Read More >>"> Gray November (Marjorie [Part 1]) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gray November
MENU
About Us  

[Marjorie’s pov]

Sebuah lagu tidak akan tercipta tanpa instrumental, dan latar belakang musik itu berasal dari suara ... maupun bunyi yang terdengar asing. Terkadang kita harus menjelajahi diri baru kita di tempat orang lain. Untuk merasakan bagaimana rasanya terus berjuang tanpa letih....

 

January 1st, 2001

“Oma, aku pulang!” sapaku riang usai menutup pintu rumah di belakangku, dan meletakkan sepatu di rak. Menari bersama pelatih dan teman-teman di sanggar tidak pernah membuatku lelah, bahkan aku masih sangat bersemangat untuk lanjut belajar Bahasa Inggris dengan guru privatku.

“Majie!”

Aku membelalak terkejut melihat Oma yang berlari kecil dengan napas terengah menghampiriku di teras. “Kenapa harus lari-lari, Oma?” Kulihat gurat gugup di wajah cantik beliau yang telah dipenuhi keriput, biarpun begitu tubuh Oma sama kecilnya dengan kakak kelas SMA di sekolahku karena itulah aku sangat khawatir setiap ia melakukan aktivitas berlebihan.

Sembari merangkul lengan Oma, aku berjalan bersamanya menuju dapur. “Kenapa? Oma bikin panci gosong lagi ya,” candaku. Belum sempat aku tergelak lepas, suara tawa Ibu terdengar disusul guru privat Bahasa Inggrisku—Kak Jonah yang baru saja lulus S2 dan bekerja di perusahaan penerbitan. Bisa kurasakan Oma mengusap lembut lenganku yang menggelayutinya sejak tadi, sedangkan kedua mataku sudah memanas menahan air mata yang hendak tumpah memandang nanar ke pintu ruang belajarku—yang biasanya terbuka lebar kini tertutup rapat.

“Apa ini alasan Ayah tidak pernah pulang, Oma?”

Oma menarik wajahku dengan kedua tangannya hingga kami saling bertatapan lurus. Nenekku itu bahkan telah berlinang air mata ketika berucap sendu pada cucu semata wayangnya, “Situasinya lebih rumit dari yang kamu perkirakan....”

 

January 1st, 2002

Setahun, genap setahun Ibu sudah tidak ingin melihatku,” batinku menggeram pelan di tengah kegiatanku menyalin catatan teman sebangku, Hannah, selama jam istirahat kedua masih berlangsung. Kubalas kekhawatirannya dengan senyum kecil yang dipaksakan sembari berkata kepalaku hanya masih sedikit terasa pusing akibat demam.

Ekspresi cemas Hannah mendadak berubah berbinar saat menawarkan bantuan, “Mau kuambilkan minyak kayu putih di UKS?” Aku sudah mengatakan tidak perlu dan seketika air muka Hannah tampak murung. Apa aku salah menolak kebaikannya? Belum sempat kutanyakan, temanku itu sudah kembali berceloteh tanpa ragu, “Yah, tidak jadi bertemu Si Howard deh.”

“Howard? Augustine Howard maksudmu?” Aku memicingkan mata penuh selidik pada Hannah yang menjadi salah tingkah dengan pertanyaanku selanjutnya, “Kenapa kamu selalu semangat berlebihan begitu setiap ada hal berhubungan sama Augusta?”

Hannah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan mulai bercerita sejak orangtuanya berkenalan dan berteman dekat dengan orangtua Augusta, ia menjadi sedikit terobsesi dengan kehidupan keluarga yang rumornya masih tergolong keturunanan Brahmana itu. Aku pernah mempelajarinya di mata pelajaran Sejarah tentang kasta dalam masyarakat yang berkeyakinan Hindu. Brahmana adalah posisi teratas dari piramida sistem kasta yang biasanya dikenal keturunan dari golongan cendekiawan yang mengabdikan diri mereka pada ilmu pengetahuan. “Tapi...! Seperti yang kita lihat sehari-hari ... Augusta beda banget sama orangtuanya atau dua kakaknya—Kak Artha dan Kak Runa! Dia itu ... bagaimana ya cara mengatakannya. Pokoknya teman-teman sekelas kita saja banyak yang bilang Augusta seperti pembangkang di keluarganya....” Suara Hannah semakin terdengar pelan di akhir kalimatnya, tetapi sedetik kemudian ia tersenyum cerah sambil berseru lantang, “Dia pembangkang yang keren!”

