Bee mendengar dari kamar, di luar kamar, pamannya—suami dari almarhum tantenya dulu. Ia mendengar, pamannya tampak memberitahu sang ibu bila pria berumur sekitar 44 tahun tersebut akan menjeput anak keduanya—adik sepupunya laki-laki yang masih kelas satu SMK, dan bersekolah di SMK terbesar dan tersohor di Kota Malang. Pamannya tidak sendirian, melainkan mengajak anaknya bungsunya. Dengan beralasan adik sepupu laki-lakinya sedang sakit. Bee mendengarnya hanya cuek. Setelah kedua orang itu pergi untuk menjemput, diam-diam ia mengirimkan sebuah chat kepada almarhum tantenya.
Tante, anakmu laki-laki mau balik ke sini. Dijemput sama papa sama dedeknya. Mulai baju kotor baru menumpuk telah menanti...! Karena pembantunya siap melayani (menyindir diri sendiri 😢) Iyalah, Te, tau sendiri anakmu-anakmu laki-lakimu kayak apa? Sudah malas, tidurnya ngebo, susah dibilangin, jorok suka bergadang! Kudeskripsikan seperti itu! Eh, dua anakmu cewek-Caca, sudah malas, tidurnya suka ngebo, kalau disuruh mendadak disuruh. Anakmu satunya, malah belagu ngomongnya kalo ada papanya. Sok! Aku bilang, anakmu itu sudah kena pengaruhnya Alif, ngomongnya sok dan gampang ngejek, apalagi ngelamak ke orangtua!
Terkirim:
16:19:57
20-10-2022
-----
Pengiriman telah gagal
Tante Lidyawati
085xxxx
----
Sorenya, lebih tepatnya menjelang malam, pamannya pulang. Sebelum pulang pamannya, memberitahu lewat chat di WhatssAp, sebuah video adik laki-laki sepupunya sedang terbaring di rumah sakit, di salah satu kota di Kepanjen. Dia dianogsis sakit flu serta demam. Bukannya hanya itu, adik laki-laki sepupunya sering sakit karena sering sekali tidur larut malam alias bergadang! Bergadang, ia sama sekali tidak pernah. Yang pernah tidur hingga jam 12 malam akibat keasyikan bermain internet. Namun, semenjak insiden adik kembarnya jatuh sakit, dibawa ke rumah sakit, ia menjaga pola tidurnya. Bee terbangun jika itu ada alarm di handpone kecilnya. Terbangun untuk salat Tahajud, bila dirinya tidak lupa atau sudah takut, ia akan kembali tidur. Memang ia penakut, takut akan hantu, takut akan hewan terutama ular, ulat dan laba-laba. Jangan ditanya soal kepekaan. Soal kepekaan Bee amatlah sangat peka terhadap sesuatu di sekelilingnya. Bukan hanya kepekaannya, melainkan feeling-nya yang kuat. Contohnya tidak jauh-jauh. Seperti bangunan yang dibangun bersebelahan dengan penggilingan almarhum kakeknya, tidak berkerja sama sekali alias tidak jalan! Aslinya, bangunan itu yang tanahnya masih milik bapaknya akan dibangun sebuah rumah untuk salah satu di antara Bee dan Dee. Bila keduanya sudah menikah, tanah itu akan jadi milik di antara mereka. Itu sesuai janji ibunya. Dulu, sebelum ada bangunan itu dibangun, dulu tanah itu masih menjadi sepetak kebun. Bahkan orang-orang yang menumpang untuk menjemur gabah hasil panen orang-orang kadang kala, atau sering berteduh di bawah pohon pisang dengan duduk beralaskan karung gabah. Itupun nyaman saja. Di kebun itu dulu ditanami lombok, terong ungu (berbentuk bulat), kemikir, bayam, bunga turi, daun pandan, dan daun pisang. Dee sangat suka memetik lombok dan dikumpulkannya menggunakan tangan. Bila sudah terkumpul banyak, dia