oke, Bang."

Kurang dari sepuluh menit, pengerjaan plus pemberian materi itu selesai. Geboy seketika menghela napas lega. Mengobrol dengan Aco jauh lebih mudah dipahami daripada mendengar tausiah Pak Bonang. Seenggaknya, ia sudah mengantongi satu kasus dan bisa bergerak ke dunia rantai yang lain.

"Gimana? Nggak susah, kan?" Aco ikut duduk di sebelah Geboy dan merangkul pundaknya.

"Lumayan, Bang, berkat lo."

"Enggak, emang lo aja yang udah ada bakat. Kuncinya yang penting observasi dulu, pahami case, cari solusi, baru eksekusi. Jangan malah pegang sambil mikir, takutnya lo ngelakuin kesalahan dan harus ulang dari awal. Mending take your time, tapi pas udah ngerti mana yang mesti dibenerin bisa langsung sat set."

"Thanks, Bang."

"Sip. Mau istirahat dulu, nggak? Gue curiga perut lo kosong."

Geboy tertawa kikuk. "Kedengaran, ya?"

"Dikit." Aco ikut terkekeh. "Mau ke Warung Abah atau di dekat sini aja?"

"Sini aja. Bahaya kalau ke sana. Bisa-bisa kelamaan nongkrong kagak balik-balik. Lagian, mau bungkus buat Kang Mus sekalian."

"Oh, oke. Ayo!"

Geboy mengangguk. Ia segera berdiri tanpa aba-aba. Seketika pandangannya berubah hitam kehijauan dan tubuh pun sontak melemas. Pening di kepala enggak seberapa, tapi tiba-tiba ia limbung seperti tersetrum sampai membentur pinggiran motor dan tersungkur.

"Boy!"

Aco yang sepersekian detik enggak menyangka hal itu akan terjadi refleks mendekat dan berlutut. Ia terus memanggil Geboy dan menepuk-nepuk pipinya. Suara itu semula masih bisa terdengar, meski dibarengi dengungan dan lirih sekali. Tapi, lama-kelamaan Geboy jatuh lebih dalam dan enggak bisa berkutik lagi.

"Kenapa, Co?" Dari depan Kang Mus tampak berlari kalang kabut. "Astagfirullah!"

"Kain bersih, Kang, tolong," pinta Aco sambil memangku Geboy. Ia juga sibuk menekan nomor emergensi untuk mencari pertolongan pertama.

"Iya … iya. Bentar, bentar!"

Setelah meraih handuk kecil yang Kang Mus berikan, Aco segera menekan luka di kepala Geboy yang terus berdarah. Dengan tangan satunya, ia menyalakan speaker dan menyuruh Kang Mus menjelaskan arah jalan pada petugas ambulans, sebab ia enggak bisa berpikir jernih. Tangannya gemetaran dan tengkuknya banjir keringat.

"Baik, Pak. Terima kasih," ucap Kang Mus mengakhiri panggilan.

Usai mendapat kepastian dan mereka tinggal menunggu, Aco teringat sesuatu dan meminta ponselnya lagi. Lelaki itu memejamkan mata lalu menarik napas dalam-dalam, menetralkan degup jantung.

"Kita harus telepon Om Abi."

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Reminisensi
0      0     0     
Fan Fiction
Tentang berteman dengan rasa kecewa, mengenang kisah-kisah dimasa lampau dan merayakan patah hati bersama. Mereka, dua insan manusia yang dipertemukan semesta, namun bukan untuk bersama melainkan untuk sekedar mengenalkan berbagai rasa dalam hidup.
THE YOUTH CRIME
3701      1124     0     
Action
Remaja, fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa dengan dua ciri khusus, agresif dan kompetitif. Seperti halnya musim peralihan yang kerap menghantui bumi dengan cuaca buruk tak menentu, remaja juga demikian. Semakin majunya teknologi dan informasi, semakin terbelakang pula logika manusia jika tak mampu mengambil langkah tegas, 'berubah.' Aksi kenakalan telah menjadi magnet ketertarika...
The Legend of the Primrose Maiden
759      403     1     
Fantasy
Cinta dan kasih sayang, dua hal yang diinginkan makhluk hidup. Takdir memiliki jalannya masing-masing sehingga semua orang belum tentu bisa merasakannya. Ailenn Graciousxard, salah satu gadis yang tidak beruntung. Ia memiliki ambisi untuk bisa mendapatkan perhatian keluarganya, tetapi selalu gagal dan berakhir menyedihkan. Semua orang mengatakan ia tidak pantas menjadi Putri dari Duke Gra...
Buku Harian Ayyana
20678      4576     6     
Romance
Di hari pertama masuk sekolah, Ayyana udah di buat kesel sama cowok ketus di angkatannya. Bawaannya, suka pengen murang-maring terus sama cowok itu! Tapi untung aja, kehadiran si kakak ketua OSIS bikin Ayyana betah dan adem tiap kali dibuat kesel. Setelah masa orientasi selesai, kekesalan Ayyana bertambah lagi, saat mengetahui satu rahasia perihal cowok nyebelin itu. Apalagi cowok itu ngintilin...
Cinta Semi
1789      797     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
Gi
936      540     16     
Romance
Namina Hazeera seorang gadis SMA yang harus mengalami peliknya kehidupan setelah ibunya meninggal. Namina harus bekerja paruh waktu di sebuah toko roti milik sahabatnya. Gadis yang duduk di bangku kelas X itu terlibat dalam kisah cinta gila bersama Gi Kilian Hanafi, seorang putra pemilik yayasan tempat sekolah keduanya berada. Ini kisah cinta mereka yang ingin sembuh dari luka dan mereka yang...
ALMOND
829      491     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
KEPINGAN KATA
387      254     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
KataKu Dalam Hati Season 1
4278      1226     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Acropolis Athens
4155      1739     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.