“Apanya yang keren?” tanyaku, masih tidak mengerti arti obsesi Hannah.

“Wajah Augusta selalu berkerut marah setiap ada yang mengungkit rumor kasta keluarganya itu, dan dia bahkan teriak keras sekali di depan kelas waktu istirahat pertama tempo hari—dia bilang kasta tidak menentukan kebahagian seseorang! Woah! Keren banget, kan!” Hannah bertepuk tangan heboh sampai beberapa murid di kelas memandang ke arah kami penasaran.

Aku mengernyitkan dahi sembari memijat pelipisku. Hannah kembali panik, dan aku langsung mengiyakan tawarannya mengambil minyak kayu putih di UKS. Tentu saja Hannah langsung berderap kencang keluar kelas demi idolanya itu. Aku hanya menggelengkan kepala kecil melihat tingkahnya. Entah kapan aku bisa mengagumi orang lain seperti Hannah. Sepertinya tidak akan pernah.

Pikiranku baru saja akan berkelana lagi pada kejadian setahun yang lalu saat tiba-tiba seseorang mengetuk pelan mejaku. “Ada perlu apa?” tanyaku menatap datar wajah siswa dengan tag nama “Louis Ronan Benedict” yang tersemat di kemaja seragamnya. Ah, salah satu pengirim surat saat Hari Valentine. “Ada yang ingin aku bicarakan—Kak Majie....”

Kedua sudut bibirku menyeringai sinis mendengar perkataannya yang tidak lagi menuntut dan sombong, melainkan lebih merasa bersalah dan hormat pada yang lebih tua. Karena memang seharusnya seperti itu. “Kamu tidak ingat apa yang kukatakan? Baiklah, biar kuulang sekali lagi.” Aku bangkit dari kursi dan menatap lekat kedua matanya yang mulai berkaca-kaca. Tatapannya sama sekali tidak meruntuhkan rasa dendam yang bergemuruh di hatiku. “Aku tidak ingin melihat wajahmu selama sisa hidupku!”

 

January 1st, 2001

Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Sesi belajar Bahasa Inggrisku sudah berakhir sejam yang lalu, tetapi aku masih mengerjakan semua tugas di buku paket latihan—bahkan bagian tugas rumah yang tidak lagi dari bab yang beru dipelajari. Selama aku memahami perintah mengisi pertanyaannya tidak masalah, bukan?

“Sampai kapan kamu belajar terus? Sudah malam, ayo tidur.” Ibu berkata dingin tanpa mengalihkan tatapannya dari layar TV yang menyiarkan berita terkini di kota kami. “Menjadi murid teladan sekalipun tidak akan membuat ayahmu datang ke kita.”

“Bukan salahku!” Kata-kata itu meluncur begitu saja sampai Oma yang sedang menenun kain jualan berhenti dan menegurku lembut. Namun, aku sudah tidak peduli lagi. “Bukankah aku yang seharusnya bilang begitu, Bu?! Setelah apa yang kulihat tadi?!”

Ibu menendang meja ruang tamu hingga keranjang beserta buah-buahannya berserakan di lantai. “Tahu apa kamu selain menghabiskan tabunganku?!”

“Shilla!” Oma sudah bangkit berdiri mencengkeram pundak putrinya.

Oma memang telah terbebas dari suami keras kepalanya yang telah meninggal dunia, tetapi siapa sangka sifat buruk itu menurun ke anak dan cucunya....

“Kamu tidak tahu rasanya dikhianati!”

