Di rumah, tepatnya di dalam kamar yang cukup besar. Kamar yang berposisikan menghadap depan. Depan ruang tamu. Di sana, ia menghabiskan waktunya sesudah menyelesaikan tugas wajibnya sebagai anak. Ia menghabiskan waktunya di dalam kamar menonton film, membaca buku atau sesekali mendesain sesuatu. Misalnya mendesain sebuah cover untuk ceritanya yang ditulisnya di pattflom menulis selain untuk membaca. Kali ini ia membaca buku. Buku yang dibaca milik karya teman sesama penulis. Kadang kala membaca novel bertema romance, kadang membaca novel terjemahan—novel kesukaannya, Harry Potter. Ia sangat menyukai serial novel itu karena ibu pernah membelikannya sebuah buku Harry Potter yang serialnya seri buku ketiga Harry Potter and Prisoner of Azkaban. Dengan cover dan tampilan lama. Namun, sekarang, Dee, sudah membelinya dan memilikinya. Jadi ia bisa meminjamnya jika ingin membaca. Yah, hanya tiga seri yang dibeli. Walau hanya membelinya dengan satu per satu. Karena harganya yang lumayan mahal di dompet. Selain komik, yang ia kumpulkan beberapa serinya. Karena yang dikoleksinya juga termasuk komik kesukaannya. Semua buku novel dan komik serta buku yang dikoleksinya di lemari khusus buku di samping ranjang. Sebelum ia membaca buku atau sesudahnya, menuliskan sebuah chat di handpone-nya di handpone bermerek Nokia C3 atau C30 yang aslinya milik pakdhe, kakak ipar ayahnya dan handpone itu diberikannya untuk ayahnya namun diberikannya padanya dulu, ia belum memiliki handpone seperti sekarang. Ia langsung teringat pernah diam-diam membuka video, dan ternyata video itu masih disimpannya hingga kini. Video itu berisikan dirinya merekam untuk ide tulisan. Rekaman dalam video itu berada di sebuah kompleks perumahan yang di salah satu di Kota Balikpapan—bernama Perumnas Graha Indah, di mana ia diajak oleh tantenya mengunjungi tantennya, adik ibunya yang terakhir. Menonton videonya membuat ia hampir menangis, malah ia ditegur ibunya. Ia Menuliskan chat.
Aku sampai lupa! Aku kemarin, lihat video rekaman waktu di Balikpapan. Ternyata di video itu ada tante! Aku pertama nonton, sempet dimarahin sama ibu gara-gara aku mau nangis... Tante, aku masih suka ngelamun. Yang lebih parah, aku gampang galau. Untung ada Keke, VITTO sama Vitto, teman khayalanku.
Terkirim:
15:15:46
12-s-2021
—————
Pengiriman telah gagal
Tante Lidyawati
08xxxxxxxx
Ia selalu mengirim pesannya terkirim, tapi selanjutnya ada tanda tidak terkirim atau gagal terkirim seperti di atas.
Kembali soal ia menyukai buku.
Ia menyukai membaca buku dengan posisi berselonjor atau berbaring. Kerap kali ia membaca buku sambil berbaring, ditegur oleh ibunya. Dengan alasan merusak matanya. Dulu sewaktu SMP, ia pernah memakai kacamata namun karena sudah diperiksakan ke dokter mata. Karena dengan posisi itu ia merasa nyaman. Ia termenung saat
membaca. Di pinggir ranjang tepat di sebelahnya, muncul cahaya kuning dan cahaya itu berubah—Vitto mengunjunginya lagi. Tidak memakai baju prajurit sihir yang biasa dikenakannya. Melainkan memakai kaos berwarna biru tua dan memakai jaket warna hitam. Celana katun panjang dengan warna senada, dikepalanya memakai headband batik yang sama. Duduk di pinggir ranjang.
"Hai, Bee," sapanya.
Bee yang terpekur membaca, mengalihkan pandangan. Mengetahui temannya imajinasinya mengunjunginya."Hai," balasnya.