akan menjualnya ke tukang sayur langganan yang selalu berhenti tepat di depan rumah. Lumayan, bisa dibuat tabungan. Sekarang? Sekarang tidak ada lagi lombok ataupun kebun. Ibunya pernah berkata, dengan perasaan amat menyesal karena rumah impian untuk anak perempuannya selama ini telah pupus. Sia-sia saja dibangun namun tidak dapat apa yang diharapkan. Ibunya mengalah semua demi ketiga anak almarhum adiknya. Terlebih suami almarhum mengingkan untuk membangun usaha. Lihat, mana katanya usaha? Jangankan bengkel yang disungging-sunggingkan setinggi langit itu? Mana juga toko untuk menjual barang kebutuhan seperti toko lain? Sia-sia... Tidak sesuai apa yang diinginkan. Hanya dengan mengalah, apa semua bakal kembali seperti dulu? Bee juga sama kecewanya. Walau itu tanah milik keluarganya, bangunan itu bukan miliknya. Ia pun sama dengan ibunya. Mengalah. Mengalah dalam segala hal, dan itu tidak sesuai keinginan. Ingin berteriak, memprotes? Tidak bisa! Karena sudah terlanjur dibangun. Sempat, bangunan itu sudah setengah jadi, dan akan dijanjikan Bee dan Dee akan bekerja untuk pamannya. Mendengar penuturan ibu mereka, keduanya sudah tidak suka.
"Ibu sama Bapak sama saja," protes Dee.
"Kenapa?"
"Ya, soal bangunan itu mau dijadikan toko atau bengkel. Sebenarnya aku enggak mau," tolaknya keras.
Bee sama. Dalam hati ia sama akan menolak keras. Mending kerja di selepan. Enggak ada yang jadi babu, pikirnya.
Bee sama halnya Dee, mereka menolak keras usul ibu karena mereka ingin bekerja di jalan mereka masing-masing. Bee ingin berjalan sendiri dengan usahanya. Yaitu menulis! Menulis masih dianggap remeh, apalagi penulis! Kata orang, bukan lagi sih, menjadi menulis itu gajinya sedikit dan tidak tanggung-tanggung. Bee menjadi penulis bukan karena uang. Ia ingin menjadi penulis ingin seperti penulis favoritnya, sesama teman penulis, karena sedari kecil suka sekali berimajinasi dan suka membaca sewaktu sekolah dasar. Keinginannya menjadi penulis sangatlah besar. Dengan tekadnya ingin menjadi penulis, ia memperbanyak membaca dan latihan menulis setiap hari. Disela-selanya latihan menulis, mencoba menulis cerita pendek di sebuah majalah langganan. Bahwasannya banyak pengarang muda sesusia yang mengirim karya. Misalnya saja, soal makanan. Di rumah, ibunya memasaknya apa yang dimasak, sama sekali tidak tersentuh. Hanya Bee dan Dee yang memakannya. Bila ibunya memasak sop, sayur bening, ati kecap, ceker, tempe goreng, bergedel, tempe mendol, lalapan dan menyambal terasi saja, adik sepupunya tidak mau memakannya dengan beralasan tidak cocok atau tidak berselera. Waktu ibunya memasak, Dee pernah bercerita kepada Bee, ibunya mengomel karena setiap makanan yang dimasak tidak ada yang laku dimakan. Terlihat diraut wajahnya yang menyesal. Ibunya mengomel,"Setiap aku masakin, mesti tidak ada yang makan. Kurang apa aku coba?"
Dee melihat ibunya, menjawab lirih."Bu, masakan ibu mana ada yang enggak enak. Lha wong aku sama Kak Bee tetap makan, walau lauk sama sayurnya sesimpel apapun. Biasalah, di sana mereka makannya beli, terbiasa makan enak. Beda sama kita."
"Aku tahu, Nak. Makanan yang aku masak setiap hari jadi sia-sia."