“Dan mengkhianati perasaan sayang Ibu ke Ayah membuat Ibu menjadi lebih baik?! Apa bedanya Ibu sama Ayah?! Kenapa aku harus lahir di rumah i--?!”

Raungan tangisku seketika terhenti selepas telapak tangan wanita yang melahirkanku menampar keras rahang dan kedua belah bibir yang tidak lagi berkata sepatah kata pun. Seolah menyadarkanku. Bagaimana bisa mulutku mengajari seseorang yang telah jatuh cinta di saat aku belum merasakan apa itu cinta.

“Pergi.” Satu kata perintah sederhana seperti ketika ia merelakanku pergi setiap Ayah mengajakku menonton film bersama diluar. Akan tetapi, kali ini terdengar begitu mustahil dan menyesakkan hati. “Kamu menyesal lahir dari wanita murahan ini, kan. Cari saja wanita lain yang mau menerimamu.”

Sejak saat itu aku memutuskan. Sampai aku mati pun, tidak akan kubiarkan orang lain mengatur bagaimana hidup yang harus kujalani. 

Aku menulikan setiap tangisan Oma dan seruannya yang memohon pada Ibu untuk tidak membiarkanku pergi. Bahkan ketika aku sudah keluar dari kamar dengan ransel besar yang tersampir di punggungku, Ibu sama sekali tidak bergeming dari layar TV dan sofa yang didudukinya kembali.

"Kami kesepian tanpa kamu, Majie...." Oma terisak hebat di belakangku yang sedang mengikat tali sepatu keds dengan amarah yang masih memenuhi kepala dan dadaku. 

"Maaf, Oma, tapi aku tidak mungkin melanggar janji yang kubuat sendiri!

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Daily Activities
845      414     1     
Short Story
Aku yakin bahwa setiap orang bisa mendapatkan apa yang ia inginkan asal ia berdo\'a dan berusaha.
Lady Cyber (Sang Pengintai)
2247      835     8     
Mystery
Setiap manusia, pasti memiliki masa lalu. Entah itu indah, atau pun suram. Seperti dalam kisah Lady Cyber ini. Mengisahkan tentang seorang wanita bernama Rere Sitagari, yang berjuang demi menghapus masa lalunya yang suram. Dibalut misteri, romansa, dan ketegangan dalam pencarian para pembantai keluarganya. Setingan hanya sekedar fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, peristiwa, karakter, atau s...
Flying Without Wings
843      428     1     
Inspirational
Pengalaman hidup yang membuatku tersadar bahwa hidup bukanlah hanya sekedar kata berjuang. Hidup bukan hanya sekedar perjuangan seperti kata orang-orang pada umumnya. Itu jelas bukan hanya sekedar perjuangan.
Crystal Dimension
276      184     1     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
Pemeran Utama Dzul
339      224     4     
Short Story
Siapa pemeran utama dalam kisahmu? Bagiku dia adalah "Dzul" -Dayu-
A - Z
2490      847     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
A promise
507      320     1     
Short Story
Sara dan Lindu bersahabat. Sara sayang Raka. Lindu juga sayang Raka. Lindu pergi selamanya. Hati Sara porak poranda.
Bulan dan Bintang
434      321     0     
Short Story
Bulan dan bintang selalu bersisian, tanpa pernah benar-benar memiliki. Sebagaimana aku dan kamu, wahai Ananda.
Dia & Cokelat
533      378     3     
Short Story
Masa-masa masuk kuliah akan menjadi hal yang menyenangkan bagi gue. Gue akan terbebas dari segala peraturan semasa SMA dulu dan cerita gue dimulai dengan masa-masa awal gue di MOS, lalu berbagai pertemuan aneh gue dengan seorang pria berkulit cokelat itu sampai insiden jari kelingking gue yang selalu membutuhkan cokelat. Memang aneh!
Operasi ARAK
282      193     0     
Short Story
Berlatar di zaman orde baru, ini adalah kisah Jaka dan teman-temannya yang mencoba mengungkap misteri bunker dan tragedi jum'at kelabu. Apakah mereka berhasil memecahkan misteri itu?