Vitto tanpa banyak bertanya, sudah mengetahui lama bahwa gadis di dekatnya sangat menyukai buku. Gadis itu tampak mirip seperti kutu buku tetapi yang ini sama sekali tak memakai kacamata. Karena setiap seorang mendapat julukan kutu buku, identik mengenakan kacamata.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?"
Bee membaca tercenung.
"Huh?"
Pemuda mengenakan headband batik Gatot Kaca, seakan tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan.
"Maksudmu?" Bee pura-pura tak tahu.
Vitto terdiam sebentar. Menoleh menatap ke arah lemari baju berbahan plastik di kamar itu di sampingnya ada piano milik adik bungsu sepupunya yang dijadikan tempat tumpukan baju yang kering dari jemuran. Di bawahnya ada rak berwarna biru yang berisikan berisikan tumpukan baju yang sudah tertata rapi.
"Aku tahu, kamu sebenarnya masih sedih kan?"
Apa katanya? Sedih?
Vitto melanjutkan,"Jangan membohongiku, Bee. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Jangan diselimuti kesedihan dan janganlah rasa kesedihan itu menjadi berlarut-larut."
Bee masih dengan posisi berbaring, mendongakan kepala menatap punggung pemuda gagah yang menyilangkan satu kakinya ke atas tumpuan kaki.
"Kamu biar bilang begitu, sebenarnya aku masih sedih..."
"Kamu harus kuat. Aku tahu kamu masih dalam berduka—dukamu itu masih kamu simpan rapat hingga kini. Kamu harus move on. Aku ngerti, itu sangat susah bagimu. Gimana sih, ditinggal orang disayangi itu? Kalau aku jawab, iya. Karena setiap aku bersama mereka—Keke sama VITTO kecil bersama karakter lainnya, mungkin merasakan hal sama kayak kamu. Kamu yang merasakan, kami juga ikut merasakan karena rasa sakit itu awalnya hanya ada padamu."
Bisa dikatakan jika dirinya susah untuk move on dari orang yang disayangi. Apapun jika ia teringat di mana saja, mungkin akan teringat. Bahkan ingatannya jelas diingatannya daripada yang lain. Ia bukan orang yang pikun, walau dibilang ia orang bodoh. Ingatannya akan orang yang disayanginya akan selalu diingat dan dikenang.
Vitto menoleh di balik punggungnya. Menunggu respon darinya.
Bisa dibilang, omongan Vitto tadi ada benarnya.
"Betul. Aku memang merasakan rasa sakit saat ditinggal tiada tanteku. Tapi selain itu, rasa sakitku sudah ada sejak dulu."
Dulu semenjak sekolah dari SD sampai SMA, ia kerap di-bully oleh teman-temannya. Menurutnya, teman-temannya dari sewaktu sekolah dulu ada seorang bajingan. Mereka kerap mengejek dengan secara lisan yang mana dari SD, teman-temannya mengatainya dengan ejekan yang sangatlah tidak pantas dikatakan. Dari SMA, ia kerap diejek tak bisa dalam salah satu pelajaran—membuat ketiga temannya yang terkenal pintar dan selalu juara kelas diam-diam menertawakannya di dalam toilet. Membuat dirinya jengkel bila mengingatnya. Ia sendiri sangat tak mau, ogah apabila bertemu dengan teman-temannya.
"Benarkah?"
"Ya, itupun sebelum kamu—kalian bertiga ada."
"Pasti menyakitkan," kata Vitto prihatin.
"Memang."
Vitto tampak berpikir, mata kembali menatap ke arah lemari.
"Aku boleh tanya satu hal?"
"Boleh. Apa itu?"
"Jadi, siapa seseorang lain yang kamu sayangi?"
Sangat jelas dengan jawabannya.
"Kalau kamu tanya, yang jelas seseorang yang lain yang aku sayangi itu adalah tanteku," jawabnya mantap.