Mau dikata apa, makanan yang dimasak tetap menjadi sia-sia. Terbiasa hidup enak tanpa beban apapun, ketiga adik sepupunya tidak merasakan hidup sengsara. Sewaktu SD, Bee dulu pernah meminta apa saja bila tidak dituruti seperti adik sepupunya yang paling kecil. Beranjak saat di kelas 3, sedikit demi sedikit ia mulai memahami di sekelilingnya. Karena sejak itu, ia kerap di-bully habis-habisan oleh teman-temannya sekelas dan berlanjut sampai kelas satu SMP. VITTO datang mengunjunginya.
"Hallo, Bee!" sapanya ramah. Dia memakai baju kotak-kotak berwarna hitam-merah berlengan panjang, nemakai celana jeans warna biru tua, memakai sandal berbulu abu-abu dan memakai kacamata bulat mirip Harry Potter.
Bee membersihkan rak buku menggunakan tisu basah sebagai lap."Hallo," jawabnya.
"Woow, lagi membersihkan rak buku, ya?"
"Iya."
VITTO menghampirinya. Menatap banyaknya buku di atas lemari yang terbuat dari kayu jati."Tiap hari kamu bersihin?"
"Kadang-kadang sih. Kalau lagi malas ya enggak. Kalau debunya sudah bermunculan kayak begini..." kakinya memanjat naik ke atas lemari."Aku bersihkan."
VITTO mendongak.
"Sampai naik-naik segala."
"Kayak kamu lihat sekarang."
"Kamu mirip aku, deh. Aku sampai naik-naik. Itu pun pakai tangga geser."
"Banyak dong bukumu?"
"Bukan bukuku saja. Buku punyanya Mama Ros juga," katanya."Mana puluhan lagi."
"Kamu yang ngeberesin semua?"
"Bukan cuma aku, Mama Ros pun juga ikut. Malahan pakai vacum cleaner kecil buat bersihin di sela-sela lemari. Kebanyakan sih buku light novel sama romance, fantasi, yah banyak kayak novel remaja..."
"Hebat dong kamu. Punya vacum cleaner kecil. Kamu kan, kaya, TO," sindir Bee tanpa memerhatikan karakternya.
"Vacum cleaner itu bukan beli. Tapi yang bikin Keke. Katanya gratis buat kerajaan."
"Enak dong ada vacum cleaner! Tiap hari enggak capek-capek ngebersihin. Jangan aku, aku pun enggak punya. Vacum cleaner di tempatku mahal."
"Di duniaku sama mahalnya. Mau dikata kayak apa, pasti sesama pecinta buku mungkin sama kayak kita. Bukannya kamu pernah bilang ke Keke atau Vitto Besar kamu punya teman suka banget sama buku?"
"Ya, aku pernah cerita."
"Itu hebat! Berarti mereka juga mirip kayak kamu yang ngebersihin buku kayak begini. Daripada punya teman yang bisanya cuma ngajakin hang out ke mana-mana atau bersama pacarnya. Aku tahu kalau kamu orangnya introvert. Sia-sia saja kamu berteman model kayak begitu. Sedangkan punya teman pencinta buku, beda lagi? Mereka akan membahas atau membagi buku yang pernah dibacanya kepada teman atau orang. Itu sangatlah bermanfaat! Teruskanlah berteman seperti itu. Walau temanmu cuma sedikit," jelas VITTO.
Ada benarnya pemuda berbintang Leo yang mengunjuginya berkata begitu padanya. Teruskan bila itu tidak menyiakanmu, dan hal yang membuatnya sia-sia tinggalkanlah. Seperti hidupnya sekarang ini. Di sia-sia tidak masalah oleh ketiga adik sepupunya. Sesia-sia apapun bila tidak menghargai, akan kembali kepada orang itu sendiri bukan orang lain. Sia-sia saja berbicara dengan ketiga adik sepupunya. Bila diajak bicara ia akan menjawab, bila tidak, ia akan diam. Ketiga adik sepupunya ngomong begini, akan berubah. Kalian tahu sendiri, mereka bertiga mempunyai pikiran bercabang. Istilahnya selalu berubah-berubah. Ia pernah mempunyai cara berpikir seperti itu. Tetapi dibuangnya jauh-jauh. Sia-sia saja.
"Iya, kan?" VITTO membuyarkan lamunannya.